29 April 2008

AIR SUMBER KEHIDUPAN

Air merupakan sumber yang penting bagi kehidupan manusia. Tanpa air dunia akan menjadi sebuah planet yang tidak bernyawa. 3/4 bagian bumi diliputi oleh air dan lebih 2/3 daripada berat badan manusia adalah air. Pada umumnya, seorang manusia menggunakan 1,000 liter air setahun sebagai minuman.

Air memegang peranan penting bagi kelangsungan mahluk hidup. Manusia, hewan serta tumbuhan, semuanya memerlukan air untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Tanpa air, bisa dipastikan kisah kehidupan akan sirna dari muka bumi ini. Jika memang memegang peranan penting, seperti apakah usaha kita menjaga kelestariannya?

Sekitar 2,7 miliar penduduk bumi yang saat ini masih kehilangan akses air bersih. Dan hampir seluruhnya berada di negara miskin serta berkembang, seperti Indonesia. Menurut laporan MDG’s (Millenium Development Goals) ke PBB, terdapat 72,5 juta penduduk Indonesia yang sama sekali tidak punya akses sanitasi (air bersih, mandi, mencuci, tinja). Jangankan untuk mandi dan memasak, untuk buang tinja saja tidak punya air. Sisa dari total penduduk kita, akses air bersihnya tergantung kepada siklus pasokan air dari pemasok air (PAM/PDAM) terutama di perkotaan. Itupun dengan kualitas yang buruk. Selain keruh, kandungan air juga sudah tercemar limbah. Problema di pedesaan pun serupa. Air sungai mulai menyusut, keruh, dan bau. Karena hulu sungai rusak oleh pembabatan hutan.

Kini, lembaga dunia seperti WHO dan UNICEF semakin menyadari bahwa, satu-satunya harapan air manusia dan mahluk bumi lainnya, tersisa di kawasan hutan. Kita tidak dapat lagi mengandalkan sumber pasokan air tanah. Karena limbah-limbah produksi manusia yang beracun meresap ke dalam tanah dalam satu abad ini. Dan itu mencemari kualitas air tanah. Harapan manusia ada di hutan, karena di sana masih tersisa sumber cadangan air yang baik. Tertampung di dasar akar-akar pepohonan, pada batang-batang tegakan kayu, dan sungai yang masih mengalir.

Jika kita terus menebang hutan tersisa di Indonesia, maka kita akan menjadi penyumbang bagi 4,5 miliar penduduk bumi pada tahun 2015 tanpa akses air. Tidak cukupkah predikat kita dengan menjadi penyumbang emisi terbesar dunia dari negara berkembang? Atau perusak hutan tercepat di dunia dengan 3,8 juta per tahun?

Pemerintah tidak boleh lagi mengeluarkan izin eksploitasi hutan untuk profit oriented. Tapi, keluarnya PP No.2/2008 untuk kelonggaran 13 perusahaan tambang beroperasi di hutan lindung, justru mencederai komitmen global MDG’s. Sumber air di kawasan hutan akan mendapat dampak buruk pula dari kebijakan tersebut.

Jika kita terus menebang hutan, maka kita (bangsa Indonesia) akan mempercepat kematian mahluk manusia di bumi ini. Karena, kehidupan manusia sangat terancam akibat kekurangan sumber air dan di tengah kepungan perubahan iklim yang ekstrim. Memusnahkan hutan, sama dengan memusnahkan cadangan air manusia di bumi. Sama pula artinya dengan merancang pemusnahan besar-besaran (genosida) ras manusia dari palent bumi ini. Maukah kita (bangsa Indonesia) terus menjadi pemusnah massal manusia? Menyelamatkan hutan berarti menyelamatkan sumber kehidupan. Karena air sebagau sumber kehidupan mahluk bumi terdapat di sana.

SAAT ini, manusia tengah menghadapi problematika penyediaan air bersih. Setiap tahun, jumlah umat manusia terus bertambah. Tapi sayang, tingginya angka pertumbuhan tersebut tidak dibarengi dengan upaya pemeliharaan sumber-sumber air bersih. Hutan yang dulunya berfungsi sebagai daerah resapan air, sekarang telah beralih fungsi menjadi areal perkebunan, pertanian, pertambangan serta perumahan.

Akibat terjadinya bergeseran fungsi hutan, lambat laun hal itu mendatangkan dampak buruk bagi kelangsunggan mahluk hidup. Di sadari atau tidak, saat ini Kalimantan Barat tengah mengalami perubahan keseimbangan sistem alam. Fenomena seperti itu teraktulaisasi dalam bentuk bencana banjir, kekeringan serta tanah longsor.
Dalam pendekatan partisipatoris, ada dua perspektif yang bisa dilakukan. Pertama, melibatkan masyarakat setempat dalam melakukan pemilihan, perancangan, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber air bersih, seperti hutan diperhuluan. Melalui penerapan pola sikap yang demikian, kedepan diharapkan muncul persepsi positif terhadap alam. Kedua, adanya umpan balik yang memiliki implikasi perubahan 'siapa memperoleh apa dan berapa banyak. Disini, teknologi yang dikembangkan merupakan teknologi lokal atau indigenous technology dengan pertimbangan sosial dan ekonomi.

Untuk dapat mewujudkan ketersedian sumber air bersih di Kalimantan Barat atau dimana saja, diperlukan aturan yang mampu melindungi pemanfaatan dan penggunaan fasilitas publik. Kongkritnya, perlu ada penyusunan tentang kerjasama antara pemerintahan provinsi, kabupaten/kota dan masyarakat yang tinggal didalam sekitar hutan dalam menyusun manajemen-plan sumber air bersih tanpa mengesampingkan keberadaan kearifan tradisional.

AREN

HASIL HUTAN BUKAN KAYU
Hutan menyediakan sumber makanan, bahan kontruksi, bahan bakar, sumber obat-obatan dan sumber penghasilan yang dapat dijual bagi kelangsungan hidup masyarakat yang bermukim disekitarnya. Tanpa merusak hutan sebenarnya masyarakat sudah bisa hidup sejahtera, karena hasil hutan selain kayu (Non timber forest product) banyak tersedia yang bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau bahkan di tabung untuk keperluan hidup dan pendidikan anak-anak berikutnya.

Suatu ketika saya melakukan kunjungan ke Kampung Padakng, dan Kampung Angkabakng Kecamatan Sengah Temila. Kemudian kampung Belanggiratn dan kampung Kubu Kerekng Kecamatan Sebangki Kabupaten Landak Kalimantan Barat, bulan maret 2008 yang lalu. Di kampung-kampung tersebut banyak terdapat pohon aren (Arenga pinnata) yang merupakan hasil hutan bukan kayu, tumbuh subur di sekitar perbukitan dan diantara atau dibawah pohon-pohon besar. Selama ini sumber daya alam yang tersedia tersebut belum dikelola atau manfaatkan secara optimal dan berkelanjutan oleh masyarakat yang tinggal di kawasan sekitarnya.

Menurut Ir. Hatta Sunanto, Bsc, Ms. (2001:5) “Pohon aren mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, karena hampir semua bagian fisik pohon bisa dimanfaatkan dan dapat tumbuh di antara dan dibawah pohon yang besar”. Peluang pasar dari produk aren inipun masih cukup potensial. Karena hampir semua fisik pohon Aren mempunyai manfaat baik untuk di konsumsi sendiri maupun di jual, seperti: akar (obat tradisional dan peralatan), batang (untuk berbagai peralatan dan bangunan), daun muda atau janur (untuk pembungkus atau pengganti kertas rokok), buah aren muda (kolang kaling sebagai bahan pelengkap minuman dan makanan), air nira (gula merah atau cuka), umbut dari pohon yang masih kecil dan muda dapat di olah untuk menjadi sayur; ijuk dan lidinya dapat dijadikan bahan penyapu. Nira aren segar dapat menyembuhkan: Tuberkulosis paru, dysentry, wasir dan juga memperlancar buang air besar, disamping itu juga dapat mengobati sariawan. Gula merah yang terbuat dari nira pohon aren lebih unggul dari gula pasir. Dari segi aroma gula aren jauh lebih tajam dan manis. Kandung gizi yang terdapat dalam gula merah aren adalah Kalori, Karbohidrat, Kalsium, Fosfor, Besi, Air.

Pengelolaan pohon aren yang mereka lakukan masih bersifat sederhana dan terbatas. Hal ini karena masih kurang pengetahuan mereka akan pengelolaan pohon aren, selama ini mereka hanya mengambil air niranya saja untuk dijadikan gula merah, dalam 1 hari, mereka bisa menghasilkan 7 kg gula aren harga perkilo kurang lebih Rp. 6.000,-/kg. Untuk menjualpun mereka tidak mengalami kesulitan, karena pembeli gula aren sudah ada dikampung itu sendiri. Pengelolaan pohon aren pun tidak mengenal musim, bahkan hanya dilakukan pada jam 7 pagi hari dan jam 4 sore hari.

Kalau saja mereka bisa mengelola pohon aren dari akar sampai daun, seperti yang diungkapkan oleh Ir. Hatta Sunanto, Bsc, Ms tersebut. Maka sosial, ekonomi dan kelangsungan ekologi atau hutan mereka tetap terjaga. Kemudian merekapun tidak sibuk-sibuk menjadi pekerja ketempat lain, dan kemiskinan tidak menghampiri mereka.

Selama ini belum ada upaya-upaya dari pemerintah untuk pemberdayaan petani aren ini baik dari segi manajemen ekonomi keluarga maupun pengelolaan potensi yang ada dari Pohon aren. Pada hal budidaya tanaman dan pemberdayaan petani aren sangat perlu dilakukan, karena dari segi lingkungan hidup khususnya hutan sangat ramah lingkungan dan tersedia di masyarakat. Kemudian dari segi ekonomi, apabila dikelola secara optima dapat meningkatkan ekonomi keluarga petani aren.

25 April 2008

HIV/AIDS

Beberapa tahun belakangan, angka kasus endemi HIV/AIDS meningkat tajam di seluruh Indonesia. Wabah ini terutama dipicu oleh para penyalahguna narkoba suntik dan para pekerja seks komersil. Akibatnya, resiko tertular anak muda di Indonesia menjadi semakin tinggi. Bahkan menurut perkiraan, menjelang 2010 sekitar 110.000 orang Indonesia akan menderita atau meninggal karena AIDS. Sedangkan jutaan lainnya akan terjangkit HIV positif.

Sementara itu prevalensi HIV di kalangan ibu hamil yang menjalani tes masih berada di bawah tiga persen. Sayangnya data untuk penduduk secara umum masih kurang. Kendala utamanya adalah stigma, diskriminasi dan kurangnya pengetahuan masyarakat. Pada 2007, satu per tiga remaja putri dan satu per lima remaja putra usia antara 15-24 tahun ternyata belum pernah mendengar tentang HIV/AIDS. Situasi ini semakin parah karena obat anti retroviral sangat minim.

Kecenderungan menunjukkan bahwa Indonesia dalam waktu dekat akan beresiko mengalami epidemi yang lebih besar. Peningkatan kasus penularan HIV di kalangan kelompok beresiko di beberapa daerah di Indonesia menjadi salah satu indikator potensi kenaikan yang cukup mengkhawatirkan.

Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mengenai penyakit menular ini melalui pendidikan dan advokasi masyarakat menjadi hal yang utama. Tujuannya untuk mencegah penyebaran epidemi ini lebih luas lagi. Kalau tidak, maka stigma, diskriminasi dan ketidaktahuan akan tetap menjadi kendala bagi upaya penanggulangan lebih jauh.

23 April 2008

CINTA PADA PANDANGAN PERTAMA

Walaupun film, buku, dan media massa sering menyebut-nyebut tentang cinta pada pandangan pertama, banyak orang yang berpendapat bahwa hal ini hanya membesar-besarkan romantisme dan sangat jarang terjadi pada kehidupan sehari-hari. Mereka berpendapat bahwa akan sulit mencintai seseorang yang kepribadiannya belum dikenal secara lebih jauh. Ketertarikan memang tidak bisa begitu saja disamakan dengan cinta, mengingat cinta melibatkan emosi yang lebih dalam.

Budaya pop, terutama media massa lebih memusatkan perhatian pada cinta romantis, sehingga mempengaruhi banyak orang untuk berpikir bahwa inilah bentuk cinta sejati yang harus dimiliki setiap pasangan. Pada kenyataannya, menurut para pakar, cinta yang romantis hanyalah bagian awal dari sebuah perjalanan panjang, dan banyak orang justru melakukan kesalahan fatal pada tahap ini.

Tahap cinta berikutnya, walaupun tidak seintens cinta romantis, biasanya lebih dalam, lebih membahagiakan dan tentu saja lebih terasa aman karena sudah mengenal pasangan dengan lebih baik. Untuk mencapai tahap ini tentunya diperlukan waktu yang lebih lama, karena dalam kurun waktu tertentu itu pasangan bisa saling belajar baik tentang dirinya sendiri maupun pasangannya.

Jatuh cinta pada pandangan pertama dapat menjadi titik tolak dari perjalanan menuju cinta yang lebih jauh. Tapi sekali lagi, hal ini bisa jadi bahaya. Karena pada awalnya kita sering mengira bahwa ketertarikan sama dengan cinta, tidak sedikit remaja yang terpeleset dan menyerahkan segala-galanya kepada pasangannya karena mengira bahwa inilah cinta sejatinya.

PERSELINGKUHAN

Perselingkuhan akhir-akhir ini menjadi bahan perbincangan yang menarik dan santer, sebab perselingkuhan itu sendiri tidak hanya didominasi oleh para pria, tetapi juga wanita di segala lapisan dan golongan, bahkan tidak memandang usia. Sebenarnya fenomena ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi juga di kota-kota kecil atau pun di daerah.

Masalahnya, berita-berita mengenai perselingkuhan lebih banyak disorot di kota besar karena di kota besar seperti halnya Jakarta segala sesuatu lebih transparan termasuk dalam hal batasan norma-norma. Di kota besar, segala hal bisa bersifat relatif; artinya, segala sesuatu tidak bisa dinilai dari satu sudut pandang saja. Demikian pula halnya dengan perselingkuhan yang belakangan ini makin marak dibicarakan orang. Apakah yang sebenarnya terjadi ?

Alasan Mengapa orang berselingkuh
Setiap orang yang menikah sudah tentu mendambakan dan mencita-citakan bisa menempuh kehidupan perkawinan yang harmonis. Namun bagaimana pun juga, kita tidak bisa melupakan bahwa sebuah perkawinan pada dasarnya terdiri dari 2 orang yang mempunyai kepribadian, sifat dan karakter, latar belakang keluarga dan problem yang berbeda satu sama lain. Semua itu sudah ada jauh sebelum keduanya memutuskan untuk menikah.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kehidupan perkawinan pada kenyataan selanjutnya tidak seindah dan seromantis harapan pasangan tersebut. Persoalan demi persoalan yang dihadapi setiap hari, belum lagi ditambah dengan keunikan masing-masing individunya, sering menjadikan kehidupan perkawinan menjadi sulit dan hambar. Jika sudah demikian, maka kondisi itu semakin membuka peluang bagi timbulnya perselingkuhan di antara mereka.

Debbie Layton-Tholl, seorang psikolog, pada tahun 1998 meneliti alasan-alasan terjadinya perselingkuhan di antara pasangan setelah sekian lama menikah. Menurut Debbie, biasanya orang memakai alasan mengapa dirinya berselingkuh adalah karena :
1. Merasakan ketidakpuasan dalam kehidupan perkawinan
2. Adanya kekosongan emosional dalam kehidupan pasangan tersebut
3. Problem pribadi di masa lalu
4. Kebutuhan untuk mencari variasi dalam kehidupan seksual
5. Sulit untuk menolak “godaan”
6. Marah terhadap pasangan
7. Tidak lagi bisa mencintai pasangan
8. Kecanduan alkohol atau pun obat-obatan
9. Seringnya hidup berpisah lokasi
10. Dorongan untuk membuat pasangan menjadi cemburu

PENGELOLAAN HUTAN KITA

Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya wajib disyukuri. Karunia yang diberikan-Nya, dipandang sebagai amanah, karenanya hutan harus diurus dan dimanfaatkan dengan akhlak mulia dalam rangka beribadah, sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang.

Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia, oleh karena itu harus dijaga kelestariannya. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat penting, dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional.

Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang mewajibkan agar bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka penyelenggaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan berkelanjutan. Oleh karena itu penyelenggaraan kehutanan harus dilakukan dengan asas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia dan bertanggung-gugat.

Penguasaan hutan oleh Negara bukan merupakan pemilikan, tetapi Negara memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status kawasan hutan; mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan, serta mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan. Selanjutnya pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan izin dan hak kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan di bidang kehutanan. Namun demikian untuk hal-hal tertentu yang sangat penting, berskala dan berdampak luas serta bernilai strategis, pemerintah harus memperhatikan aspirasi rakyat melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Untuk menjaga terpenuhinya keseimbangan manfaat lingkungan, manfaat sosial budaya dan manfaat ekonomi, pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dalam daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.

Sumberdaya hutan mempunyai peran penting dalam penyediaan bahan baku industri, sumber pendapatan, menciptakan lapangan dan kesempatan kerja. Hasil hutan merupakan komoditi yang dapat diubah menjadi hasil olahan dalam upaya mendapat nilai tambah serta membuka peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Upaya pengolahan hasil hutan tersebut tidak boleh mengakibatkan rusaknya hutan sebagai sumber bahan baku industri. Agar selalu terjaga keseimbangan antara kemampuan penyediaan bahan baku dengan industri
pengolahannya, maka pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri pengolahan hulu hasil hutan diatur oleh menteri yang membidangi kehutanan. Pemanfaatan hutan tidak terbatas hanya produksi kayu dan hasil hutan bukan kayu, tetapi harus diperluas dengan pemanfaatan lainnya seperti plasma nutfah dan jasa lingkungan, sehingga manfaat hutan lebih optimal.

Dilihat dari sisi fungsi produksinya, keberpihakan kepada rakyat banyak merupakan kunci keberhasilan pengelolaan hutan. Oleh karena itu praktek-praktek pengelolaan hutan yang hanya berorientasi pada kayu dan kurang memperhatikan hak dan melibatkan masyarakat, perlu diubah menjadi pengelolaan yang berorientasi pada seluruh potensi sumberdaya kehutanan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat.
Sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahan daerah, maka pelaksanaan sebagian pengurusan hutan yang bersifat operasional diserahkan kepada pemerintah daerah tingkat propinsi dan tingkat kabupaten/kota, sedangkan pengurusan hutan yang bersifat nasional atau makro, wewenang pengaturannya dilaksanakan oleh pemerintah pusat.

Mengantisipasi perkembangan aspirasi masyarakat, maka dalam undang-undang ini hutan di Indonesia digolongkan ke dalam hutan negara dan hutan hak. Hutan negara ialah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak-hak atas tanah menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, termasuk di dalamnya hutan-hutan yang sebelumnya dikuasai masyarakat hukum adat yang disebut hutan ulayat, hutan marga, atau sebutan lainnya. Dimasukkannya hutan-hutan yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat dalam pengertian hutan negara, adalah sebagai konsekuensi adanya hak menguasai dan mengurus oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat dalam prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, dapat melakukan kegiatan pengelolaan hutan dan pemungutan hasil hutan. Sedangkan hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah menurut ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, seperti hak milik, hak guna usaha dan hak pakai.

Dalam rangka memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan kawasan hutan bagi kesejahteraan masyarakat, maka pada prinsipnya semua hutan dan kawasan hutan dapat dimanfaatkan dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik, dan kerentanannya, serta tidak dibenarkan mengubah fungsi pokoknya. Pemanfaatan hutan dan kawasan hutan harus disesuaikan dengan fungsi pokoknya yaitu fungsi konservasi, lindung dan produksi. Untuk mejaga keberlangsungan fungsi pokok hutan dan kondisi hutan, dilakukan juga upaya rehabilitasi serta reklamasi hutan dan lahan, yang bertujuan selain mengembalikan kualitas hutan juga meningkatkan pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga peranserta masyarakat merupakan inti keberhasilannya. Kesesuaian ketiga fungsi tersebut sangat dinamis dan yang paling penting adalah agar dalam pemanfaatannya harus tetap sinergi. Untuk menjaga kualitas lingkungan maka di dalam pemanfaatan hutan sejauh mungkin dihindari terjadinya konversi dari hutan alam yang masih produktif menjadi hutan tanaman.

Pemanfaatan hutan dilakukan dengan pemberian izin pemanfaatan kawasan, izin pemanfaatan jasa lingkungan, izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan izin pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Disamping mempunyai hak memanfaatkan, pemegang izin harus bertanggung jawab atas segala macam gangguan terhadap hutan dan kawasan hutan yang dipercayakan kepadanya.

Dalam rangka pengembangan ekonomi rakyat yang berkeadilan, maka usaha kecil, menengah, dan koperasi mendapatkan kesempatan seluas-luasnya dalam pemanfaatan hutan. Badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), dan badan usaha milik swasta Indonesia (BUMS Indonesia) serta koperasi yang memperoleh izin usaha dibidang kehutanan, wajib bekerja sama dengan koperasi masyarakat setempat dan secara bertahap memberdayakannya untuk menjadi unit usaha koperasi yang tangguh, mandiri dan profesional sehingga setara dengan pelaku ekonomi lainnya.

Hasil pemanfaatan hutan sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, merupakan bagian dari penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, dengan memperhatikan perimbangan pemanfaatannya untuk kepentingan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selain kewajiban untuk membayar iuran, provisi maupun dana reboisasi, pemegang izin harus pula menyisihkan dana investasi untuk pengembangan sumber daya manusia, meliputi penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta penyuluhan; dan dana investasi pelestarian hutan.

Untuk menjamin status, fungsi, kondisi hutan dan kawasan hutan dilakukan upaya perlindungan hutan yaitu mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia dan ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit. Termasuk dalam pengertian perlindungan hutan adalah mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan dan hasil hutan serta investasi dan perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

Dalam pengurusan hutan secara lestari, diperlukan sumber daya manusia berkualitas bercirikan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didasari dengan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta penyuluhan kehutanan yang berkesinambungan. Namun demikian dalam penyelenggaraan pengembangan sumber daya manusia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi, wajib memperhatikan kearifan tradisional serta kondisi sosial budaya masyarakat.

Agar pelaksanaan pengurusan hutan dapat mencapai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, maka pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan pengawasan kehutanan. Masyarakat dan atau perorangan berperan serta dalam pengawasan pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung sehingga masyarakat dapat mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan dan informasi kehutanan.

17 April 2008

PENGEMBANGAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN

Tanah, air dan hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sebagai sumber daya alam yang berfungsi ganda dan merupakan unsur utama bagi hidup umat manusia, sehingga tanah, air dan hutan perlu di kelola secara arif dan bijaksana.

Namun, laju kerusakan lingkungan khususnya hutan semakin parah. Sehingga mewariskan sejumlah lahan kritis yang semakin luas dan seringkali menimbulkan bencana berupa erosi, banjir dan kekeringan dimana-mana serta berdampak pada pemanasan global.

Dengan sumber daya hutan (SDH) yang terus merosot tersebut, maka perlunya paradigma baru dalam pembangunan kehutanan yang semula bertumpu pada “timber based management” menjadi pendekatan ekosistem: “resource based management” yang berbasis pada “forest community based development (FCBD)”. Dengan demikian pembangunan kehutanan harus memperhatikan daya dukung ekosistem sehingga fungsi ekonomi, ekologi, dan fungsi sosial sumber daya hutan dapat selaras dan seimbang.

Pembangunan kehutanan kedepan juga menghadapi tantangan berbagai isue, antara lain: sorotan internasional terhadap kerusakan lingkungan, kemerosotan biodiversitas, illegal logging, kebakaran hutan, pengelolaan sumber daya alam (SDA) oleh pemerintah daerah, perimbangan pendapatan SDA pusat dan daerah serta masalah kemiskinan masyarakat sekitar hutan.

Berangkat dari keadaan tersebut, maka perlunya dilakukan, reorientasi paradigma penyuluhan kehutanan, yang semula merupakan “proses alih teknologi dan informasi serta merubah sikap dan perilaku masayarakat,” menjadi “penyuluhan kehutanan adalah proses pemberdayaan masyarakat ”.

Dengan dasar kerangka pikir paradigma baru tersebut, maka pengertian penyuluhan kehutanan seharusnya mencakup dua komponen pokok yaitu: Penguatan dan pengembangan kelembagaan masyarakat sekitar kawasan SDH yang berperan sebagai penggerak masyarakat dan selanjutnya tumbuh kesepakatan antar kelompok, antar desa bahkan antar kecamatan. Serta Pendampingan yang dilakukan secara terus menerus sehingga terbentuk kelompok-kelompok masyarakat produktif mandiri (KMPM) berbasis pembangunan kehutanan.

Masyarakat produktif mandiri memiliki kelembagaan yang kuat dan mandiri, dengan ciri-ciri :
1. Terbentuk Kelompok dengan sumber daya manusia anggota masyarakat yang solid
2. Memiliki Organisasi dan Pengurus dengan tujuan yang jelas dan tertulis
3. Memiliki kemampuan managerial dan kesepatkan/ aturan adat yang ditaati bersama
4. Telah memiliki sumberdaya pendukung (modal dan sarana/prasarana)
5. Telah memiliki akses teknologi, kemitraan dengan dunia usaha dan akses pasar pasca panen.

Berkembangnya aktivitas berbasis pembangunan kehutanan, yang dapat berupa kegiatan-kegiatan dengan orientasi:
1. Produksi kehutanan antara lain: Hutan Rakyat, Agroforestry, Pengerajin furniture, patung, Pengolahan getah dan lain-lain.
2. Konservasi Lingkungan antara lain: Pengendalian kebakaran hutan, Penangkaran Satwa, Budidaya flora/Tanaman Langka, Pelestarian Plasma Nutfah, Tanaman Obat-obatan, Perlindungan sumber air, Hutan adat dan lain-lain.
3. Pemeliharaan cagar budaya/ adat dan fungsi keagamaan.

Sehingga terwujudnya masyarakat mandiri dengan hutan yang lestari….

MENJAGA KONDISI DIRI

Agar hari-harimu selalu bersemangat dan bersuka ria, buatlah jadwal harian yang bisa menumbuhkan semangat dan kebahagiaan. Berikut Tips untuk menjaga kondisi diri tetap semangat!

Hari Minggu
Saat yang tepat untuk bersantai, bisa sendiri maupun rame-rame.

Tapi santai bukan sembarang santai lho. Santai yang oke adalah santai dengan meditasi, olah raga berjalan kaki, atau berdzikir. Kegiatan bersantai macam ini positif banget untuk menenangkan diri. Hasilnya pikiran jadi tajam, kepedulian kita pada diri sendiri dan lingkungan semakin peka. Pas banget buat mengumpulkan energi baru yang bakal kita butuhkan untuk tujuh hari kedepan.

Hari Senin
Buat rencana dan jadwal

Pilih tugas mana saja yang musti diselesaikan minggu ini sekaligus jadwal waktu kapan dan bagaimana tugas itu harus dikerjakan. Kalau tugas yang ada sangat banyak, pilih beberapa buat dikerjakan minggu depannya lagi. Sebaliknya, kalo tugas yang ada sangat sedikit, buat kegiatan baru yang bisa menambah kemampuanmu.


Hari Selasa
Bergaul dengan orang-orang yang mendukungmu
Menghabiskan waktu dengan anggota keluarga atau teman dekat tidak akan ada ruginya. Membuka lagi hubungan dengan teman-teman lama bisa menjauhkan kamu dari kebosanan rutinitas sehari-hari.

Hari Rabu
Manjakan Tubuh

Obat yang paling mujarab buat badan sehat adalah berolahraga. Daripada minum alkohol, merokok dan menghisap narkoba, jauh lebih baik dan bermanfaat kalau kita banyak minum air putih, makan makanan yang sehat dan istirahat yang cukup.

Hari Kamis
Sumbangkan Dirimu
Maksudnya adalah memberikan waktu dan tenaga kita untuk kepentingan sosial. Banyak riset membuktikan, kalau kita bisa membantu orang lain sedikit banyak rasa percaya diri kita juga bertambah. Efek positif lainnya adalah kamu bakal nambah teman baru lagi (asyik kan !).

Hari Jumat
Perluas Cakrawalamu
Apalagi kalau bukan dengan mengembangkan bakat dan minat kita, macam ikut les musik, main ke galeri, baca buku atau buat catatan harian.

Hari Sabtu
Hargai diri sendiri
Ini yang penting dan butuh keseriusan kita. Mulailah bersikap ramah kepada diri sendiri dan hargai usaha sekecil apapun yang pernah kita lakukan. Buang deh pikiran-pikiran negatif tentang diri kita. Lebih baik kita mikirin 'harta karun' yang selama ini terpendam, macam bakat, kemampuan, penghargaan atau hadiah yang pernah kita dapat. Sewaktu-waktu kita lagi 'down' alias bete, kumpulan harta tersebut bisa menghibur hati. Cara terbaik untuk mencegah terkena penyakit mental adalah belajar untuk menyayangi diri sendiri. Kalau kita sudah sayang dengan diri sendiri maka otomatis dong kesehatan mental kita juga akan dalam kondisi prima.

Selamat mencoba ya !

15 April 2008

MEMBANGUN KEPEMIMPINAN HIDUP

Apakah kepemimpinan itu bakat yang dibawa sejak lahir atau diciptakan melalui proses pembelajaran? Perdebatan tersebut sebenarnya sudah berakhir dengan kesimpulan bahwa seorang pemimpin harus diciptakan melalui proses pembelajaran, pelatihan, atau pendidikan. Dalam kehidupan anda, yang paling hampir bisa dipastikan, anda akan menjadi pemimpin keluarga.

Setiap orang ditakdirkan menjadi pemimpin meskipun pada saat yang sama setiap orang membutuhkan pemimpin ketika ia harus berhadapan untuk menciptakan solusi hidup di mana kemampuan, keahlian, dan kekuatannya dibatasi oleh sekat yang ia ciptakan sendiri dalam posisinya sebagai bagian dari komunitas. Tidak saja negara yang diwarnai demontrasi brutal, tetapi institusi keluarga pun jika kepemimpinan tidak ditemukan, maka kesanggupannya hanya melahirkan bayi-bayi biologis tanpa warisan nilai.


Seberat apapun tugas anda sebagai pemimpin, terlepas dari formal - non formalnya atau skala besar - kecilnya, maka yang perlu anda lakukan adalah menciptakan persiapan sempurna menjelang peluang menjadi pemimpin datang. Persiapan adalah bagian dari solusi mental sebelum solusi konkrit harus anda lakukan. Bahkan seringkali peluang apapun baru bisa anda dapatkan setelah anda memiliki persiapan mental yang layak untuk menerimanya. Sayangnya bagi sebagain besar individu terkadang justru peluang yang dikejar habis-habisan sementara persiapan mental tidak dilakukan. Contoh kecil misalnya saja dalam pernikahan. Kenyataannya, faktor yang menjadi tolak ukur bagi suatu pernikahan bukanlah usia atau materi meskipun keduanya syarat mutlak, tetapi tetapi lebih itu adalah persiapan untuk menerima moment tersebut.

Menyangkut masalah persiapan maka pilihan sepenuhnya berada di bawah kontrol anda; apakah anda mempersiapkan diri sebagai pemimpin atau sama sekali tidak mempersiapkannya. Moment tersebut akan menjemput anda dan konsekuensinya tergantung dari pilihan yang anda ciptakan. Karena kepemimpinan hidup berupa achievement, bukan gift, maka yang perlu anda persiapkan adalah melakukan perbaikan kepemimpinan dari dalam diri anda. Tentang bagaimana proses alamiah yang harus anda jalani, ikutilah beberapa langkah berikut:

1. Belajar Siap Dipimpin
Dalam hal kepemimpinan, dunia ini hanya memberikan dua pilihan antara anda dipimpin atau memimpin sesuai dengan kapabilitas, kualitas, dan kekuatan anda. Kekacauan akan segera terjadi ketika anda dipimpin tetapi melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan pemimpin atau sebaliknya.

Untuk menjadi pemimpin, maka anda harus mengawalinya dengan kesiapan untuk mau dipimpin. Dalam organisasi, bawahan yang tidak siap dipimpin akan kehilangan kesempatan emas untuk mempelajari bagaimana kelak ia akan menjadi seorang pemimpin. Seluruh waktu dan energinya dihabiskan hanya untuk menciptakan reaksi-reaksi sesaat yang sia-sia. Di bidang politik seringkali terjadi kepemimpinan yang diraih dengan cara yang melupakan proses kesiapan dipimpin akan berakhir dengan cara yang sama dengan ketika ia mendapatkannya.

Sebelum anda memimpin orang lain, maka wujud dari kesiapan untuk dipimpin adalah begaimana memimpin diri anda (Personal Mastery). Wilayah yang harus anda kuasai adalah self understanding (pemahaman diri) dan self management (pengelolaan diri) yang meliputi perangkat nilai hidup, tujuan hidup, misi hidup anda. Kedua kemampuan tersebut akan mengantarkan anda menuju pola kehidupan beradab dan efektif. Dengan kata lain, self understanding dan self management pada saat anda dipimpin akan menciptakan tradisi hidup sehat di mana fokus adalah tujuan akhir, bukan lagi egoisme posisi jangka pendek tetapi realisasi misi. Jika tujuan akhir anda adalah kemajuan dan kebahagian, maka tinggalkan tradisi "Ngerumpi" tentang begitu jelasnya kesalahan hidup yang dilakukan oleh pemimpin anda sehingga akan menjadikan anda kabur melihat sesuatu yang perlu anda lengkapi untuk mempersiapkan diri menjadi pemimpin.

2. Belajar Mampu Memimpin
Sebutan pemimpin terlepas dari perbedaan definisi, perbedaan status formal dan non-formal, perbedaan strata atau job title-nya, mengarah pada satu pemahaman sebagai sumber solusi suatu urusan. Jadi pemimpin adalah orang yang isi pikirannya berupa solusi bukan masalah yang ia rasakan. Maka syarat mutlak yang bersifat fundamental adalah memiliki paket keahlian dan paket kekuatan. Paket keahlian merujuk pada kualitas personal yang sifatnya internal mulai dari skill, knowledge, attitude, atau lainnya sedangkan paket kekuatan merujuk pada power yang bisa berbentuk kekayaan, networking, atau mungkin kekuatan fisik. Keahlian berguna untuk memimpin kelompok ahli sementara kekuatan berguna untuk memimpin khalayak umum.

Kedua paket tersebut yang menjadikan pemimpin sebagai pemilik suatu urusan bukan lagi menjadi bagiannya, mulai dari urusan pribadi, khalayak, system, atau kiblat hidup orang banyak. Karena sebagai pemilik urusan, maka harga seorang pemimpin senilai dengan harga jumlah orang - orangyang dipimpinnya. Satu Mahatma Gandhi atau satu Soekarno nilainya sama dengan jutaan manusia yang mengkuasakan urusan kehidupan kepadanya.

Di dunia ini tidak ditemukan calon pemimpin yang siap pakai. Tetapi bisa diselesaikan dengan cara belajar mengembangkan diri. Pemimpin yang berhenti mengembangkan keahlian dan kekuatannya maka akan muncul fenomena di mana tantangan kepemimpinan lebih besar dari kapasitasnyasehingga akan cepat sampai pada titik di mana ia harus di-disqualified-kan untuk segera diganti. Mengapa? Karena semua keputusan yang dihasilkan dari kepemimpinannya ibarat bumbu ayam goreng yang hanya dipoleskan pada permukaan sehingga rasanya tidak menyeluruh atau meresap hingga ke dalam daging ayam tersebut.

Setiap orang tua pernah menjadi anak-anak, setiap atasan pernah menjadi bawahan tetapi tidak semua orang tua dan atasan mampu memimpin ketika ia dinobatkan menjadi pemimpin. Banyak alasan mengapa hal itu terjadi yang antara lain karena keputusan kepemimpinannya kehilangan konteksatau keahlian dan kekuatan memimpin yang digunakan sudah tidak lagi berlaku pada zamannya alias sudah kadaluwarsa. Ketika anda memimpin pahamilah isi pikiran anda ketika menjadi bawahan; ketika anda menjadi atasan jangan lantas melupakan bagaimana anda dahulu menjadi bawahan. Selain itu gunakan keahlian dan kekuatan yang masih relevan untuk kondisi saat itu.

3. Materi Kepemimpinan
Institusi atau organisasi apapun yang anda pimpin, termasuk kehidupan anda, membutuhkan materi yang bisa dipelajari untuk kemudian diajarkan kepada pihak yang anda pimpin. Karena semua orang sudah ditakdirkan menjadi pemimpin, maka secara pasti anda memiliki materi kepemimpinan hidup yang bisa diajarkan. Kendalanya, di manakah file materi hidup itu anda simpan? Filing materi yang tidak sistematik akan menyulitkan anda untuk me-recall-nya ketika materi tersebut harus anda ajarkan. Karena tidak anda temukan file-nya, maka setiap kesalahan orang yang anda pimpin akhirnya diselesaikan tergantung mood.

Kenyataan membuktikan, ketika orang tua tidak menemukan file materi untuk diajarkan kepada putra-putrinya; ketika atasan tidak menemukan file materi untuk diajarkan kepada bawahannya, maka putra-putri atau bawahan anda akan diajar oleh pihak lain. Hal ini tidak menjadi masalah selama pengajaran pihak lain mendukung harapan anda, tetapi bagaimana kalau pengajarannya bertentangan seratus persen dengan nilai, keyakinan, visi, misi anda? Bukan lagi sekedar persoalan yang pantas disalahkan tetapi juga terkadang memalukan. Putra-putri perlu dididik, bukan sekedar diberi makan; bawahan perlu diberdayakan, bukan sekedar diawasi sebab anda di mata mereka adalah pemimpin yang berarti "The world".

Bagi orang tua, materi yang anda ajarkan kepada putra-putri itu punya daya akses langsung ke karakter melalui alam bawah sadar. Inilah sebenarnya makna yang harus dipahami ketika anda setuju bahwa keluarga punya peranan penting membentuk karakter anak. Terkadang anda tertipu dengan rule of habit yang sudah habis masa berlakunya yang mengatakan bahwa buah akan jatuh tidak jauh dari pohonnya. Padahal ada angin kencang yang membawa buah itu jatuh ke tempat yang jauh dari pohonnya. Ini berlaku juga untuk wilayah lain mulai dari bisnis, politik, pendidikan dan lain-lain. Oleh karena itu siapkan diri anda dengan materi dan file yang baik sehingga akan menghasilkan buah yang baik pula.
Semoga berguna

10 April 2008

MERINTIS HOBI MENULIS

Ada banyak alasan yang mendasari orang untuk memilih hobi menulis, misalnya agar perasaan, pikiran, dan pengalaman pribadinya bisa dituangkan dalam tulisan yang indah dan dapat dinikmati oleh orang lain. Atau, ada juga yang berharap hobi ini bisa mendatangkan penghasilan tambahan.

NAMUN, kadang untuk memulai hobi yang satu ini tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Ide penulisan dan kesulitan dalam merangkai kalimat yang baik kerap menjadi penghalang saat hendak mulai menulis. Kalau anda termasuk orang yang sering mengalami hal ini, berikut beberapa hal yang patut dicoba.

1. Menentukan tema penulisan dan cobalah untuk mempersempit tema tersebut. Misalnya kalau hendak menulis tentang pengalaman sehari-hari. Coba dipersempit dengan menceritakan perjalanan dari rumah ke kantor saja. Dan jangan lupa untuk selalu fokus saat menulis, karena kadang ada “godaan” untuk mengingkapakan hal lain diluar tema tersebut.

2. Bawalah catatan kecil dan sebuah alat tulis kemanapun anda pergi, bahkan hendak tidur sekalipun. Hal ini dimaksudkan agar saat muncul sesuatu yang menarik anda bisa segera mencatat secara singkat untuk kemudian dituangkan dalam tulisan. Jangan hanya mengandalkan ingatan untuk hal yang satu ini. Ingat selalu pepatah yang mengatakan, “the palest ink is better than the best memory” (tinta yang kabur sekalipun lebih baik daripada ingatan yang paling tajam).

3. Sering-seringlah membaca buku, majalah, koran, dll. Secara tidak lansung hal ini akan membantu anda dalam menemukan kosa kata yang baru. Pola penulisan, bahkan tak menutup kemungkinan ide-ide yang baru.

Demikian pula untuk banyak bersosialisasi dengan orang lain, saling berbagi cerita atau pendapat. Dari sini Anda tentu akan mendapat masukan-masukan serta pandangan baru tentang dunia dan lingkungan di sekeliling yang bisa mendukung hobi menulis.

4. Saat menulis, dianjurkan untuk menuangkan semua yang ada dalam pikiran tanpa perlu khawatir tulisan anda tidak runut dan tidak enak untuk dibaca. Nanti setelah semua selesai istirahat sejenak untuk kemudian membaca tulisan yang tadi dibuat. Dari sini tentu akan lebih terlihat bagian mana yang perlu diedit dan mana yang tidak.

5. Tetap tenang agar peka pada lingkungan sekitar yang menjadi sumber inspirasi, dan jangan lupa selalu terbuka pada kritik yang datang.

Selamat Mencoba ya, walaupun dari hal yang kecil atau sepele.

08 April 2008

DUNIA MEMANG SUDAH GILA

Sangat tepat jika kita awali dengan mengakui bahwa dunia ini kacau dan gila. Dunia ini benar-benar tidak layak.

Kita sedang mengotori diri kita sendiri menuju sebuat sudut. Seluruh sistem natural kita mengalami kemunduran. Pertumbuhan kependudukan kita semakin tinggi sehingga bumi mungkin tidak lagi mampu menampungnya. Kita bertindak seolah sumber-sumber yang kita miliki akan kekal selamanya, ketimbang mengisinya dan membangun suatu masa depan yang kokoh.

Jika terjadi kemajuan dalam hal pengurangan senjata nuklir, masih ada puluhan ribu peledak senjata nuklir di planet ini – cukup untuk membunuh laki-laki, perempuan dan anak-anak tiga atau empat kali. Seratus bom nuklir, yang meledak di kota, bisa menimbulkan awan gelap yang cukup untuk menutup sinar matahari dan menghancurkan seluruh kehidupan di planet kita ini.

Makanan yang dihasilkan diseluruh dunia ini cukup untuk memberikan kalori yang memadai untuk setiap orang yang menghuni planet ini. Namun, ratusan ribu orang meninggal setiap tahun karena kelaparan dan satu milyar manusia di planet kita ini mengalami kekurangann bahan makan secara signifikan. Jutaan orang menderita penyakit, sementara kita telah memiliki obatnya.

Kita mengatakan, masa depan bergantung kepada anak-anak kita, tetapi kita tidak meluangkan waktu untuk mereka. Waktu yang diluangkan orang tua untuk menjalin interaksi yang bermakna dengan anak-anak mereka diukur dengan hitungan menit untuk setiap harinya, sementara waktu yang dihabiskan anak untuk menonton televisi diukur dengan hitungan jam. Kita mengharapkan sekolah-sekolah kita akan mengerjakan pekerjaan yang tidak kita kerjakan di rumah, tetapi kita membayar guru sekolah dengan prosentase yang kecil daripada yang kita bayarkan untuk atlet profesional. Kita berhasil meluluskan ratusan ribu siswa setiap tahun yang tidak bisa membaca diploma sekolah menengah mereka sendiri.

Kita menginginkan negara kita dibangun hingga mencapai kejayaan, tetapi siapa yang anda tahu seringkali lebih penting dari apa yang anda tahu. Kita mengatakan kita adalah masyarakat yang menjunjung kesetaraan, tetapi minoritas rasial dan etnik harus berjuang untuk memperoleh kesetaraan yang tidak pernah mereka dapatkan.

Banyak orang berpaling dari nilai-nilai kemanusiaan yang menopang seluruh generasi sebelum kita. Beberapa orang memutuskan bahwa segala sesuatu adalah relatif dan subyektif. Terhadap segala hal itu tidak melekatkan makna apapun dan kemudian mereka memprotes bahwa kehidupan ini hampa dan tidak bermakna.

Kemudian kerusakan lingkungan hidup juga semakin parah, sehingga menimbulkan lahan kritis semakin luas dan dampaknya menimbulkan beraneka ragam bencana alam serta pemanasan global yang semakin parah. Berbagai upaya dilakukan untuk menguranginya, namun tetap saja ada pihak-pihak yang melakukan pengerukan untuk memperkaya diri sendiri dan kroni-kroninya.

Ya, dunia ini gila. Jika dunia terlihat tidak layak bagi anda, anda benar. Dunia ini sesungguhnya tidak layak. Yang terpenting bukan soal bagaimana kita menghujatnya. Yang terpenting bukan menghilangkan harapan. Namun yang terpenting bahwa : Dunia ini tidak layak, tetapi anda bisa melakukan sesuatu yang layak. Anda bisa menemukan makna personal.

07 April 2008

MENGEMBANGKAN RUANG DIALOG KEMANUSIAAN

Kebutuhan akan pemahaman dan perspektif bersama tentang berbagai hal yang terjadi di sekitar kita kini semakin mendesak, khususnya menyangkut isu-isu strategis sekaligus sensitif akhir-akhir ini. Kita melihat ada kecenderungan kuat dalam segmen masyarakat kita untuk membuat skenario tentang perubahan sosial sedemikian rupa, sehingga menjadi semacam roda besi yang melahirkan “self-fulfilling prophecy” yang kemudian mengkristal dalam kenyataan yang seolah-olah benar-benar terjadi. Semuanya bermuara pada cerita tentang gerakan “anti-kemapanan” dan berbagai bentuk kekerasan. Orang digiring untuk percaya pada keyakinan seperti itu. Keberhasilan sebuah dialog sesungguhnya akan lebih banyak ditentukan oleh terciptanya komunikasi yang bebas dalam semangat yang lebih rasional dan berbobot akademis, agar bisa memperoleh pemahaman bersama yang lebih berwajah damai dan sekaligus memberi harapan. Kesemuanya itu diharapkan mampu menghidupkan komitmen yang lebih reformatoris, segar, arif, penuh damai, realistis, dan manusiawi terhadap berbagai upaya menangani masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan di sekitar kita.

Saat ini kita menghadapi masa yang penuh ketidakpastian serta keraguan sosial yang tinggi. Kita menghadapi aneka macam tarikan perubahan ke arah yang tidak menentu. Kekecewaan dan konflik tak bisa dihindari. Saling tuduh dan saling tak percaya telah melahirkan benturan-benturan sosial. Usaha untuk saling menyingkirkan dan saling menolak merebak di hampir semua sektor kehidupan. Birokrasi, militer, partai politik, para pelaku ekonomi, mahasiswa, LSM, para tokoh agama, dan kaum intelektual cenderung mencari pembenaran sikapnya sendiri-sendiri. Keadaan ini mencerminkan kekosongan intelektual yang meletihkan dari proses mobilisasi yang non-komunikatif, di mana keikutsertaan warga masyarakat sering dinafikan dan tidak dipedulikan.

Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa dialog yang ingin dihadirkan adalah merupakan sebuah miniatur dari dialog nasional yang kita dambakan bersama. Kita perlu mencari persepsi serta perspektif baru untuk melawan apatisme, rasa gamang, putus asa dan rasa takut menghadapi ketidakpastian masa depan. Karenanya, upaya untuk merangkum keberbagaian tema aktual dalam rangkaian yang utuh merupakan sebuah kebutuhan yang mendesak. Proses ini sekaligus akan merupakan langkah penjajagan terhadap kesiapan kita mengenali masalah-masalah yang akan dihadapi oleh daerah kita di masa depan. Kemampuan kita untuk mengenali masalah-masalah tersebut akan sangat tergantung pada kualitas dan integritas pergulatan kita. Kita pun tidak mau bermimpi bahwa semua kemungkinan yang bakal terjadi di masa depan adalah kemungkinan yang baik.

Lalu, di mana tempat agama dalam keadaan carut-marut yang serba tidak pasti ini? Di satu pihak, tantangan proses globalisasi menempatkan agama dalam sebuah tantangan radikal. Ruang lingkup agama tidak bisa lagi dibatasi dalam lingkaran lokal-primordial seperti di waktu dulu. Sekarang ini agama-agama ditantang untuk berpikir global, menjadikan umat manusia secara keseluruhan sebagai subyek bagi kiprah dan pelayanannya. Tak mungkin lagi sebuah teologi mampu merangkum pengalaman global dengan dasar dan ruang lingkup pemikiran lokal. Di pihak lain, berbagai persoalan pada aras lokal dan nasional membuat para tokoh agama terjebak dalam lingkaran dilematis dari primordialisme yang melahirkan proses fragmentasi di banyak bidang kehidupan. Sebagai pemberi legitimasi bagi kebijakan tertentu, misalnya, agama berada dalam jalan simpang untuk melakukan peran yang lebih produktif di masa depan.

Mendesaknya kebutuhan suatu dialog bersama ini semakin menemukan momentumnya pada saat kita sebagai suatu entitas daerah (dan bangsa) akan memasuki era globalisasi dan otonomi daerah – dua hal yang sebenarnya saling kontradiksi namun akan kita jalani dan rasakan berikut akibat dan konsekuensinya. Menghadapi situasi politik di negeri kita akhir-akhir ini, kita dipaksa berpikir ekstra keras untuk merumuskan wawasan yang lebih luas untuk memahami realitas yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari serta mengantisipasi berbagai kemungkinan perubahan yang bakal terjadi di masa depan. Tanpa itu, maka diskursus kita akan dipenuhi dengan pemahaman yang justru akan semakin menjauhkan kita dari realitas sesungguhnya. Dan semakin jauh dari realitas kita akan semakin terbentur pada kecenderungan cara berpikir yang kian menyempit dan mengeras.

Yang kita perlukan adalah terobosan pembaruan ke depan yang mengatasi kelemahan pola dan perangkat berpikir kita serta mempertimbangkan kembali pendekatan yang sudah usang untuk memahami peristiwa-peristiwa sosial yang baru. Tanpa pembaruan pemikiran, mustahil bisa dilakukan terobosan terhadap status-quo kehidupan politik sekarang. Pada ujungnya, bisa menjadi penyebab bagi gagalnya usaha nasional untuk melakukan reformasi kehidupan bersama yang lebih responsif terhadap tuntutan proses demokratisasi yang terus berkembang. Untuk itu, yang diperlukan bukan hanya sekadar terbukanya akses guna memperoleh informasi, akan tetapi yang lebih penting adalah untuk menciptakan komunikasi timbal balik yang lebih terbuka antara semua pihak dengan penentu kebijakan.

Kita membutuhkan wacana yang jujur, kritis dan berorientasi ke masa depan, di mana segala bentuk keresahan, kebingungan dan ketidakpastian serta pertanyaan-pertanyaan bisa diterima secara positif. Adalah bertentangan dengan tradisi moral manapun untuk memerangi keresahan sosial dengan mengandalkan alat-alat kekerasan. Kesewenang-wenangan dan kekerasan harus dihindari. Yang hendak kita bangun adalah moral yang tegap untuk mengatasi ketakutan, keputus-asaan, frustrasi dan permusuhan di tengah masyarakat yang kita hadapi hari demi hari. Serta mampu menyelenggarakan percakapan yang dialogis yang bisa mengurai persoalan dengan gamblang. Dan bisa bertanya-tanya dengan cara yang beradab. Merenggut sikap apriori dari diri sendiri, serta melangkah ke depan secara lapang dengan membangun apresiasi terhadap pihak lain.

NASIB

Persoalan nasib masih akan tetap menjadi perdebatan sengit meski sampai hari kiamat tiba. Sebagian memahami sifatnya yang passive-constant dan mutlak, sementara sebagian lagi memahami sifatnya yang active-dynamic dan changeable (dapat diubah). Tidak berhenti pada titik itu saja, beberapa pertanyaan juga timbul, misalnya apakah anda diberi kebebasan untuk menciptakannya atau hanya kekuatan Tuhan lah yang memiliki hak menciptakannya. Masih banyak lagi bentuk kontroversial yang menyelimuti tentang nasib.

Apapun pemahaman atau pendapat anda tentang nasib maka tetap saja tidak ada jaminan kemutlakan apakah pemahaman tersebut benar atau salah, sebab untuk hal-hal tertentu memang banyak alasan yang membuat anda meyakini kebenaran dari pemahaman yang anda miliki. Dalam konteks tersebut maka menurut saya bukanlah perjuangan yang sangat penting untuk membawa persoalan pemahaman nasib ini ke meja perundingan agar bisa diciptakan pemahaman tunggal yang representative, karena hampir dipastikan bahwa hal itu tidak akan bisa dicapai.

Terlepas dari kontroversi diatas, dalam tulisan ini saya ingin mengajak anda memahami nasib dari suatu perspektif tertentu. Kalau anda menjadikan kehidupan ini sebagai materi belajar, maka cobalah memahaminya dari sudut perspektif logika: “Pilihan dan Konsekuensi”. Hal itu senada dengan watak kehidupan, seperti yang pernah ditulis oleh Jermy Kitson dalam sebuah artikelnya: "Destiny is not a matter of chance, it is a matter of choice. It is not a thing to be waited for, it is a thing to be achieved".

Ketentuan tentang surga dan neraka pun sebenarnya tidak lepas dari faktor memilih di mana akal, hati, perasaan, pikiran telah disedikan supaya anda menjadikannya alat untuk memilih. Kalau pilihan anda adalah berupa pemahaman bahwa nasib bersifat passive-constant dan sudah menjadi hak bagi kekuatan x di luar diri anda (meskipun tidak berarti benar atau salah), maka pilihan tersebut melahirkan konsekuensi berupa tanda seru yang menyuruh anda berhenti membicarakan apalagi mengubahnya.

Sebaliknya jika anda memilih untuk memahami bahwa nasib bersifat active-dynamic dan changeable (meskipun tidak berarti benar-salah), maka pilihan tersebut mempunyai konsekuensi bahwa anda diperintah untuk menemukan jawaban-jawabannya. Di sinilah sesungguhnya makna belajar terjadi . Seperti dinyatakan oleh para tokoh pengembangan diri, termasuk Charles Handy yang mengatakan: “The real learning is self discovery by exploration”. Belajar berarti mengubah situasi ke arah yang lebih baik berdasarkan proses kemampuan anda.

Dengan memahaminya sebagai materi pembelajaran diri maka nasib adalah situasi tertentu yang terjadi secara repetitive akibat dari pilihan anda terhadap mindset (pola pikir) tertentu. Seperti anda ketahui, mindset adalah satu perangkat software yang cara kerjanya telah memberi ilham pencipta komputer atau mesin fotocopy di mana print-out atau hasil copy-an adalah bentuk fisik dari kandungan materi di dalam layar. Artinya realitas eksternal bukanlah matter of real tetapi lebih merupakan matter of attitude, atau meminjam istilah Stephen Covey, “Apa yang tampak di luar diciptakan dari apa ada yang di dalam”. Nah, berangkat dari logika tersebut, maka perubahan nasib harus dimulai dari mengubah konstruksi dan substansi software anda. Untuk mengubahnya pelajarilah materi hidup berikut.

1. Kesadaran
Sampai tahun 2003 nanti berakhir, kemungkinan besar masih terdapat sembilan wilayah hidup yang dianggap sebagai wilayah berharga di mana warna-warninya ditentukan berdasarkan warna mindset. Kesembilan wilayah hidup tersebut antara lain: kesehatan fisik, kewibawaan professional, kemakmuran finansial, keharmonisan hubungan, ketenangan spiritual, keseimbangan mental, keharuman reputasi moral, kewibawaan kelas sosial, dan apa yang digolongkan oleh lingkungan sebagai calon penghuni surga. Kalau kaitannya dengan nasib, pertanyaan yang patut anda renungkan adalah bagaimana kesadaran anda mendifinisikan hal-hal tersebut yang secara repetitive terjadi di dalam hidup anda selama ini.

Dalam hal keuangan, apakah anda selama ini merasakan kemakmuran atau kemelaratan? Apakah anda tipe manusia yang mudah terserang penyakit atau sebaliknya? Apakah anda seorang yang mudah mendapatkan pekerjaan atau sebaliknya? Apakah anda tipe orang yang setiap kali mengakhiri hubungan dengan konflik atau sebaliknya? Apakah anda selama ini digolongkan orang yang layak dipercaya atau sebaliknya? Apakah anda diperlakukan sebagai individu dengan kelas sosial tinggi atau sebaliknya? Apakah anda merasa selama ini orang yang sering rugi atau sebaliknya. Berilah definisi dari kedua situasi yang menyimpan perbedaan diametral tesebut. Terimalah semuanya itu dengan kesadaran tinggi apapun definisi yang anda miliki.

Pertanyaan kedua dan paling mendasar bagi anda adalah mengapa keadaan tersebut berlangsung secara berulang-ulang sehingga nampak seperti kemutlakan atau pengecualian. Bahkan terkadang perubahan sekuat apapun yang dilakukan, tetap tidak menembus pada akar pokoknya. Hampir dapat dipastikasn bahwa penyebabnya adalah karena akar pokoknya bukan pada persoalan mengubah situasi eksternal melainkan meningkatkan (upgrading) kualitas personal. Mengapa tidak banyak orang miskin menjadi kaya, tidak banyak orang bodoh menjadi pintar, tidak banyak orang yang berkasta sosial rendah menjadi kasta kelas satu? Padahal mereka awalnya menggunakan udara yang sama untuk bernafas dengan orang kaya, orang pintar, atau orang terhormat.

Itulah kebenaran logis yang bisa anda jadikan rujukan bahwa kualitas internal menentukan situasi eksternal. Jika anda bernai jujur maka akan nampak bahwa bukan kemakmuran yang sulit anda dapatkan, tetapi karakter kemelaratan yang terus menyelimuti bahkan anda keloni. Bukan kebahagian yang tidak anda temukan, tetapi rasa nestapa dan rasa tidak memiliki harga diri yang tidak mampu anda lawan. Bukan pekerjaan yang sulit didapatkan tetapi karakter dan keyakinan penganggur yang belum sepenuhnya anda lawan. Jadi persoalannya lebih kepada “how do you feel about youself?”. Dan itulah “the mindset”, yang perubahannya menjadi awal dari perubahan nasib.

2. Kepemilikan
Kesadaran bahwa anda sudah memiliki definisi tertentu tentang nasib anda baru berupa angka nol tetapi tidak berarti sia-sia, karena dari angka tersebut semua hitungan dimulai. Untuk mengubah nasib anda ke arah yang lebih baik, anda masih membutuhkan angka satu, dua, dan tiga. Dan sekali lagi jangan lupa, perubahan tersebut harus dimulai dari dalam bukan dari perubahan konstruksi keadaan di luar. Langkah anda mengubah situasi eksternal bisa jadi hanya mampu mengubah format situasi tetapi ujung-ujungnya kembali lagi pada pola nasib anda semula.

Angka satu yang anda butuhkan adalah merebut kepemilikan hidup. Kepemilikian adalah full responsibility and ownership. Andalah yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di dalam hidup karena andalah yang memilikinya. Jika kepemilikan tidak pernah terjadi pada anda maka kemungkinan besar karena anda menggunakan naskah hidup orang lain atau anda menyerahkan naskah tersebut kepada orang lain. Hal itu menyebabkan muatan mindset anda adalah anda bisa berubah kalau lingkungan atau ada orang lain mengubah anda. Praktek yang sering terjadi adalah berupa penudingan kepada pihak lain atas sesuatu yang menimpa anda, meskipun bisa jadi benar, tetapi jika anda telaah secara cermat dan jujur pernahkah penudingan tersebut berhasil mengubah kehidupan anda ke arah yang lebih baik?

Penudingan atau blaming others sama artinya dengan memberi peluang kepada pihak lain untuk mengontrol kehidupan anda. Oleh karena itu amatlah penting bagi anda untuk segera menjadi master bagi kehidupan pada saat anda mulai merebut tanggung jawab hidup. Dari sinilah perubahan akan dimuali. Begitu sudah tertanam rasa tanggung jawab yang penuh atas hidup anda, maka kekuatan yang muncul berupa kekuatan untuk menciptakan situasi tertentu bukan kekuatan untuk membiarkan situasi terjadi. Penyebab yang paling dominan mengapa nasib buruk bisa terjadi secara berulangkali adalah karena anda membiarkan situasi tersebut terjadi dan telah masuk ke dalam sistem keyakinan anda bahwa bukan menjadi tanggung jawab anda untuk mengubahnya.

3. Kristalisasai
Seperti apakah perubahan nasib yang anda kehendaki jika anda telah menerima definisinya dan bertanggung jawab penuh untuk menciptakan perubahannya? Perubahan bukanlah tempat di mana anda akan menginjakkan kaki terakhir atau Island of end, tetapi lebih merupakan manner of traveling. Sama juga dengan kesuksesan hidup bahwa ia bukanlah destination, akan tetapi the process of how. Karena berupa quality of process, maka jangan sampai anda masuk ke dalam perangkap utopis yang menawarkan kata-kata ‘nanti’. Anda dibujuk untuk merencanakan perubahan setelah anda sukses atau tiba di island of end yang berarti tidak akan pernah terjadi.

Merubah situasi hidup identik dengan mengubah naskah hidup dan harus mulai anda lakukan dengan melawan paradigma ‘nanti’ sebagai pertanda bahwa anda tidak menunggu perubahan eksternal terjadi. Awalilah perubahan dengan mulai menulis naskah hidup kedua di atas kertas sejarah dengan tinta imajinasi dancat visualisasi. Naskah yang sudah anda pinjamkan kepada orang lain anggaplah sudah menjadi sejarah yang berarti pelajaran tetapi jangan sampai anda menjadi terbelenggu oleh keberadaannya. Anda membutuhkan imajinasi dan visualisasi mental tentang format perubahan nasib yang anda kehendaki.

Jika anda bertanya anugerah Tuhan yang jarang dimanfaatkan oleh bangsa dunia yang berkasta rendah, maka jawabnya adalah imajinasi dan visualisasi kreatif, meskipun dipersembahkan secara gratis. Akibatnya terciptalah tradisi yang menghargai tahayul ‘jangan-jangan’ ketimbang keberanian mengambil resiko; menghargai pasrah terhadap situasi ketimbang bereksplorasi. Padahal seluruh kemajuan membutuhkan perubahan, meskipun tidak semua perubahan melahirkan kemajuan.

Sekarang jika anda sudah tidak menemukan alasan lain untuk menafikan kebenaran bahwa semua kreasi manusia di alam ini diciptakan pertama kali oleh imajinasi mental mulai dari model kursi duduk sampai pesawat tempur, nah begitu juga dengan model perubahan yang ingin anda wujudkan. Kristalisasi mental adalah proses di mana anda menggunakan potensi imajinasi atau visualisasi tentang anda secara bayangan sampai ke tingkat mengkristal ke dalam karakter. Imajinasi adalah apa yang anda inginkan untuk terjadi, “the wanting to”, bukan apa yang anda miliki saat ini, “the fear from”. Jangan hidup di dalam sejarah dan di dalam realitas jika perubahan nasib menjadi agenda anda, tapi hiduplah dengan imajinasi anda untuk mengubah sejarah dan realitas.

Pemaparan diatas mungkin tidak lengkap dan masih tersedia cara-cara lain untuk bisa merubah nasib anda. Satu hal yang pasti adalah: Segeralah miliki kendali hidup diri anda sendiri. Jangan pernah menunggu orang lain merubahnya dan cobalah memulai semua itu sekarang juga.

04 April 2008

EMOSI

Setiap orang mempunyai emosi. Dari bangun tidur pagi hari sampai waktu tidur malam, kita mengalami berbagai macam pengalaman yang menimbulkan berbagai macam emosi pula. Misalnya saja, pada waktu makan pagi bersama keluarga, kita merasa gembira; dalam perjalanan menuju kantor, kita jengkel karena jalanan macet; setelah tiba di kantor, kita merasa malu karena terlambat; dan seterusnya. Semua itu merupakan emosi kita yangmenjadi bagian dari hidup kita.

Menurut William James, emosi adalah kecenderungan untuk memiliki perasaan yang khas bila berhadapan dengan objek tertentu dalam lingkungannya. Memang semua orang memiliki jenis perasaan yang sangat serupa, namun intensitasnya berbeda-beda. Emosi-emosi ini dapat merupakan kecenderungan yang membuat kita frustrasi, tetapi juga dapat menjadi modal untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan hidup. Itu tergantung emosi mana yang kita pilih dalam reaksi kita terhadap orang lain, kejadian-kejadian dan situasi di sekitar kita.

Agar kita dapat memilih emosi yang dapat membantu kita meraih kebahagian dan keberhasilan hidup, kita harus melihat bagaimana emosi mempengaruhi diri kita. Kita harus tahu bagaimana mekanisme emosi kita, sebelum kita dapat memilih mana emosi yang menghambat kemajuan kita dan mana emosi yang membantu kita. Seperti halnya mesin mobil, kalau kita tahu mesin dan cara kerjanya, maka bila mobil itu mogok, kita akan dapat mengatasinya dengan lebih baik daripada kita tidak tahu sama sekali tentang mesin. Demikian pula halnya dengan emosi, kalau kita mengenal emosi-emosi kita dan mekanismenya, bila mendapatkan gangguan emosional, kita dapat mengatasinya dengan lebih baik.

Bagi pada pembaca yang merasa sering mendapatkan gangguan emosional atau merasa memiliki berbagai macam perasaan tetapi tidak tahu bagimana mengaturnya, mudah-mudahan bacaan berikutnya akan memperkaya Anda dan memberikan beberapa petunjuk yang dapat bermanfaat bagi Anda.

02 April 2008

MULTIKULTURALISME DAN PROSPEK REKONSILIASI DAYAK DI KALIMANTAN

Dayak bukanlah identitas yang mengacu pada satu komunitas saja. Bahkan kesepakatan tentang penggunaan istilah Dayak sendiri sesungguhnya belum tuntas. Lihat misalnya buku karangan Mikhail Coomans (1987) atau Herman Joseph van Hulten (1992) atau bahkan yang penulisnya adalah orang Dayak sendiri, Thambun Anyang (1998) yang semuanya menggunakan istilah ‘Daya’ bukan Dayak. Bahkan beberapa penulis lain ada yang menggunakan istilah Dyak atau Daya’. Versi manakah yang benar? Yang benar, istilah itu bukan berasal dari orang Dayak. Ia bukan istilah yang given melainkan gifted yakni istilah yang diberikan oleh orang lain. Dayak bukan primary ethnicity melainkan secondary ethnicity, yakni identitas yang digunakan orang Dayak dalam berhubungan dengan etnis lain daripada antarsesama Dayak. Adapun yang menyangkut beragamnya versi penulisan kata Dayak, mungkin juga merefleksikan salah satu aspek multikulturalisme tersebut.

Budaya Rumah Panjang
Seandainya budaya rumah panjang orang Dayak tidak dihancurkan dan dibiarkan hancur menjelang akhir 1960-an dan awal 1970-an, perang antaretnis yang marak belakangan ini akan lebih mudah dicarikan solusinya. Setiap rumah panjang yang terdiri dari puluhan KK itu (ada yang ratusan juga), memiliki seorang pemimpin atau Tuai Rumah (Dayak Iban). Peranan Tuai Rumah tidak seperti Kepala Adat sekarang yang dijadikan bawahan Kepala Desa (Gabungan) dan mengantongi SK dari bupati, meskipun di banyak tempat usaha ini tidak selalu efektif untuk memorak-porandakan kepemimpinan beberapa kepala adat yang ada. Tuai Rumah adalah pemimpin sejati yang berurat-berakar di komunitasnya, Komunitas Rumah Panjang. Ia memiliki akses terhadap aktivitas semua anggota komunitasnya termasuk apa yang mereka rasakan, inginkan, dan ekspresikan. Tindakan seorang warga komunitas pastilah diketahui oleh Tuai Rumah dan omongan Tuai Rumah didengarkan oleh warganya. Sangat kontras dengan omongan para tokoh adat sekarang yang kebanyakan tidak dihiraukan oleh komunitasnya. Warga komunitas rumah panjang yang bergerombol atau berkumpul dengan tujuan untuk melakukan sesuatu pun pasti sepengetahuan Tuai Rumah. Jadi, legitimasi kepemimpinannya jelas sehingga orang Dayak tidak mesti mencari-cari pemimpin lain seperti para panglima yang menjadi gejala umum sekarang (dan mulai menular ke etnis lainnya). Aparat keamanan dan para penegak hukum pun tidak usah repot-repot mencari provokator atau dalang, jika sesuatu terjadi.

Agar dapat melestarikan nilai-nilai budaya rumah panjang tersebut, dibutuhkan lingkungan fisik dan sosial yang mendukungnya. Rasa kebersamaan, saling percaya, dan semangat solidaritas yang sangat kuat dalam komunitas rumah panjang tidak bisa dibangun dari pintu ke pintu rumah warga yang tunggal seperti sekarang di bawah koordinasi Pak RT. Sebab untuk berkumpul dalam sebuah pertemuan saja, orang Dayak sekarang menuntut diberi surat undangan resmi dan tertulis, jika tidak, banyak di antara mereka tidak mau datang karena malu merasa tidak diundang.

Jadi, budaya rumah panjang menjamin adanya akses komunikasi yang efektif dan kepemimpinan yang jelas. Dua aspek ini sangat penting dalam proses penanganan sebuah konflik yang sedang terjadi.

Hukum Adat
Hukum adat dibuat untuk menciptakan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat berdasarkan norma-norma yang dianut. Sesuai dengan namanya, hukum adat berakar pada adat istiadat yang berlaku secara lokal, bukan hukum yang berkait berkelindan dengan tuntutan internasional dan global. Hukum adat jelas memiliki pula nilai-nilai universal, namun universalnya komunitas yang lokal. Hukum adat Dayak diberlakukan untuk mencegah tindakan-tindakan main hakim sendiri - dengan kekerasan maupun tidak - baik oleh warga komunitas yang bersangkutan maupun oleh warga luar terhadap komunitas tersebut. Orang Dayak sangat menghormati hukum adatnya dan dengan cara demikianlah mereka berhasil menyelesaikan 233 perkara secara adat dalam waktu dua bulan pada 1894 di Tumbang Anoi.

Masalah akan timbul bilamana hukum adat sekonyong-konyong, entah karena apa, menjadi seolah-olah tidak jalan, tidak sah, dan pintu keadilan lainnya pun (baca: supremasi hukum negara) menjadi mandul. Milik orang dirampas seenaknya, orang diusir, sumber kehidupannya dihancurkan, dan bahkan kadang-kadang dibunuh tanpa penyelesaian hukum yang jelas, atas nama ‘pembangunan’, ‘persatuan dan kesatuan’ atau ‘nasionalisme’. Kondisi ini akan membuat orang frustrasi dan bagi warga komunitas yang cenderung berpikiran sederhana, mereka biasanya tidak membutuhkan para provokator untuk mengambil alih hukum ke dalam tangannya sendiri, apalagi jika para provokator tersebut memang terbukti ada.

‘Universalitas’ hukum adat Dayak itu (yang berlaku di semua subetnis) ditandai dengan tidak dikenalnya hukuman mati dan karenanya tidak dikenal prinsip ‘nyawa ganti nyawa’. Jika orang Dayak membalas membunuh bilamana ada warga komunitasnya yang dibunuh, itu bukan karena prinsip ‘nyawa ganti nyawa’ melainkan karena keadilan telah dirampas dari mereka melalui mandulnya hukum adat yang mestinya berlaku atau hukum negara yang gagal berfungsi. Kalau hal itu terjadi sekali atau dua kali, biasanya tidak sampai memicu tindakan balas dendam. Namun, bila hal itu terjadi berulang kali apalagi sampai belasan kali oleh pelaku dari latar belakang yang relatif sama, maka orang menjadi sangat sensitif dan pembalasan sulit dihindari. Tengok saja pemerintah Amerika dan sekutunya yang mengklaim dirinya sebagai kampiun hak asasi manusia dan paling beradab, juga tidak bisa menghindarkan diri dari perangkap balas dendam tersebut.

Budaya Kolektif
Orang Dayak berpandangan bahwa alam ini adalah rumah bersama bagi semua makhluk, termasuk makhluk-makhluk yang tidak kelihatan. Karena itu, manusia tidak boleh memonopoli alam untuk kepentingan manusia semata. Atas prinsip inilah, unsur-unsur alam yang berseberangan dengan kepentingan manusia tetap harus diberi tempat untuk eksis. Makhluk-makhluk yang biasanya mengganggu kehidupan manusia seperti setan dan hantu juga diberi makan bilamana ada ritual yang berhubungan dengan hal tersebut diadakan. Harap diingat, bahwa memberi makan setan atau hantu tidak sama dengan ‘menyembah’ setan atau hantu; sama seperti jika kita memberi makan ayam, tidak berarti menyembah ayam. Intinya adalah, hubungan yang harmonis dengan semua unsur alam harus dipertahankan dengan memperlakukan semuanya secara proporsional dan adil, tidak dengan cara diskriminatif. Sebab semua yang ada di alam merupakan ciptaan Yang Maha Kuasa. Jika Yang Maha Kuasa saja memberi kesempatan bagi semua makhluk, apalagi manusia.

Prinsip kebersamaan dalam budaya Dayak ini tidak main-main. Ada pepatah Dayak yang mengatakan, ‘Anjing saja diberi makan, apalagi manusia’. Ada juga pepatah lain yang mengatakan, ‘Sesama saudara diajak makan, tamu diberi beras’. Maksudnya adalah penghormatan terhadap keberadaan manusia seperti apa adanya. Seorang tamu yang belum diketahui secara persis latar belakangnya, mungkin memiliki cara-cara makan yang berbeda dengan orang Dayak sehingga memberikan ‘bahan makanan’ dianggap sebagai keputusan yang paling bijaksana agar sang tamu dapat mengolah makanan dengan cara yang sesuai dengan keadaannya. Semangat kebersamaan orang Dayak itu secara efektif dapat pula kita lihat dalam berbagai perang antaretnis yang terjadi di Kalimantan. Dalam kondisi geografis yang terpencar-pencar di pedalaman serta sarana komunikasi dan transportasi yang sangat tidak memadai, orang Dayak dengan mudah berkumpul. Mangkok Merah yang sering dipublikasikan sebagai sarana komunikasi orang Dayak itu, bukan merek handphone. Ia cuma sebuah mangkuk dengan beberapa tetes darah ayam, sepuntung rokok, selembar bulu ayam, dan secarik daun kajang yang biasa dipakai sebagai bahan untuk membuat atap rumah. Mangkuk itu diedarkan dari kampung ke kampung dengan berjalan kaki dan berlari, bukan melalui pesan e-mail. Dengan cara itu, orang Dayak sudah akan berkumpul secara cepat dan dalam jumlah yang fantastis.

Transformasi dan Rekonsiliasi
Jika semangat kebersamaan terhadap semua makhluk dalam budaya Dayak begitu kuat, mengapa mereka bisa menjadi sangat intoleran seperti yang kita lihat dalam beberapa pertikaian etnis yang terjadi di Kalimantan? Jawaban atas pertanyaan ini telah berusaha diberikan oleh banyak pengamat, analis, wartawan, dan peneliti. Beberapa di antaranya adalah kebijakan monokulturisme Orba, ketidakadilan, benturan budaya, lemahnya supremasi hukum, pertarungan politik, dan penindasan. Tulisan ini tidak akan memperpanjang daftar tersebut, melainkan apakah multikulturalisme Dayak itu bisa mewujudkan sebuah Kalimantan yang damai dalam keberagaman?

Orang Dayak sering kali diidentikkan orang lain dengan kebiadaban, keprimitifan, keterbelakangan, kemiskinan, dan kebodohan. Waktu saya masih kecil dulu, seorang anak yang kena flu dan malas membuang ingusnya sehingga mengering di kedua pipinya, dikatakan, “Seperti anak Dayak saja kamu!” Di luar Kalimantan, banyak orang yang percaya (bahkan beberapa di antaranya sampai sekarang) bahwa orang Dayak itu berekor, membuat rumah di atas pohon, dan makan manusia mentah maupun masak.
Karena itu, jika ada perilaku orang yang idiot dan mengundang tertawaan, disebut dayak-dayakan (mudah-mudahan nama panggilan salah seorang pelawak terkenal itu tidak ada hubungannya dengan stereotipe ini). Beberapa media internasional pun masih mengeksploitasi stereotipe ini dalam pemberitaan mereka tentang berbagai peristiwa yang melibatkan orang dayak belakangan ini. Jika dibaca, style pemberitaan tersebut umumnya mengarah pada satu kesimpulan: orang Dayak itu semuanya pengayau dan makan manusia dan masih berlangsung hingga sekarang.

Ketika elite-elite politik berdebat tentang komposisi kabinet, orang Dayak tidak pernah disebut-sebut sebagai salah seorang yang harus ada wakilnya, terlepas dari berapa besar peranan mereka dalam menyumbang devisa kepada negara melalui hutan-hutan mereka yang diporak-porandakan dan budaya mereka yang dihancurkan. Toh, mereka sekarang sudah minoritas di Kalimantan dan yang lebih penting lagi belum ada yang cakap untuk menjadi pemimpin. Lagi pula, orang Dayak tidak pernah demonstrasi di Bundaran HI untuk diberi jatah kursi menteri, apalagi mengarak-arak bendera Kalimantan.

Dayak yang dulu beranggapan bahwa semua makhluk penghuni dunia harus diperlakukan dengan adil dan tamu-tamu harus disambut dengan ramah agar hidup mereka tenang dan damai, makin lama makin ragu. Kebaikan, kejujuran, dan kepolosan ternyata sekarang sudah tidak baik lagi. Orang sekarang main rampas, main ancam, main paksa, dan main bunuh. Siapa yang kuat dialah yang menang. Dunia sudah berubah; perilaku manusia cenderung kembali ke zaman nenek moyang yang mengayau dulu. Mereka belajar bahwa supaya bisa tetap eksis, mereka harus berani melawan. Pemerintah pun sekarang tidak bisa dipercaya lagi untuk memberikan perlindungan dan keadilan kepada mereka, termasuk para polisi dan tentara. Lihat saja tindakan perampasan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar terhadap tanah dan tempat tinggal mereka, semuanya dilakukan dengan izin resmi berdasarkan hukum pemerintah dan di-back-up oleh aparat. Hukum adat mereka sendiri tidak diakui, apalagi ditaati. Akibatnya mereka merasa disingkirkan, dikorbankan.

Karena itu, untuk menciptakan sebuah Kalimantan yang damai, pertama-tama kedilan harus ditegakkan. Keadilan tidak hanya menyangkut masalah ekonomi; tidak juga dengan memberikan otonomi yang hanya ditafsirkan sebagai melimpahkan penguasaan atas sumber daya ekonomi kepada pemerintah daerah. Keadilan adalah masalah eksistensial dan eksistensi menyangkut harkat dan martabat manusia yang melampaui aspek ekonomis semata.

Hukum adat yang merupakan wahana penyelesaian setiap permasalahan secara damai dan non-violence dalam masyarakat adat, mestinya diberdayakan dan diperkuat efektivitasnya melalui pengakuan yang jelas dan tegas akan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat. Hal ini tentu saja tidak berarti bahwa hukum adat harus diberlakukan secara nasional sebab hakikat hukum adat adalah aturan yang berlaku secara lokal. Namun, peran hukum adat sebagai pelindung dan pengayom rasa keadilan komunitas yang menerapkannya harus didukung oleh negara.

Demikian pula kepemimpinan yang efektif seperti yang tergambar dalam pengelolaan komunitas rumah panjang yang berlandaskan adat istiadat yang berlaku dalam komunitas Dayak, membutuhkan usaha revitalisasi dan restitusi agar kembali menemukan efektivitasnya sehingga memudahkan komunikasi dan koordinasi dalam pemecahan masalah-masalah yang dihadapi. Dengan kehadiran pemimpin-pemimpin yang legitimate dalam masyarakat, solusi-solusi terhadap permasalahan yang timbul dapat diselesaikan secara dini melalui para pemimpin yang dihormati dan dihargai oleh masyarakatnya.

Beberapa hal dia atas, jika dilaksanakan mungkin tidak akan serta merta menyelesaikan secara tuntas dan permanen persoalan antaretnis yang sering terjadi di Kalimantan. Namun, setidak-tidaknya, jika masalah-masalah tersebut ditangani, niscaya akan menyentuh beberapa akar persoalan yang melatarbelakangi setiap konflik yang ada yakni terciptanya keadilan dalam sebuah Indonesia yang multikultur.

MENGENAL TINDAKAN KEKERASAN PADA ANAK

Anak-anak dan remaja merupakan generasi penerus bangsa ini.

Menurut UU 23 tahun 2003 pasal 1 ”Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak dalam kandung”. Sedangkan Remaja, menurut Handayani adalah masa peralihan antara anak dan dewasa, yaitu manusia berumur 12-21 tahun.

Kekerasan pada anak dan remaja adalah sebuah tindakan kekerasan secara fisik, mental, sosial dan seksual yang dilakukan dengan sengaja ataupun tindakan oleh orang lain. Termasuk didalamnya adalah orang tua, keluarga, pendidikan, masyarakat dan pelaku pemerintah. Menurut WHO, ada beberapa jenis kekerasan pada anak-anak dan remaja, yaitu:
Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah tindakan yang menyebabkan rasa sakit atau potensi menyebabkan sakit yang dilakukan oleh orang lain, dapat terjadi sekali dan berulang kali. Seperti dipukuli/tempeleng, ditendang, dijewer/dicubit, dilempar dengan benda keras, dijemur dibawah terik sinar matahari

Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah keterlibatan dalam kegiatan seksual yang tidak dipahaminya. Kekerasan seksual ini dapat juga berupa perlakukan tidak senonoh dari orang lain, kegiatan yang menjurus pada pornografi, perkataan-perkataan porno dan tindakan pelecehan organ seksual anak, perbuatan cabul dan persetubuhan pada anak-anak tanpa tanggung jawab, tindakan mendorong atau memaksa anak terlibat dalam kegiatan seksual yang melanggar hukum seperti melibatkan anak-anak pada kegiatan prostitusi.

Kekerasan Emosional
Kekerasan Emosional adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan emosional anak. Hal ini dapat berupa kata-kata yang mengancam, menakut-nakuti, berkata-kata kasar, mengolok-olok anak, perlakuan diskriminatif dari orang tua, keluarga, pendidik dan masyarakat, kemudian membatasi kegiatan sosial dan kreasi anak pada teman dan lingkungan.

Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi (ekspoitasi komersial) adalah penggunaan tenaga anak untuk bekerja dan kegiatan lainnya demi keuntungan orang-tuanya atau orang lain, seperti menyuruh anak bekerja secara berlebihan, menjerumuskan anak pada dunia prostitusi untuk kepentingan ekonomi.

Tindakan Pengabaian dan Penelantaran
Tindakan ini berupa ketidakpedulian orang tua atau orang yang bertanggung jawab atas anak pada kebutuhan mereka, seperti pengabaian pada kesehatan anak, pengabaian atau penelantaran anak-anak dan remaja untuk memperoleh pendidikan, pengembangan emosi (terlalu dikekang), pemenuhan gizi, penyediaan perumahan dan Pengabaian kondisi keamanan dan kenyamanan anak.
Pelaku kekerasan pada anak-anak dan remaja termasuk orang tua sendiri (yang tidak menghendaki kelahiran anak, karena kasus perceraian, ketidakmampuan ekonomi dan kurangnya pendidikan) orang tua tiri, saudara tiri, teman-teman sebaya, orang-orang yang berinteraksi dilingkungan jalanan.

Korban tindak kekerasan termasuk anak kandung, anak kandung yang tidak dikehendaki kelahirannya, anak tiri, anak yang menjadi murid di sekolah-sekolah, anak-anak yang tinggal dipanti-asuhan, anak-anak yang beraktivitas di jalanan, anak hasil perkawinan dini, anak korban perceraian, bahkan anak orang kaya dan terpelajar dapat menjadi korban kekeras karena kurangnya perhatian orang tua.

Dampak kekerasan Pada Anak dan Remaja
Jangka pendek
Dampak jangka pendek adalah dampak yang muncul waktu itu juga ketika anak mengalami kekerasan, hal ini dapat berupa munculnya rasa takut yang berlebihan, anak akan menarik diri dari kehidupan sosial, bila kekerasan berupa kekerasan emosional maka akan muncul rasa ketidaknyamanan (merasa tertekan batin), stress bahkan frustasi. Bila kekerasan berupa kekerasan fisik, maka anak akan merasa kesakitan.

Jangka panjang
Dampak yang muncul pada waktu yang akan datang adalah berupa teruma terhadap hal-hal yang dirasakan berhubungan dengan kekerasan yang pernah dialami, perasaan curiga yang berlebihan (paranoid) pada orang-orang disekitarnya, anti sosial, hilangnya kepercayaan diri, stres berat, kecacatan fisik permanen bila kekerasan dilakukan disertai dengan kekerasan fisik yang berlebihan.

PERILAKU BERJUDI

Perjudian, sama halnya dengan pelacuran, telah ada dimuka bumi sama dengan peradaban manusia. Dalam cerita Mahabarata dapat diketahui bahwa Pandawa menjadi kehilangan kerajaan dan dibuang ke hutan selama 13 tahun karena kalah dalam permainan judi melawan Kurawa. Di dunia barat perilaku berjudi sudah dikenal sejak jaman Yunani kuno. Keanekaragaman permainan judi dan tekniknya yang sangat mudah membuat perjudian dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Sama seperti bangsa-bangsa lain di dunia, perilaku berjudi juga merebak dalam masyarakat Indonesia. Namun karena hukum yang berlaku di Indonesia tidak mengijinkan adanya perjudian, maka kegiatan tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Perjudian dalam masyarakat Indonesia dapat dijumpai di berbagai lapisan masyarakat. Bentuk-bentuk perjudian pun beraneka ragam, dari yang tradisional seperti perjudian dadu, sambung ayam, permainan ketangkasan, tebak lagu sampai pada penggunaan teknologi canggih seperti judi melalui telepon genggam atau internet. Bahkan kegiatan-kegiatan olahraga seperti Piala Dunia (Worldcup) tidak ketinggalan dijadikan sebagai lahan untuk melakukan perjudian. Perjudian online di internet pun sudah sangat banyak dikunjungi para penjudi.

Niat pemerintah untuk melokalisasikan perjudian ke sebuah tempat, mendapatkan berbagai tanggapan baik pro maupun kontra. Sebagian menyambut baik usulan tersebut dengan alasan agar dapat memonitor kegiatan perjudian seperti yang juga dilakukan oleh negara tetangga seperti Malaysia atau ingin mengulang kembali apa yang pernah dilakukan oleh Gubernur DKI tahun 1967 dengan melokalisasi perjudian liar ke tempat-tempat tertentu. Sebagian lagi menentang dengan keras usulan tersebut karena dengan lokalisasi tersebut pemerintah dianggap mendukung perilaku berjudi, padahal hal tersebut jelas-jelas dilarang oleh undang-undang.

Terlepas dari berbagai pendapat yang pro maupun kontra terhadap perjudian, perilaku berjudi menjadi bahan menarik untuk dikaji lebih lanjut mengingat perilaku tersebut sebenarnya amat sulit diberantas. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apa saja faktor yang mempengaruhi perilaku tersebut ditinjau dari sudut pandang psikologi dan apakah suatu perilaku berjudi dapat dianggap sebagai perilaku yang menyimpang (pathologis). Perjudian di satu pihak sangat terkait dengan kehidupan dunia bawah kita (underworld), tapi di pihak lain dilegalisasi (legitimated world), dan seakan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dunia rekreasi dan hiburan. Keberanian mengambil risiko dan ketangguhan menghadapi ketidakpastian dalam dunia perjudian dan bisnis merupakan dua elemen yang nuansanya sama, kendati dalam konteks yang amat berbeda. Oleh sebab itu, dalam komunitas masyarakat tertentu perjudian tidak dianggap sebagai perilaku menyimpang yang dapat menimbulkan masalah moral dalam komunitas.

Definisi Perjudian
Setiap perilaku manusia pada dasarnya melibatkan pilihan-pilihan untuk merespon ataukah membiarkan suatu situasi berlalu begitu saja. Pada umumnya setiap pilihan yang diambil akan membawa kepada suatu hasil yang hampir pasti atau dapat diramalkan. Namun demikian ada kalanya pilihan tersebut jatuh pada sesuatu yang tidak dapat diramalkan hasilnya. Jika pilihan yang diambil jatuh pada hal yang demikian maka dapat dikatakan bahwa kita telah memberikan peluang untuk kehilangan sesuatu yang berharga. Dengan kata lain kita telah terlibat dalam suatu “perjudian” (gambling).

Perjudian (gambling) dalam kamus Webster didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang melibatkan elemen risiko. Dan risiko didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya suatu kerugian. Sementara Robert Carson & James Butcher (1992) dalam buku Abnormal Psychology and Modern Life, mendefinisikan perjudian sebagai memasang taruhan atas suatu permainan atau kejadian tertentu dengan harapan memperoleh suatu hasil atau keuntungan yang besar. Apa yang dipertaruhkan dapat saja berupa uang, barang berharga, makanan, dan lain-lain yang dianggap memiliki nilai tinggi dalam suatu komunitas.

Definisi serupa dikemukakan oleh Stephen Lea, dkk dalam buku The Individual in the Economy, A Textbook of Economic Psychology (1987). Menurut mereka perjudian tidak lain dan tidak bukan adalah suatu kondisi dimana terdapat potensi kehilangan sesuatu yang berharga atau segala hal yang mengandung risiko. Namun demikian, perbuatan mengambil risiko dalam perilaku berjudi, perlu dibedakan pengertiannya dari perbuatan lain yang juga mengandung risiko. Ketiga unsur dibawah ini mungkin dapat menjadi faktor yang membedakan perilaku berjudi dengan perilaku lain yang juga mengandung risiko:
1. Perjudian adalah suatu kegiatan sosial yang melibatkan sejumlah uang (atau sesuatu yang berharga) dimana pemenang memperoleh uang dari yang kalah.
2. Risiko yang diambil bergantung pada kejadian-kejadian dimasa mendatang, dengan hasil yang tidak diketahui, dan banyak ditentukan oleh hal-hal yang bersifat kebetulan/ keberuntungan.
3. Risiko yang diambil bukanlah suatu yang harus dilakukan; kekalahan/kehilangan dapat dihindari dengan tidak ambil bagian dalam permainan judi.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perjudian adalah perilaku yang melibatkan adanya risiko kehilangan sesuatu yang berharga dan melibatkan interaksi sosial serta adanya unsur kebebasan untuk memilih apakah akan mengambil risiko kehilangan tersebut atau tidak.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Berjudi
Bahwa perilaku berjudi memiliki banyak efek samping yang merugikan bagi si penjudi maupun keluarganya mungkin sudah sangat banyak disadari oleh para penjudi. Anehnya tetap saja mereka menjadi sulit untuk meninggalkan perilaku berjudi jika sudah terlanjur mencobanya. Dari berbagai hasil penelitian lintas budaya yang telah dilakukan para ahli diperoleh 5 (lima) faktor yang amat berpengaruh dalam memberikan kontribusi pada perilaku berjudi. Kelima faktor tersebut adalah:

Faktor Sosial dan Ekonomi
Bagi masyarakat dengan status sosial dan ekonomi yang rendah perjudian seringkali dianggap sebagai suatu sarana untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Tidaklah mengherankan jika pada masa undian SDSB di Indonesia zaman orde baru yang lalu, peminatnya justru lebih banyak dari kalangan masyarakat ekonomi rendah seperti tukang becak, buruh, atau pedagang kaki lima. Dengan modal yang sangat kecil mereka berharap mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya atau menjadi kaya dalam sekejab tanpa usaha yang besar. Selain itu kondisi sosial masyarakat yang menerima perilaku berjudi juga berperan besar terhadap tumbuhnya perilaku tersebut dalam komunitas.

Faktor Situasional
Situasi yang bisa dikategorikan sebagai pemicu perilaku berjudi, diantaranya adalah tekanan dari teman-teman atau kelompok atau lingkungan untuk berpartisipasi dalam perjudian dan metode-metode pemasaran yang dilakukan oleh pengelola perjudian. Tekanan kelompok membuat sang calon penjudi merasa tidak enak jika tidak menuruti apa yang diinginkan oleh kelompoknya. Sementara metode pemasaran yang dilakukan oleh para pengelola perjudian dengan selalu mengekspose para penjudi yang berhasil menang memberikan kesan kepada calon penjudi bahwa kemenangan dalam perjudian adalah suatu yang biasa, mudah dan dapat terjadi pada siapa saja (padahal kenyataannya kemungkinan menang sangatlah kecil). Peran media massa seperti televisi dan film yang menonjolkan keahlian para penjudi yang "seolah-olah" dapat mengubah setiap peluang menjadi kemenangan atau mengagung-agungkan sosok sang penjudi, telah ikut pula mendorong individu untuk mencoba permainan judi.

Faktor Belajar
Sangatlah masuk akal jika faktor belajar memiliki efek yang besar terhadap perilaku berjudi, terutama menyangkut keinginan untuk terus berjudi. Apa yang pernah dipelajari dan menghasilkan sesuatu yang menyenangkan akan terus tersimpan dalam pikiran seseorang dan sewaktu-waktu ingin diulangi lagi. Inilah yang dalam teori belajar disebut sebagai Reinforcement Theory yang mengatakan bahwa perilaku tertentu akan cenderung diperkuat/diulangi bilamana diikuti oleh pemberian hadiah/sesuatu yang menyenangkan.

Faktor Persepsi tentang Probabilitas Kemenangan
Persepsi yang dimaksudkan disini adalah persepsi pelaku dalam membuat evaluasi terhadap peluang menang yang akan diperolehnya jika ia melakukan perjudian. Para penjudi yang sulit meninggalkan perjudian biasanya cenderung memiliki persepsi yang keliru tentang kemungkinan untuk menang. Mereka pada umumnya merasa sangat yakin akan kemenangan yang akan diperolehnya, meski pada kenyataannya peluang tersebut amatlah kecil karena keyakinan yang ada hanyalah suatu ilusi yang diperoleh dari evaluasi peluang berdasarkan sesuatu situasi atau kejadian yang tidak menentu dan sangat subyektif. Dalam benak mereka selalu tertanam pikiran: "kalau sekarang belum menang pasti di kesempatan berikutnya akan menang, begitu seterusnya".

Faktor Persepsi terhadap Ketrampilan
Penjudi yang merasa dirinya sangat trampil dalam salah satu atau beberapa jenis permainan judi akan cenderung menganggap bahwa keberhasilan/kemenangan dalam permainan judi adalah karena ketrampilan yang dimilikinya. Mereka menilai ketrampilan yang dimiliki akan membuat mereka mampu mengendalikan berbagai situasi untuk mencapai kemenangan (illusion of control). Mereka seringkali tidak dapat membedakan mana kemenangan yang diperoleh karena ketrampilan dan mana yang hanya kebetulan semata. Bagi mereka kekalahan dalam perjudian tidak pernah dihitung sebagai kekalahan tetapi dianggap sebagai “hampir menang”, sehingga mereka terus memburu kemenangan yang menurut mereka pasti akan didapatkan.

Apakah Perilaku Berjudi termasuk Perilaku Pathologis?
Untuk memahami apakah perilaku berjudi termasuk dalam perilaku yang patologis, maka perlu dipahami terlebih dahulu kadar atau tingkatan penjudi tersebut. Hal ini penting mengingat bahwa perilaku berjudi termasuk dalam kategori perilaku yang memiliki kesamaan dengan pola perilaku adiksi. Pada dasarnya ada tiga tingkatan atau tipe penjudi, yaitu:

Social Gambler
Penjudi tingkat pertama adalah para penjudi yang masuk dalam kategori “normal” atau seringkali disebut social gambler, yaitu penjudi yang sekali-sekali pernah ikut membeli lottery (kupon undian), bertaruh dalam pacuan kuda, bertaruh dalam pertandingan bola, permainan kartu atau yang lainnya. Penjudi tipe ini pada umumnya tidak memiliki efek yang negatif terhadap diri maupun komunitasnya, karena mereka pada umumnya masih dapat mengontrol dorongan-dorongan yang ada dalam dirinya. Perjudian bagi mereka dianggap sebagai pengisi waktu atau hiburan semata dan tidak mempertaruhkan sebagian besar pendapatan mereka ke dalam perjudian. Keterlibatan mereka dalam perjudian pun seringkali karena ingin bersosialisasi dengan teman atau keluarga.

Problem Gambler
Penjudi tingkat kedua disebut sebagai penjudi “bermasalah” atau problem gambler, yaitu perilaku berjudi yang dapat menyebabkan terganggunya kehidupan pribadi, keluarga maupun karir, meskipun belum ada indikasi bahwa mereka mengalami suatu gangguan kejiwaan (National Council on Problem Gambling USA, 1997). Para penjudi jenis ini seringkali melakukan perjudian sebagai cara untuk melarikan diri dari berbagai masalah kehidupan. Penjudi bermasalah ini sebenarnya sangat berpotensi untuk masuk ke dalam tingkatan penjudi yang paling tinggi yang disebut penjudi pathologis jika tidak segera disadari dan diambil tindakan terhadap masalah-masalah yang sebenarnya sedang dihadapi.

Pathological Gambler
Penjudi tingkat ketiga disebut sebagai penjudi “pathologis” atau pathological gambler atau compulsive gambler. Ciri-ciri penjudi tipe ini adalah ketidakmampuannya melepaskan diri dari dorongan-dorongan untuk berjudi. Mereka sangat terobsesi untuk berjudi dan secara terus-menerus terjadi peningkatan frekuensi berjudi dan jumlah taruhan tanpa dapat mempertimbangkan akibat-akibat negatif yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, karir, hubungan sosial atau lingkungan disekitarnya.

Apa yang Dapat Anda Lakukan?
Diakui atau pun tidak, praktek perjudian di Indonesia tetap saja tumbuh dan berkembang di seluruh penjuru negeri ini, apalagi dengan tidak kunjung adanya supremasi hukum seperti yang dicita-citakan oleh para kaum reformis selama ini. Dengan semakin banyaknya tempat-tempat perjudian dan tersedianya sarana yang memungkinkan para penjudi untuk berpartisipasi tanpa harus hadir langsung secara fisik di tempat perjudian tersebut (cth. lewat internet atau telepon), maka dapat dipastikan bahwa para penjudi pathologis akan terus bertambah dari hari ke hari. Kenyataan ini tentu saja harus menjadi perhatian serius para professional seperti psikolog, psikiater, konselor atau terapist dalam membimbing para penjudi tersebut supaya dapat kembali ke kehidupan normal. Tugas ini tentu bukan hal yang mudah mengingat di Indonesia belum banyak diperoleh hasil penelitian ataupun referensi tentang sisi-sisi psikologis seorang penjudi karena sample yang mau diteliti tentu amat langka sebagai akibat dari dilarangnya perjudian secara hukum. Namun satu hal terpenting yang harus dilakukan oleh semua pihak adalah bagaimana mencegah supaya diri kita tidak terlibat ke dalam perjudian. Ibarat kata pepatah “adalah lebih baik mencegah daripada mengobati”.

Dalam menyikapi perilaku berjudi dalam kehidupan sehari-hari, ada beberapa hal yang mungkin perlu anda perhatikan:
1. Mengingat bahwa perjudian amat sulit untuk diberantas, maka hal pertama yg perlu diperhatikan untuk melindungi anggota keluarga agar tidak terlibat dalam perjudian adalah melalui penanaman nilai-nilai luhur di mulai dari keluarga, selaku komunitas terkecil dalam masyarakat. Kalau orangtua dapat menanamkan nilai-nilai luhur pada anak-anak sejak usia dini maka anak akan memiliki kontrol diri dan kontrol sosial yang kuat dalam kehidupannya, sehingga mampu memilih alternatif terbaik yang berguna bagi dirinya dan masyarakat di sekitarnya. Penanaman nilai-nilai bukan hanya sekedar dilakukan dengan kata-kata tetapi juga lebih penting lagi melalui keteladanan dari orangtua.
2. Mengingat pula bahwa perilaku berjudi sangat erat kaitannya dengan pola pikir seseorang dalam memilih suatu alternatif, maka sangatlah perlu bagi orangtua, pendidik dan para alim ulama untuk mengajarkan pola pikir rasional. Pola pikir rasional yang saya maksudkan adalah mengajarkan seseorang untuk melihat segala sesuatu dari berbagai segi, sebelum memutuskan untuk menerima atau menolak alternatif yang ditawarkan. Dengan memiliki kemampuan berpikir rasional seseorang tidak akan dengan mudah untuk mengambil jalan pintas.
3. Bagi anda yang merasa sudah sangat sulit untuk meninggalkan perilaku berjudi, sebaiknya anda tidak segan-segan atau malu untuk meminta bantuan orang-orang professional seperti psikiater, psikolog, konselor atau terapist. Bekerjasamalah dengan mereka untuk melepaskan diri dari masalah perjudian.
4. Jika memang tidak memiliki pengendalian diri yang tinggi maka jangan sekali-kali anda mencoba untuk berjudi, sekalipun itu hanya perilaku berjudi tingkat pertama. Jangan pula menjadikan judi sebagai pelarian dari berbagai masalah kehidupan anda sehari-hari. Jika memang memiliki masalah mintalah bantuan pada orang-orang professional, bukan pergi ke tempat-tempat perjudian.
5. Perkuat iman kepada Tuhan dan perbanyak kegiatan-kegiatan yang bersifat religius. Dengan meningkatkan iman dan selalu mengingat ajaran agama anda masing-masing maka kemungkinan untuk terlibat perjudian secara kompulsif akan semakin kecil.

SILAHKAN DUKUNG BLOG INI

KE REKENING BCA 8855 1274 62 AN. ATENG