PENDAHULUAN
Anak adalah titipan Tuhan yang harus dilindungi, agar tercapai masa pertumbuhan dan perkembangannya menjadi seorang manusia dewasa sebagai keberlanjutan masa depan bangsa. Anak bukan orang dewasa ukuran kecil, tetapi seorang manusia yang tumbuh dan berkembang mencapai kedewasaan sampai berumur 18 tahun termasuk anak dalam kandungan. Mereka memiliki posisi strategis karena jumlahnya 34 persen dari total penduduk Indonesia.
Negara mempunyai tugas dan tanggung jawab yang penting dalam mendorong perlindungan dan pengawasan anak, agar tidak terjadi kekerasan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. Kemudian, masyarakat juga mempunyai peran penting dalam perlindungan dan pengawasan anak-anak. Agar segala kegiatan anak-anak dan hak-haknya untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat dapat terpenuhi. Serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi di sekitar tempat tinggalnya. Disamping itu, Keluarga mempunyai peran penting dalam perlindungan anak.
Berdasarkan data kekerasan anak yang diambil dari http://thetanjungpuratimes.com per 31 Desember 2016, Kasus kekerasan terhadap “Sepanjang tahun 2016 saja, jumlah kasus yang diterima KPAID Kalbar sebanyak 88 kasus, 94,57% diantaranya bisa terselesaikan, sisanya 5,43 persen masih dalam proses penyelesaian. Pengaduan kasus anak lima tahun terakhir sampai tahun 2016 cendrung meningkat. Pada tahun 2011 sebanyak 39 kasus, tahun 2012 berjumlah 55 kasus, tahun 2013 ada 56 kasus. Sementara pada tahun 2014 jumlah pengaduan masih meningkat yaitu 83 kasus, tahun 2015 juga mengalami peningkatan menjadi 106 kasus, sedagkan tahun 2016 ada 88 kasus. Untuk itu, perlu adanya tindakan yang terintegrasi dengan semua instansi / lembaga dan semua lapisan di masyarakat. Serta untuk pelaksana kegiatan perlu dukungan tenaga yang handal dan profesional.
TANTANGAN PERLINDUNGAN ANAK
Ada beberapa hal yang menjadi tantangan terkait dengan perlindungan anak kedepan, diantaranya :
1. Pendataan dan pemantauan anak serta kondisi geografis Koordinasi lintas sektor di pemerintahan sampai ketingkatan yang paling bawah, mempunyai pengaruh dalam hal pendataan dan pemantauan anak-anak dari tindak kekerasan, anak berkebutuhan khusus dan ekspolitasi anak. Diperlukan kualitas dan kuantitas tenaga kerja pendataan dan pemantaauan. Ditambah lagi kondisi geografis yang relatif sulit dan jauh, kesiapan fisik tenaga pendata dan pemantau agar anak-anak yang dipedalaman dapat terdata dan terpantau.
2. Orang tua dan pola asuh anak Seiring dengan kesibukan orang tua ditempat kerja, bisa berdampak pada pola asuh anak yang buruk. Anak bisa mejadi diluar kontrol orang tua terhadap apa yang dikonsumsinya untuk pemenuhan gizi dan anak rawan berprilaku melanggar hukum seperti : pergaulan bebas dan merokok serta menggunakan obat-obatan terlarang (NAPZA). Sehingga orang tua anak perlu menjadi perhatian serius
3. Media sosial Kebebasan media sosial sekarang ini, disatu sisi bisa mempermudah komunikasi dan bisa menambah pengetahuan. Namun disisi lain, media sosial yang ada bisa menjadi masalah karena kurangnya atau bahkan tidak adanya lembaga sensor. Sehingga dikuatirkan anak-anak bisa dengan mudah mencontoh apa yang dilihat dimedia sosial, baik perilaku kekerasan maupun pornografi. Untuk itu, perlu tindakan yang tegas terhadap lembaga/perseorang yang menyiarkan dan penguatan di lembaga sensor negara.
4. Kemiskinan Ekonomi keluarga cukup berperan penting dalam tumbuh-kembang anak, baik itu pada pemenuhan gizi, maupun eksploitasi anak untuk bekerja. Peningkatan ekonomi kelaurga perlu kerjasama lintar sektor atau instansi terkait, sehingga ada perbaikan ekonomi keluarga.
5. Pelibatan Anak berkampanye Pesta demokrasi baik PILKADA, PILPRES dan Pemilihan Legislatif sebentar lagi di Kalimantan Barat, walaupun sudah ada aturan tentang berkampanye. Namun dikuatirkan akan terjadi pelanggaran dengan melibatkan anak-anak dalam aktivitas berkampanye oleh para pendukung. Untuk itu, perlu adanya komitmen bersama dengan partai politik maupun pasangan calon, agar tidak melibatkan anak-anak dalam aktivitas berkamanye.
6. Penerapan UU Perlindungan Anak Masih kurangnya jumlah personil dan diperlukan tenaga yang handal dan profesional dalam pelaksanaan UU Perlindungan Anak. Juga diperlukan kemampuan berkoordinasi dengan lembaga lintas sektor/instansi, sehingga pelaksanaan pelayanan dan penerapan UU Perlindungan Anak dapat berjalan dengan baik.
MASALAH PERLINDUNGAN ANAK
Berbagai permasalahan terkait dengan perlindungan anak, diantaranya :
1. Pemenuhan Hak Sipil Akta kelahiran merupakan hak dasar setiap anak yaitu hak atas pengakuan sah suatu negara terhadap keberadaannya. Basis hak ini tidak hanya berdasarkan pertimbangan status kewarganegaraan, tetapi terkait erat dengan pendataan dan aspek proteksi berlangsungnya tumbuh kembang anak dalam setiap fase perkembangan.
2. Keluarga dan Pengasuhan Alternatif Pengasuhan alternatif di dominasi oleh kasus-kasus yang berakar dari kerentanan keluarga baik rentan secara ekonomi, sosial, kemasyarakatan dan religiusitas keagamaan, misalnya : 1). Penelantaran 2). Perebutan Hak Kuasa Asuh Anak, 3). Angka perkawinan dini masih tinggi, 4). Perwalian dan Pengangkatan Anak. 5). Rendahnya Kualitas Lembaga Pengasuhan Alternatif.
3. Kesehatan Dan Kesejahteraan Dasar Persoalan dibidang kesehatan dan kesejahteraan dasar pada anak-anak, mulai dari 1). Gizi Buruk, 2). Pelayanan kesehatan yang masih rendah, 3). Anak korban Narkoba dan HIV/AIDS, 4). Rokok dikalangan anak dan remaja meningkat terus setiap tahunnya, 5). Pemberian ASI pada bayi masih rendah.
4. Pendidikan Minimnya sarana dan prasarana pendidikan, masih banyak ditemukan sekolah dengan kondisi bangunan tidak layak pakai dan minim sarana serta prasarana pendukung lainnya. Faktor geografis menjadi sebab sulitnya penyebaran layanan pendidikan yang baik, seperti di daerah terpencil dan pedalaman masih memiliki akses yang kurang terhadap pendidikan. Kemudian, kesadaran orang tua masih rendah, untuk pendidikan anak. Hal ini disebabkan oleh Rendahnya tingkat pendidikan orangtua. Ditambah lagi tuntutan ekonomi menjadikan orang tua lebih senang jika anaknya ikut membantu menopang kebutuhan ekonomi keluarga disbanding harus duduk manis di sekolah.
Ujian Nasional (UN) juga telah menjelma menjadi bentuk kekerasan psikis terhadap anak. Tidak sedikit anak yang stress, jatuh sakit, bahkan bunuh diri saat menghadapi UN. Kekerasan dilingkungan pendidikan, seperti MOS dan tawuran antar pelajar, walaupun beberapa tahun terakhir di Kalimantan Barat ini jarang terjadi. Namun ini perlu juga menjadi perhatian bersama, agar nanti smakin lebih baik lagi.
5. Perlindungan Khusus - Pornografi dan kekerasan seksual sangat rawan terhadap anak-anak, apalagi sekarang ini media sosial banyak menayangkan pornografi, karena masa anak-anak sulit dihapus dari memorinya. Sehingga dapat mengganggu tumbuh kembang anak, khususnya perusakan terhadap sistem hormonal dalam tubuh anak. Sering kali akan-anak ada keinginan atau menirukan adegan yang ada dalam gambar/video tersebut. Dan akhirnya sering melakukan tindak kriminalitas dalam masyarakat seperti pelecehan seks, perkosaan, maupun eksploitasi seks bermotifkan ekonomi. - Trafficking (Perdagangan Manusia). Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks; Pembantu Rumah Tangga (PRT), buruk pekerja anak di pabrik, restoran, industri cottage, atau toko kecil; Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya; Pengantin Pesanan; trafficking/penjualan Bayi; Eksploitasi Organ Tubuh, Pengambilan bagian organ tubuh untuk anak di jual.
SOLUSI PERLINDUNGAN ANAK
Ada beberapa solusi untuk perlindungan anak di Kalimantan Barat, diantaranya :
1. Pemerintahan (Eksekutif), Legislatif juga Yudikatif memberi dukungan serius, berupa : desakan politik, penciptaan anggaran pelaksanaan UU Perlindungan anak, dan hukum yang peka terhadap perlindungan anak mutlak diperlukan.
2. Sosialisasi dan diseminasi UU Perlindungan Anak di tengah masyarakat dan keluarga termasuk usaha dan penegak hukum harus terus ditingkatkan. Melalui itu diharapkan para pihak sadar dan dapat meningkatkan perlindungan bagi anak dan menghindari pelanggaran terhadap hak anak karena bertentangan dengan hukum yang berlaku.
3. Mengoptimalkan rangkaian pelayanan perlindungan anak di tingkat masyarakat dimulai dari pencegahan primer dan sekunder, sampai layanan penanganan tersier. Layanan pencegahan primer bertujuan untuk memperkuat kapasitas masyarakat secara menyeluruh dalam pengasuhan anak dan memastikan keselamatan mereka. Layanan ini meliputi kegiatan-kegiatan yang mengubah sikap dan perilaku, memperkuat keterampilan orangtua, dan menyadarkan masyarakat tentang dampak yang tidak diinginkan dari kekerasan terhadap anak.
Layanan pencegahan sekunder atau layanan intervensi dini difokuskan pada keluarga dan anak-anak yang beresiko, dilakukan dengan mengubah keadaan sebelum perilaku kekerasan menimbulkan dampak buruk secara nyata terhadap anak-anak, misalnya melalui konseling dan mediasi keluarga serta pemberdayaan ekonomi. Intervensi tersier menangani situasi dimana anak sudah dalam keadaan krisis sebagai akibat kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, penelantaran, atau tindakan-tindakan buruk lainnya.
4. Peningkatan kapasitas pemantauan dan sistem data. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten perlu mengembangkan seperangkat indikator yang disepakati, standar terkait dan pendekatan pengukuran kekerasan terhadap anak. Sehingga ada data yang akurat dan menjadi bahan untuk membuat rencana strategis dalam pencegahan dan penangganan kekerasan terhadap anak.
5. Kegiatan bersama antar anak-anak, seperti Jambore atau pelatihan-pelatihan anak-anak, mulai tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi perlu dilakukan. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman anak-anak terhadap hak-haknya, meningkatkan interaksi anak-anak dari berbagai kalangan dan memberikan peringatan dini terhadap potensi kekerasan terhadap anak-anak.
Anak adalah titipan Tuhan yang harus dilindungi, agar tercapai masa pertumbuhan dan perkembangannya menjadi seorang manusia dewasa sebagai keberlanjutan masa depan bangsa. Anak bukan orang dewasa ukuran kecil, tetapi seorang manusia yang tumbuh dan berkembang mencapai kedewasaan sampai berumur 18 tahun termasuk anak dalam kandungan. Mereka memiliki posisi strategis karena jumlahnya 34 persen dari total penduduk Indonesia.
Negara mempunyai tugas dan tanggung jawab yang penting dalam mendorong perlindungan dan pengawasan anak, agar tidak terjadi kekerasan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. Kemudian, masyarakat juga mempunyai peran penting dalam perlindungan dan pengawasan anak-anak. Agar segala kegiatan anak-anak dan hak-haknya untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat dapat terpenuhi. Serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi di sekitar tempat tinggalnya. Disamping itu, Keluarga mempunyai peran penting dalam perlindungan anak.
Berdasarkan data kekerasan anak yang diambil dari http://thetanjungpuratimes.com per 31 Desember 2016, Kasus kekerasan terhadap “Sepanjang tahun 2016 saja, jumlah kasus yang diterima KPAID Kalbar sebanyak 88 kasus, 94,57% diantaranya bisa terselesaikan, sisanya 5,43 persen masih dalam proses penyelesaian. Pengaduan kasus anak lima tahun terakhir sampai tahun 2016 cendrung meningkat. Pada tahun 2011 sebanyak 39 kasus, tahun 2012 berjumlah 55 kasus, tahun 2013 ada 56 kasus. Sementara pada tahun 2014 jumlah pengaduan masih meningkat yaitu 83 kasus, tahun 2015 juga mengalami peningkatan menjadi 106 kasus, sedagkan tahun 2016 ada 88 kasus. Untuk itu, perlu adanya tindakan yang terintegrasi dengan semua instansi / lembaga dan semua lapisan di masyarakat. Serta untuk pelaksana kegiatan perlu dukungan tenaga yang handal dan profesional.
TANTANGAN PERLINDUNGAN ANAK
Ada beberapa hal yang menjadi tantangan terkait dengan perlindungan anak kedepan, diantaranya :
1. Pendataan dan pemantauan anak serta kondisi geografis Koordinasi lintas sektor di pemerintahan sampai ketingkatan yang paling bawah, mempunyai pengaruh dalam hal pendataan dan pemantauan anak-anak dari tindak kekerasan, anak berkebutuhan khusus dan ekspolitasi anak. Diperlukan kualitas dan kuantitas tenaga kerja pendataan dan pemantaauan. Ditambah lagi kondisi geografis yang relatif sulit dan jauh, kesiapan fisik tenaga pendata dan pemantau agar anak-anak yang dipedalaman dapat terdata dan terpantau.
2. Orang tua dan pola asuh anak Seiring dengan kesibukan orang tua ditempat kerja, bisa berdampak pada pola asuh anak yang buruk. Anak bisa mejadi diluar kontrol orang tua terhadap apa yang dikonsumsinya untuk pemenuhan gizi dan anak rawan berprilaku melanggar hukum seperti : pergaulan bebas dan merokok serta menggunakan obat-obatan terlarang (NAPZA). Sehingga orang tua anak perlu menjadi perhatian serius
3. Media sosial Kebebasan media sosial sekarang ini, disatu sisi bisa mempermudah komunikasi dan bisa menambah pengetahuan. Namun disisi lain, media sosial yang ada bisa menjadi masalah karena kurangnya atau bahkan tidak adanya lembaga sensor. Sehingga dikuatirkan anak-anak bisa dengan mudah mencontoh apa yang dilihat dimedia sosial, baik perilaku kekerasan maupun pornografi. Untuk itu, perlu tindakan yang tegas terhadap lembaga/perseorang yang menyiarkan dan penguatan di lembaga sensor negara.
4. Kemiskinan Ekonomi keluarga cukup berperan penting dalam tumbuh-kembang anak, baik itu pada pemenuhan gizi, maupun eksploitasi anak untuk bekerja. Peningkatan ekonomi kelaurga perlu kerjasama lintar sektor atau instansi terkait, sehingga ada perbaikan ekonomi keluarga.
5. Pelibatan Anak berkampanye Pesta demokrasi baik PILKADA, PILPRES dan Pemilihan Legislatif sebentar lagi di Kalimantan Barat, walaupun sudah ada aturan tentang berkampanye. Namun dikuatirkan akan terjadi pelanggaran dengan melibatkan anak-anak dalam aktivitas berkampanye oleh para pendukung. Untuk itu, perlu adanya komitmen bersama dengan partai politik maupun pasangan calon, agar tidak melibatkan anak-anak dalam aktivitas berkamanye.
6. Penerapan UU Perlindungan Anak Masih kurangnya jumlah personil dan diperlukan tenaga yang handal dan profesional dalam pelaksanaan UU Perlindungan Anak. Juga diperlukan kemampuan berkoordinasi dengan lembaga lintas sektor/instansi, sehingga pelaksanaan pelayanan dan penerapan UU Perlindungan Anak dapat berjalan dengan baik.
MASALAH PERLINDUNGAN ANAK
Berbagai permasalahan terkait dengan perlindungan anak, diantaranya :
1. Pemenuhan Hak Sipil Akta kelahiran merupakan hak dasar setiap anak yaitu hak atas pengakuan sah suatu negara terhadap keberadaannya. Basis hak ini tidak hanya berdasarkan pertimbangan status kewarganegaraan, tetapi terkait erat dengan pendataan dan aspek proteksi berlangsungnya tumbuh kembang anak dalam setiap fase perkembangan.
2. Keluarga dan Pengasuhan Alternatif Pengasuhan alternatif di dominasi oleh kasus-kasus yang berakar dari kerentanan keluarga baik rentan secara ekonomi, sosial, kemasyarakatan dan religiusitas keagamaan, misalnya : 1). Penelantaran 2). Perebutan Hak Kuasa Asuh Anak, 3). Angka perkawinan dini masih tinggi, 4). Perwalian dan Pengangkatan Anak. 5). Rendahnya Kualitas Lembaga Pengasuhan Alternatif.
3. Kesehatan Dan Kesejahteraan Dasar Persoalan dibidang kesehatan dan kesejahteraan dasar pada anak-anak, mulai dari 1). Gizi Buruk, 2). Pelayanan kesehatan yang masih rendah, 3). Anak korban Narkoba dan HIV/AIDS, 4). Rokok dikalangan anak dan remaja meningkat terus setiap tahunnya, 5). Pemberian ASI pada bayi masih rendah.
4. Pendidikan Minimnya sarana dan prasarana pendidikan, masih banyak ditemukan sekolah dengan kondisi bangunan tidak layak pakai dan minim sarana serta prasarana pendukung lainnya. Faktor geografis menjadi sebab sulitnya penyebaran layanan pendidikan yang baik, seperti di daerah terpencil dan pedalaman masih memiliki akses yang kurang terhadap pendidikan. Kemudian, kesadaran orang tua masih rendah, untuk pendidikan anak. Hal ini disebabkan oleh Rendahnya tingkat pendidikan orangtua. Ditambah lagi tuntutan ekonomi menjadikan orang tua lebih senang jika anaknya ikut membantu menopang kebutuhan ekonomi keluarga disbanding harus duduk manis di sekolah.
Ujian Nasional (UN) juga telah menjelma menjadi bentuk kekerasan psikis terhadap anak. Tidak sedikit anak yang stress, jatuh sakit, bahkan bunuh diri saat menghadapi UN. Kekerasan dilingkungan pendidikan, seperti MOS dan tawuran antar pelajar, walaupun beberapa tahun terakhir di Kalimantan Barat ini jarang terjadi. Namun ini perlu juga menjadi perhatian bersama, agar nanti smakin lebih baik lagi.
5. Perlindungan Khusus - Pornografi dan kekerasan seksual sangat rawan terhadap anak-anak, apalagi sekarang ini media sosial banyak menayangkan pornografi, karena masa anak-anak sulit dihapus dari memorinya. Sehingga dapat mengganggu tumbuh kembang anak, khususnya perusakan terhadap sistem hormonal dalam tubuh anak. Sering kali akan-anak ada keinginan atau menirukan adegan yang ada dalam gambar/video tersebut. Dan akhirnya sering melakukan tindak kriminalitas dalam masyarakat seperti pelecehan seks, perkosaan, maupun eksploitasi seks bermotifkan ekonomi. - Trafficking (Perdagangan Manusia). Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks; Pembantu Rumah Tangga (PRT), buruk pekerja anak di pabrik, restoran, industri cottage, atau toko kecil; Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya; Pengantin Pesanan; trafficking/penjualan Bayi; Eksploitasi Organ Tubuh, Pengambilan bagian organ tubuh untuk anak di jual.
SOLUSI PERLINDUNGAN ANAK
Ada beberapa solusi untuk perlindungan anak di Kalimantan Barat, diantaranya :
1. Pemerintahan (Eksekutif), Legislatif juga Yudikatif memberi dukungan serius, berupa : desakan politik, penciptaan anggaran pelaksanaan UU Perlindungan anak, dan hukum yang peka terhadap perlindungan anak mutlak diperlukan.
2. Sosialisasi dan diseminasi UU Perlindungan Anak di tengah masyarakat dan keluarga termasuk usaha dan penegak hukum harus terus ditingkatkan. Melalui itu diharapkan para pihak sadar dan dapat meningkatkan perlindungan bagi anak dan menghindari pelanggaran terhadap hak anak karena bertentangan dengan hukum yang berlaku.
3. Mengoptimalkan rangkaian pelayanan perlindungan anak di tingkat masyarakat dimulai dari pencegahan primer dan sekunder, sampai layanan penanganan tersier. Layanan pencegahan primer bertujuan untuk memperkuat kapasitas masyarakat secara menyeluruh dalam pengasuhan anak dan memastikan keselamatan mereka. Layanan ini meliputi kegiatan-kegiatan yang mengubah sikap dan perilaku, memperkuat keterampilan orangtua, dan menyadarkan masyarakat tentang dampak yang tidak diinginkan dari kekerasan terhadap anak.
Layanan pencegahan sekunder atau layanan intervensi dini difokuskan pada keluarga dan anak-anak yang beresiko, dilakukan dengan mengubah keadaan sebelum perilaku kekerasan menimbulkan dampak buruk secara nyata terhadap anak-anak, misalnya melalui konseling dan mediasi keluarga serta pemberdayaan ekonomi. Intervensi tersier menangani situasi dimana anak sudah dalam keadaan krisis sebagai akibat kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, penelantaran, atau tindakan-tindakan buruk lainnya.
4. Peningkatan kapasitas pemantauan dan sistem data. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten perlu mengembangkan seperangkat indikator yang disepakati, standar terkait dan pendekatan pengukuran kekerasan terhadap anak. Sehingga ada data yang akurat dan menjadi bahan untuk membuat rencana strategis dalam pencegahan dan penangganan kekerasan terhadap anak.
5. Kegiatan bersama antar anak-anak, seperti Jambore atau pelatihan-pelatihan anak-anak, mulai tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi perlu dilakukan. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman anak-anak terhadap hak-haknya, meningkatkan interaksi anak-anak dari berbagai kalangan dan memberikan peringatan dini terhadap potensi kekerasan terhadap anak-anak.