Memberdayakan komunitas merupakan sebuah perjalanan panjang atas bagaimana kita ditantang untuk mampu merefleksikan permasalahan dengan baik. Bagaimanapun, proses pemberdayaan seharusnya merupakan sebuah proses saling berbagi dan saling belajar antar mereka dengan lingkungan mereka. Beragamnya latar belakang personal dan kemasyarakatan yang dimiliki oleh komunitas, dan perbedaan nilai yang mereka miliki, sering kali membuat proses fasilitasi menjadi sebuah tantangan tersendiri.
Berangkat dari situ, beragam metode fasilitasi lahir dalam semangat pemberdayaan komunitas. Penggunaan media, merupakan salah satu metode yang dinilai mampu memberikan kekuatan pada komunitas dengan memberikan mereka proses untuk saling belajar dan berefleksi dengan permasalahan yang sedang mereka hadapi. Video partisipatoris, radio komunitas, photo story, penggunaan media tulis, musik dan lain sebagainya, merupakan beberapa contoh dari bentuk-bentuk media yang kerap digunakan sebagai alat dalam memfasilitasi komunitas. Media-media tersebut kemudian hadir sebagai sebuah implementasi dari kekuatan atas refleksi dan semangat saling belajar yang dimiliki oleh komunitas.
Setelah proses pemberdayaan dinilai telah mampu memberikan komunitas kekuatan untuk berdiri sendiri, terkadang andil dari pihak berwenang (pemerintah) dan swasta, tetap dibutuhkan. Pada kasus ini seringkali masalah utama yang timbul dalam upaya pemberdayaan bukan lagi bagaimana ‘mengeluarkan’ suara mereka, tapi bagaimana agar suara mereka didengar oleh pihak berwenang dan masyarakat luas. Bukan hanya sekedar mendengar, namun juga mengenal dan memahami secara mendalam urgensi permasalahan yang dialami komunitas. Disini penggunaan media lagi-lagi mampu berperan sebagai sebuah corong untuk menyuarakan permasalahan komunitas.
Berkaca dari kasus diatas, maka penggunaan media dalam upaya pemberdayaan komunitas perlu mendapat perhatian yang cukup besar. Hal ini berlaku tidak hanya lewat bagaimana menggunakan media sebagai alat dalam memfasilitasi, namun juga proses advokasi dalam upaya untuk ‘didengar’. Pada akhirnya, dibutuhkan pengembangan fungsi media bagi lembaga-lembaga swadaya masyarakat, khususnya di Indonesia. Baik sebagai alat advokasi, maupun sebagai alat untuk memfasilitasi. Lebih dari itu, perlu adanya sebuah forum yang memungkinkan untuk sesama lembaga pengguna media berkumpul dan membagi pengalamannya masing-masing, sebagai sebuah sarana untuk saling belajar tidak hanya antar partisipan, tapi juga narasumber dan seluruh warga yang terlibat.
Diharapkan memberikan ruang bagi para pengiat media untuk pemberdayaan masyarakat dan generasi muda untuk saling berbagi informasi dan mengeksplorasi isu bersama dengan para ahli, sehingga menjadi lebih kritis dalam menggunakan media sebagai alat untuk kampanye memerangi pemiskinan. Kemudian menyebarluaskan isu akan pentingnya remaja untuk didengar suaranya dan diikutsertakan dalam proses pemberdayaan sekaligus juga pengambilan keputusan dan semakin luasnya jaringan antar lembaga dalam menyebarkan atau membangun budaya damai di wilayahnya khususnya dan wilayah lainnya.