Sumberdaya mineral merupakan sumber daya alam yang tak terbaharui atau non-renewable resource, artinya sekali bahan galian ini dikeruk, maka tidak akan dapat pulih atau kembali ke keadaan semula. Oleh karenanya, pemanfaatan sumberdaya mineral ini haruslah dilakukan secara bijaksana dan haruslah dipandang sebagai aset alam sehingga pengelolaannya pun harus juga mempertimbangkan kebutuhan generasi yang akan datang.
Paradigma pertumbuhan ekonomi yang dianut oleh pemerintah Indonesia memandang segala kekayaan alam yang terkandung di bumi Indonesia sebagai modal untuk menambah pendapatan negara. Sayangnya, hal ini dilakukan secara eksploitatif dan dalam skala yang massif. Sampai saat ini, tidak kurang dari 30% wilayah daratan Indonesia sudah dialokasikan bagi operasi pertambangan, yang meliputi baik pertambangan mineral, batubara maupun pertambangan galian C.
Tidak jarang wilayah-wilayah konsesi pertambangan tersebut tumpang tindih dengan wilayah hutan yang kaya dengan keanekaragaman hayati dan juga wilayah-wilayah hidup masyarakat adat.
Operasi pertambangan yang dilakukan di Indonesia seringkali menimbulkan berbagai dampak negatif, baik terhadap lingkungan hidup, kehidupan sosial, ekonomi, budaya masyarakat adat maupun budaya masyarakat lokal.
Pertambangan Menciptakan Bencana Lingkungan
Di seluruh Kalimantan Barat, operasi pertambangan menciptakan kehancuran dan pencemaran lingkungan. Ongkos produksi rendah yang dibangga-banggakan perusahaan dalam laporan tahunannya dicapai dengan mengorbankan lingkungan. Sebagian besar operasi pertambangan dilakukan secara terbuka (open pit) di mana ketika suatu wilayah sudah dibuka untuk pertambangan, maka kerusakan yang terjadi di wilayah tersebut tidak dapat dipulihkan kembali (irreversible damage).
Selain itu, hampir semua operasi pertambangan melakukan pembuangan limbah secara langsung ke sungai, lembah, dan laut. Hal ini mengakibatkan perusakan dan pencemaran sungai dan laut yang merupakan sumber kehidupan masyarakat setempat.
Pertambangan Menghancurkan Sumber-Sumber Kehidupan Masyarakat
Wilayah operasi pertambangan yang seringkali tumpang tindih dengan wilayah hutan serta wilayah hidup masyarakat adat dan lokal telah menimbulkan konflik atas hak kelola dan hak kuasa masyarakat setempat. Tidak adanya pengakuan pemerintah terhadap hak-hak masyarakat adat atas wilayah hidup mereka menyebabkan pemberian wilayah konsesi dengan semena-mena tanpa ada persetujuan dari masyarakat. Kelompok masyarakat harus terusir dan kehilangan sumber-sumber kehidupannya, baik akibat tanah yang dirampas mapun akibat tercemar dan rusaknya lingkungan akibat limbah operasi pertambangan.
Pertambangan Memicu Kekerasan dan Ketidakadilan terhadap Perempuan
Perempuan adalah kelompok yang paling rentan di dalam komunitas yang akan memikul dampak terbesar dari operasi pertambangan. Dalam banyak kasus, perempuan telah menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual dari personel perusahaan, maupun kekerasan oleh aparat keamanan dan personel perusahaan. Sebagian dari dampak terhadap perekonomian setempat adalah bahwa perempuan seringkali dijauhkan dari sumber penghidupannya semula.
Hal ini dalam banyak kasus memaksa mereka untuk terlibat dalam prostitusi. Dampak lainnya, di mana termasuk juga kekerasan dalam rumah tangga, lebih jauh akan meningkatkan beban pada perempuan. Pencemaran akibat operasi pertambangan menyebabkan perempuan yang tinggal di daerah dampak juga mengalami masalah dalam sistem reproduksi.
Pertambangan Memicu Terjadinya Pelanggaran HAM dan Meningkatkan Militerisme
Di banyak operasi pertambangan di seluruh Indonesia, aparat keamanan dan militer seringkali menjadi pendukung pengamanan operasi pertambangan. Ketika perusahaan pertambangan pertama kali datang ke suatu lokasi, sering terjadi pengusiran-pengusiran dan kekerasan terhadap warga masyarakat setempat. Di dalam UU Pertambangan No. 11 tahun 1967, operasi pertambangan dikategorikan sebagai proyek vital dan strategis.
Hal ini menjadi pembenaran bagi dilakukannya pengamanan, baik oleh tentara maupun aparat keamanan lainnya. Dalam banyak kasus, perusahaan-perusahaan pertambangan multinasional juga melakukan pembayaran terhadap aparat keamanan dengan tujuan untuk menjaga keamanan perusahaan.
Beberapa Kasus Pelanggaran HAM yang Sering Terjadi di Sekitar Wilayah Operasi Pertambangan, meliputi:
Penyiksaan, perkosaan, pembunuhan, penculikan, penangkapan secara tidak sah, pencarian dan intimidasi, diskriminasi dalam ketenagakerjaan, serta pelarangan beraktivitas. Pelanggaran terhadap hak penghidupan secara subsistem yang berasal dari perampasan dan penghancuran ribuan hektar hutan, termasuk wilayah berburu dan berkebun masyarakat, serta kontaminasi sumber air dan wilayah penangkapan ikan, pelanggaran terhadap hak budaya, termasuk penghancuran gunung dan tempat-tempat lain yang bersifat spiritual dan dianggap suci oleh masyarakat adat.
Pemindahan masyarakat secara paksa dan perusakan rumah-rumah, tempat ibadah, dan tempat-tempat tinggal lainnya.
Melihat berbagai dampak yang ditimbulkan operasi pertambangan yang ada, mari kita lakukan penghentian pemberian ijin baru pertambangan, pembersihan (clean up) dan rehabilitasi lingkungan hidup yang rusak serta pemulihan kembali hak-hak masyarakat adat dan lokal yang terkena dampak operasi pertambangan.
Paradigma pertumbuhan ekonomi yang dianut oleh pemerintah Indonesia memandang segala kekayaan alam yang terkandung di bumi Indonesia sebagai modal untuk menambah pendapatan negara. Sayangnya, hal ini dilakukan secara eksploitatif dan dalam skala yang massif. Sampai saat ini, tidak kurang dari 30% wilayah daratan Indonesia sudah dialokasikan bagi operasi pertambangan, yang meliputi baik pertambangan mineral, batubara maupun pertambangan galian C.
Tidak jarang wilayah-wilayah konsesi pertambangan tersebut tumpang tindih dengan wilayah hutan yang kaya dengan keanekaragaman hayati dan juga wilayah-wilayah hidup masyarakat adat.
Operasi pertambangan yang dilakukan di Indonesia seringkali menimbulkan berbagai dampak negatif, baik terhadap lingkungan hidup, kehidupan sosial, ekonomi, budaya masyarakat adat maupun budaya masyarakat lokal.
Pertambangan Menciptakan Bencana Lingkungan
Di seluruh Kalimantan Barat, operasi pertambangan menciptakan kehancuran dan pencemaran lingkungan. Ongkos produksi rendah yang dibangga-banggakan perusahaan dalam laporan tahunannya dicapai dengan mengorbankan lingkungan. Sebagian besar operasi pertambangan dilakukan secara terbuka (open pit) di mana ketika suatu wilayah sudah dibuka untuk pertambangan, maka kerusakan yang terjadi di wilayah tersebut tidak dapat dipulihkan kembali (irreversible damage).
Selain itu, hampir semua operasi pertambangan melakukan pembuangan limbah secara langsung ke sungai, lembah, dan laut. Hal ini mengakibatkan perusakan dan pencemaran sungai dan laut yang merupakan sumber kehidupan masyarakat setempat.
Pertambangan Menghancurkan Sumber-Sumber Kehidupan Masyarakat
Wilayah operasi pertambangan yang seringkali tumpang tindih dengan wilayah hutan serta wilayah hidup masyarakat adat dan lokal telah menimbulkan konflik atas hak kelola dan hak kuasa masyarakat setempat. Tidak adanya pengakuan pemerintah terhadap hak-hak masyarakat adat atas wilayah hidup mereka menyebabkan pemberian wilayah konsesi dengan semena-mena tanpa ada persetujuan dari masyarakat. Kelompok masyarakat harus terusir dan kehilangan sumber-sumber kehidupannya, baik akibat tanah yang dirampas mapun akibat tercemar dan rusaknya lingkungan akibat limbah operasi pertambangan.
Pertambangan Memicu Kekerasan dan Ketidakadilan terhadap Perempuan
Perempuan adalah kelompok yang paling rentan di dalam komunitas yang akan memikul dampak terbesar dari operasi pertambangan. Dalam banyak kasus, perempuan telah menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual dari personel perusahaan, maupun kekerasan oleh aparat keamanan dan personel perusahaan. Sebagian dari dampak terhadap perekonomian setempat adalah bahwa perempuan seringkali dijauhkan dari sumber penghidupannya semula.
Hal ini dalam banyak kasus memaksa mereka untuk terlibat dalam prostitusi. Dampak lainnya, di mana termasuk juga kekerasan dalam rumah tangga, lebih jauh akan meningkatkan beban pada perempuan. Pencemaran akibat operasi pertambangan menyebabkan perempuan yang tinggal di daerah dampak juga mengalami masalah dalam sistem reproduksi.
Pertambangan Memicu Terjadinya Pelanggaran HAM dan Meningkatkan Militerisme
Di banyak operasi pertambangan di seluruh Indonesia, aparat keamanan dan militer seringkali menjadi pendukung pengamanan operasi pertambangan. Ketika perusahaan pertambangan pertama kali datang ke suatu lokasi, sering terjadi pengusiran-pengusiran dan kekerasan terhadap warga masyarakat setempat. Di dalam UU Pertambangan No. 11 tahun 1967, operasi pertambangan dikategorikan sebagai proyek vital dan strategis.
Hal ini menjadi pembenaran bagi dilakukannya pengamanan, baik oleh tentara maupun aparat keamanan lainnya. Dalam banyak kasus, perusahaan-perusahaan pertambangan multinasional juga melakukan pembayaran terhadap aparat keamanan dengan tujuan untuk menjaga keamanan perusahaan.
Beberapa Kasus Pelanggaran HAM yang Sering Terjadi di Sekitar Wilayah Operasi Pertambangan, meliputi:
Penyiksaan, perkosaan, pembunuhan, penculikan, penangkapan secara tidak sah, pencarian dan intimidasi, diskriminasi dalam ketenagakerjaan, serta pelarangan beraktivitas. Pelanggaran terhadap hak penghidupan secara subsistem yang berasal dari perampasan dan penghancuran ribuan hektar hutan, termasuk wilayah berburu dan berkebun masyarakat, serta kontaminasi sumber air dan wilayah penangkapan ikan, pelanggaran terhadap hak budaya, termasuk penghancuran gunung dan tempat-tempat lain yang bersifat spiritual dan dianggap suci oleh masyarakat adat.
Pemindahan masyarakat secara paksa dan perusakan rumah-rumah, tempat ibadah, dan tempat-tempat tinggal lainnya.
Melihat berbagai dampak yang ditimbulkan operasi pertambangan yang ada, mari kita lakukan penghentian pemberian ijin baru pertambangan, pembersihan (clean up) dan rehabilitasi lingkungan hidup yang rusak serta pemulihan kembali hak-hak masyarakat adat dan lokal yang terkena dampak operasi pertambangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar