Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung Karbon dioksida, habitat hewan, mudulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biofera bumi yang paling penting.
Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar. Orang awam mungkin melihat hutan lebih sebagai sekumpulan pohon kehijauan dengan beraneka jenis satwa dan tumbuhan liar.
Untuk sebagian, hutan berkesan gelap, tak beraturan, dan jauh dari pusat peradaban. Sebagian lain bahkan akan menganggapnya menakutkan. Namun, jika kita mengikuti pengertian ilmu kehutanan, hutan merupakan “suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.” Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun.
Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas. Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya.
Jika kita berada di hutan hujan tropis, misalnya, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.
Seks memang kebutuhan mendalam bagi pasangan yang sudah menikah. Tapi di jaman sekarang, kebanyakan pasangan kesulitan menempatkan waktu bagi pasangannya sendiri karena alasan sibuk bekerja. Salah satu cara menyiasatinya, ya lakukan Sex Short Time. Toh, bagi wanita tak butuh banyak waktu untuk mencapai kepuasan.
Dalam survey baru-baru ini yang dilakukan para pakar seks mengklaim bahwa waktu yang optimal untuk melakukan hubungan seks adalah 3 sampai 13 menit. Hal itu ditulis dalam Journal of Sex Medicine edisi Mei, yang juga menerangkan bahwa kestabilan tenaga adalah kunci seks yang memuaskan.
Namun, jangan dulu senang bagi para pria, karena waktu singkat tersebut tidak termasuk foreplay. Dan para pakar seks mengkalkulasi bahwa hubungan seks antara 1-2 menit masih terlalu singkat.
Eric Corty, pimpinan tim peneliti, berharap bisa menepis pemikiran orang-orang bahwa "Sesuatu yang berlebih lebih menyenangkan, dan jika Anda ingin menyenangkan pasangan, Anda harus berhubungan seks lebih lama."
Pernyataan itu tentu menimbulkan problem lebih luas mengenai seks, kata Corty. Menurutnya, salah satu penelitian juga menunjukkan bahwa baik pria maupun wanita menginginkan foreplay dan hubungan seks lebih lama.
Mengutip penelitian pada 2005, Dr. Irwin Goldstein dari Journal of Sexual Medicine, mengkalkulasi study selama empat minggu untuk 1.500 pasangan, menunjukkan kebanyakan dari mereka melakukan seks selama 7,3 menit, sedangkan waktu sisa terbuang dengan kegiatan yang tidak jelas.
Baik pria dewasa maupun remaja berusaha untuk berhubungan seks lebih lama dari kadar 3-13 menit. Dan meski ada mitos yang menyebutkan bahwa lebih lama lebih baik, kebanyakan orang tidak merasa bergairah seperti apa yang mereka gambarkan.
Sebenarnya, jika dilihat dari segi kepuasan. Untuk mencapai klimaks tidak ditentukan oleh lama atau tidaknya berhubungan. Semua lebih merujuk kepada bagaimana perasaan maupun kualitas seks itu sendiri. Jika kita merasa nyaman saat berhubungan, tentu rasa puas yang diterima akan lebih hebat.
Hidup adalah ketrampilan. Ia akan memiliki makna apabila kita terampil untuk memainkannya. Seseorang akan bisa menikmati perjalanan apabila ia terampil mengendarai kedaraannya. Begitu pula, seseorang akan bicara dengan baik apabila ia terampil memilih kata dan nada bicara yang tepat.
Untuk terampil kita membutuhkan dua hal, yaitu ilmu dan latihan. Siapa saja yang tidak mencintai dua hal ini, iakan celaka dan mencelakakan orang lain. Masalah terbesar yang kita alami sekarang adalah tidak menguasai keterampilan untuk hidup. Terkadang untuk menentukan tujuan hidup pun kita masih kesulitan. Ketika punya tujuan, sering kali tujuan itu salah, ingin kaya, ingin terkenal, ingin memiliki jabatan tinggi, dan lainnya.
Semua itu hanyalah tujuan yang sangat rendah nilainya. Karenanya banyak diantara kita menghalalkan segala cara untuk meraihnya, walupun harus melanggar nilai-nilai moral dan spritual. Ia menggadaikan haraga dirinya, karena cita-cita yang diinginkan rendah nilainya.
Jangankan untuk membangun bangsa, keterampilan membangun cita-cita pun sangat sulit kita lakukan: Apa yang akan kita kerjakan hari ini dan esok lusa? Apa yang ingin kita capai satu atau dua tahun kedepan? Ingin jadi apa kita sepuluh tahun kedepan? Semua itu merupakan pertanyaan yang sama sekali tidak bisa kita jawab. Nyaris, kita berbuat tampa tujuan yang tidak pasti. Padahal keluarnya kita dari rumah akan memakan waktu. Sedangkan waktu adalah kekayaan terbesar yang dimiliki manusia. Lalu apa yang harus kita lakukan agar hidup kita lebih terarah dan bermakna? Hal pertama, rumuskan tujuan dan cita-cita hidup. Kita tidak mungkin sukses dalam hidup apabila tidak mempunyai arah yang hendak dituju.
Orang yang tahu akan adat istiadat, bahawa adat-istiadat itu adalah menganut tatakrama dan sopan santun, ia pasti akan sunguh-sunguh untuk metaati dan menekuninya. Ia pasti tidak akan pernah berkeinginan mau melanggarnya. Selain itu juga adat- istiadat mengatur keseimbangan kehidupan antara manusia dan alam. Orang yang tahu akan adat-istiadat juga tidak akan pernag berkeingginan untuk merusak alam, karena mereka tahu alam adalah segalanya bagi kehidupan masyarakat adat yang ada di dunia ini. Tampa alam masyarakat akan hilang, mungkin masyarakat adat akan tinggal kenangan sepuluh tahun kedepan.
Mulai sekarang, mari kita sebagai masyarakat yang beradat, melakukan pengawasan dan penjagaan terhadap budaya, adat, adat istiadat, serta hukum adat untuk menjaga keberlangsungan hidup kita sebagai masyarakat adat. Jangan sampai hutan dan adat tradisioanal kita sampai dihampus oleh oknum-oknum yang serakah.
Setiap aktivitas kehidupan kita sebagai masayarat yang beradat, selalu didasari oleh adat istiadat, karena adat istiadat sudah mengatur semuanya. Dan kalau kita benar-benar melaksanakan dan menjalankan asas adat dan budaya yang selama ini di miliki masayrakat adat, betapa indahnya dunia ini, karena semua suku bangsa saling menghargai dan saling menghormati satu sama lainnya.
Istilah gender sudah lazim digunakan, khususnya di kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan ejaan jender. Jender diartikannya sebagai “intepretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan”. Jender biasanya dipergunakan untuk menunjukan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan”.
Oleh Peter R. Beckman dan Francine D’Amico, Eds. (1994: 4-6), jender dapat didefenisikan sebagai karakteristik sosial yang diberikan kepada perempuan dan lelaki. Karakteristik sosial ini merupakan hasil perkembangan sosial dan budaya sehingga tidak bersifat permanen dan universal. Berdasarkan karakteristik sosial ditetapkan peran untuk laki-laki dan perempuan yang pantas. Akibatnya tibul asosiasi dunia publik bersifat maskulin pantas untuk kaum lelaki dan dunia privat, domestik dan rumah tangga bersifat feminim adalah milik perempuan.
BEDA SEKS DAN GENDER
Jender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi laki-laki dan perempuan dari segi budaya, sementara itu seks secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi. Kamus bahasa Indonesia mengartikan seks sebagai jenis kelamin. Istilah seks lebih banyak berkosentrasi pada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi dan karakteristik biologis lainnya. Jender lebih banyak terkosentrasi pada aspek sosial, budaya psikologis dan aspek-aspek non biologis lainnya (lindsey :1990: 2).
MENGAPA GENDER PERLU DIPAHAMI ?
Gender memainkan peran sangat penting dalam perjalanan hidup seseorang. Menjadi laki-laki dan perempuan karena adanya perbedaan biologis (jenis kelamin) sejak dilahirkan.
Kaum perempuan melakukan seperangkat peran perempuan dan anak laki-laki pun menyadari adanya peran laki-laki yang mesti dilakukan batasan-batasan. Anak-anak mulai merasakan batasan-batasan sebagai perempuan dan laki-laki, dengan sanksi dari orang tua dan lingkungannya jika keluar dari peran tersebut. Perlakuan ini harus berlanjut hingga dewasa, turun-temurun, terstruktur dan rapi.
BEDA ALAMI PRIA DAN WANITA
Perbedaan alami pria dan wanita mulai diungkapkan secara ilmia oleh Darwin, yang mengatakan bahwa pria berbeda dengan wanita dalam hal ukuran, kekuatan tubuh, juga dalam pemikiran. Carl Degler yang menyitir pendapat Wiliam Thomas dalam artikelnya yang dipublikasikan tahun 1897, mengatakan otak wanita lebih kecil daripada otak pria. Selanjutnya oleh seorang ilmuan wanita M.A Hardaker (1882) mengatakan bahwa wanita mempunyai kemampuan berpikir dan kretivitas yang lebih rendah dari pria, tetapi wanita mempunyai intuisi dan persepsi yang lebih unggul. Juga Edward Thordike !(!$) mengatakan walaupun anak laki-laki dan perempuan diberikan lingkungan yang sama, akan tetap menghasilkan perbedaan kemampuan mental dan aktivitas antara anak laki-laki dan perempuan.
FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUKAN GENDER
BUDAYA.
Faktor budaya (nature) menyebabkan adanya division of labour antara pria dan wanita, bukan karena perbedaan biologis. Budaya akan berinteraksi dengan faktor biologis dan menjadi terintitusionalisasi. Institusi sebagai wadah sosialisasi, dengan kebiasaan norma yang berlaku diwariskan secara turun-temurun. Division of labour berupa tugas utama wanita sepanjang hidupnya adalah melahirkan, menyusui dan segala aktivitas yang berkaitan dengan pengasuhan anak, dan pekerjaan-pekerjaan yang dapat diselesaikan di sekitar rumah. Wanita berperan sebagai figur ekspresif, dan pria sebagai figur instrumentalyang bertugas melindungi keluarganya dari bahaya luar dan mencari nafkah ke luar rumah (Bem dalam Megawangi, 1999: 105)
Dengan adanya teknologi modern, seperti alat-alat kontrasepsi, susu botol pengganti ASI, maka division of labour dapat berubah. Para wanita dapat mengatur jumlah kelahiran anak, bahkan untuk tidak punya anak sama sekali dan tidak perlu menyusui lagi, sehingga waktunya tidak habis untuk pengasuhan anak. semua itu akan menghilangkan kendala biologi yang menghambat untuk berkiprah di sektor publik yang didominasi pria. Oleh sebab itu perbedaan jender karena adanya perbedaan biologis wanita menjadi tidak relevan. Berhubung peran jender dapat diubah, maka perbedaan peran jender yang selama ini berlansung, bukan disebabkan oleh adanya perbedaan nature antara pria dan wanita, tetapi disebabkan adanya budaya (nature) atau tradisi. Sesuatu yang nature tidak dapat dirubah, tetapi peran jender dapat dirubah dengan teknologi. Dengan demikian mereka yang berorientasi kultur percaya bahwa peran jender karena konstruksi sosial budaya.
KESENJANGAN GENDER
Khusus untuk kondisi sosial budaya bangsa Indonesia yang mengalami sejarah panjang di masa penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang, tidak bisa dilupakan bahwa peraturan-peraturan penjajah tadi sangat mwwarnai kondisi sosial budaya bangsa Indonesia. Diantara kondisi sosial budaya yang diwarnai oleh kebengisan penjajah tadi masih ada adat-istiadat dalam kehidupan masyarakat, serta mengakar sampai generasi sekarang.
Kesenjangan jender yang terjadi saat ini tidak terlepas dari warisan budaya yang diciptakan oleh penjajah Belanda. Belanda bukan saja mewariskan budaya bias jender tetapi juga mewariskan budaya feodalisme, yang membedakan harkat derajat di antara sesama manusia, diciptakan oleh Belanda untuk menciptakan kecemburuan dan perpecaha.
TEORI-TEORI PENYEBAB KESENJANGAN GENDER
Teori Alamiah.
Memandang perbedaan jender sebagai kodrat alam (alamiah) yang tidak perlu dipermasalahkan. Perbedaan jender sebagai hasil rekayasa budaya dan bukan kodrati, sehingga perbedaan jender tidak berlaku universal dan dapat dipertukarkan. Kedua teori ini memiliki argumen dan pengaruh yang sama-sama kuat.
Teori Kebudayaan.
Teori ini disebut teori kebudayaan karena memandang jender sebagai akibat dari konstruksi budaya. Seperti yang dikemukakan Kamla Bhasin, (2002), ”berbeda dengan jenis kelamin yang bersifat biologis, identitas jender dari perempuan dan laki-laki ditentukan secara psikologis dan sosial-yang berarti secara historis dan budaya”. Boleh jadi teori kebudayaan merupakan ”bantahan” terhadap teori kodrat alam.
Teori Psikoanalisis
Teori Freud memandang perbedaan jenis kelamin sebagai awal dari perbedaan perkembangan psikologis itulah yang menentukan perbedaan perkembangan psikologis antara laki-laki dan perempuan. Selanjutnya perbedaan perkembangan psikologis itulah yang menentukan perbedaan perkembangan perilaku masing-masing.
Perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan dalam perkembangannya menghasilkan dinamika kepribadian yang berbeda pula. Sifat-sifat feminim dan maskulin menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang secara psikologis memang berbeda
PERKEMBANGAN KESENJANGAN GENDER SAAT INI
Proses budaya yang sudah berjalan sangat lama, kemudian diwariskan secara turun-temurun, dan terbentuk dalam norma sosial atau tata krama kehidupan dalam masyarakat, sehingga menjadi keharusan untuk ditaati oleh anggota masyarakatnya. Tidak ada orang yang mengetahui secara pasti, kapan jender tercipta atau dibentuk oleh budaya masyarakat, tapi akbatnya dapat dilihat sampai saat ini. Perempuan pada berbagai peran sosial jauh ketinggalan oleh laki-laki, sepertinya perempuan pasif, cenderung menerima dan kurang percaya diri. Sebenarnya peran sosial yang jauh ketinggalan dan cenderung pasif tersebut bukan terjadi secara alamiah, tetapi lebih disebabkan karena adanya konstruksi budaya.
kodrati. Sifat-sifat feminim dan maskulin bisa dipertukarkan atau dihilangkan. Misalnya perempuan tidak feminim, juga tidak maskulin, demikian juga laki-laki. Secara fisik, kodrati laki-laki dan perempuan memang terdapat perbedaan, dimana perempuan memiliki organ tubuh yang berfungsi untuk keperluan reproduksi, sedang laki-laki tidak dilengkapi organ tubuh untuk keperluan untuk keperluan reproduksi tersebut. Tetapi yang membuat sifat-sifat feminim dan maskulin lebih disebabkan karena faktor budaya dari pada faktor fisik yang memang terdapat perbedaan.
Proses pembudayaan sifat-sifat feminim dan maskulin, dapat tersosialisasi melalui perbedaan bentuk pakaian, model potongan rambut, perlakuan, sebutan-sebutan atau bahasa yang berbeda untuk anak laki-laki dan perempuan. Tata krama dalam kehidupan bermasyarakat seperti berekspresi, bertutur kata, dan berperilaku untuk laki-laki dan perempuan sejak kecil dibedakan. Pembudayaan ini diajarkan dan diarahkan oleh budaya orang tua yang dikemas dengan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Dengan perebedaan-perbedaan tersebut, anak mengidentifikasikan dirinya dengan orang dewasa sebagai idolanya, lengkap dengan sifat-sifatnya. Anak perempuan mengidentifikasikan dirinya kepada ibunya sebagai figur idolanya, sperti ingin cantik seperti ibu, ingin lemah lembut dan penyayang seperti ibu. Sedangkan anak laki-laki mengidentifikasikan dirinya dengan orang dewasa sebagai idolanya dengan segala sifat-sifatnya, seperti ingin gagah seperti jenderal.
EFEK NEGATIF PEMBEDAAN GENDER
Efek negatif yang tidak secara lansung ditularkan oleh sebab pemilahan peran sosial berdasarkan jenis kelamin di antaranya adalah: (1) diskriminasi perempuan, (2) ekploitasi kaum perempua, (3) marginalisasi perempuan, (4) Sub-ordinasi permpuan, (5) stereotipe atau pelabelan negatif terhadap perempuan, (6) kekerasan terhadap perempuan, (7) bahan kerja lebih berat dan panjang. Berbagai bentuk ketidakadilan gender tersebut, biasanya tidak beridiri sendiri tetapi saling tekait dan saling mempengaruhi, dan sudah mengkristal dalam budaya masyarkat, sehingga sangat sulit untuk diluruskan.
PENDIDIKAN GENDER DISEKOLAH
Pendidikan sekolah merupakan sebuah isu signifikan bagi wanita sekarang, karena mereka makin banyak terlibat dalam sejumlah tingkatan dan anekaragam lingkungan, mulai dari pendidikan pra sekolah dan taman kanak-kanak, hingga ke sekolah menengah, dan barangkali perguruan tinggi, dengan bergerak melalui struktur yang sama seperti murid-murid laki-laki. Dalam setiap situasi pendidikan sekolah yersebut murid-murid wanita dan pria terbuka pada buku-buku teks, bahan-bahan dan sikap guru secara halus dapat mempengaruhi pemikiran mereka tentang diri mereka sendiri serta masyarakat mereka.
Seluruh gangguan verbal dan psikologis terhadap wanita dan golongan minoritas juga jelas terjadi di kampus, mulai dari humor seksis atau rasisi sebagai bumbu pengajaran di kelas, hingga pelecehan seksual secara lisan, penghinaan rasial, gangguan yang bersifat rasis, dan / atau penyerahan seksual. ”pelecehan seksual” (sexual harassement), menurut Russel, merupakan suatu bentuk kontrol sosial yang memungkinkan laki-laki mengejar kepentingan ekonomi mereka sendiri (Russel, 1984). Penetapan jenis kelamin di sekolah memberikan suatu dasar kekuasaan bagi laki-laki untuk melecehkan wanita serta melindungi sumber-sumber milik mereka. Pelecehan seksual dalam sistem pendidikan, karena itu, (1) sekumpulan perilaku yang ditunjukan pada individu wanita di ruangan kelas, (2) kondisi yang menyumbang pada lingkungan pendidikan yang mengancam, dan (3) dimensi kekuasaan yaqng erat berkaitan dengan status minoritas wanita di sekolah.
KESETARAAN GENDER
Adalah perwujudan jaminan dalam tata hukum ke pola hidup dan gaya hidup sehari-hari, yang ditandai oleh sikap wanita dan pria dalam hubungan mereka satu sama lain, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat yang saling peduli, saling menghargai, saling membantu, saling mendukung, saling memberdayakan dan saling memberi kesempatan untuk tumbuh kembang dan mengembangkan diri secara optimal dan teus menerus, maupun untuk menentukan pilihan bidang pengabdian pada masyarakatnya dan pembangunan bangsanya serta masyarakat dunia, secara bebas dab bertanggungjawab.
Kesetaraan wanita dan pria meliputi kesetaraan kedudukan dalam tata hukum atau perundang-undangan, maupun dalam pola tau gaya hidup sehari-hari dalam keluarga dan masyarakat
Kesetaraan wanita dan pria dalam pengambilan keputusan dalam keluarga mempunyai arti strategis dan dampak ganda. Strategis karena kehidupan dalam keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi pasangan suami istri maupun bagi generasi penerus, anak laki-laki dan perempuan, untuk mewujudkan asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan perikehidupan pembangunan nasional Indonesia
KONSEP KESETARAAN
Adalah kondisi dimana pria dan wanita memiliki kesamaan hak dan kewajiban yang terwujud dalam kesempatan, kedudukan, peranan yang dilandasi sikap dan perilaku saling bantu-membantu dan saling mengisi di semua bidang kehidupan. Perwujudan kemitrasejajaran yang harmonis merupakan tanggung jawab bersama pria dan wanita. ”istilah pemberdayaan dalam bahasa Inggris empowerment ada pengertian Power, kekuasaan atau kekuatan. Maka pemberdayaan sumber intelektual dan idiologi. Aset material berupa fisik, manusiawi atau finansial, seperti air, tanah, tubuh manusia, pekerjaan, uang. Sumber intelektual berupa pengetahuan, informasi dan gagasan atau ide. Penguasaan atau idiologi berarti kemampuan untuk mengembangkan, menyebarkan, mempertahankan perangkat tertentu dari kepercayaan, sikap, nilai dan perilaku, sehingga dapat menentukan bagaimana persepsi manusia, dan berfungsinya dalam lingkungan sosial, ekonomi dan politik tertentu. Dengan demikian, kekuasaan berada pada mereka yang menguasai atau dapat mempengaruhi distribusi sumber-sumber material, pengetahuan dan idiologi yang mengatur hubungan-hubungan sosial dalam kehidupan publik maupun pribadi” (Batliwala dalam Sen, 1994 : 29)
LANDASAN HUKUM KESETARAAN GENDER
Konvensi Wanita Tahun 1981
Konvensi Wanita tahun 1981, yang disetujui oleh Majelis Umum PBB, sebagian isinya disajikan di bawah ini:
Pasal 1, ”..... istilah diskriminasi terhadap wanita” berarti setiap perbedaan pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, terlepas dari status perkawinan mereka, dan dasar persamaan antara pria dan wanita.
Pasal 2, mewajibkan negara untuk menjamin melalui peraturan perundang-undangan atau dengan cara-cara lainnya untuk melaksanakan prinsip persamaan antara wanita dan pria.
Pasal 3, ”Negara-negara peserta mengambil langkah-langkah yang tepat termasuk pembuatan undang-undang di semua bidang, khususnya di bidang politik, sosial, ekonomi dan budaya, untuk menjamin perkembangan kemajuan wanita sepenuhnya, dengan tujuan untuk menjamin mereka melaksanakan dan menikmati hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok atas dasar persamaan dengan pria.
Pasal 4, Pembuatan peraturan-peraturan khusus oleh negara-negara peserta, termasuk peraturan-peraturan yang dimuat dalam konvensi, yang ditujukan untuk melindungi kehamilan, dianggap sebagai diskriminasi.
Pasal 5, ”Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan :
a). untuk mengubah pola perilaku sosial budaya pria dan wanita dengan maksud untuk mencapai penghapusan prasangka, atau kebiasaan yang berdasarkan peran stereotipe bagi pria dan wanita.
b). untuk menjamin bahwa pendidikan keluarga meliputi pengertian mengenai kehamilan sebagai fungsi sosial dan pengakuan tanggung jawab bersama antara pria dan wanita dalam membesarkan anak-anak mereka… (Dikutip dari buku Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita Tapi Omas Ihromi, 2000).
Undang-umdang Dasar (UUD) 1945
UUD 1945, BAB X tentang warga negara, pasal 27 ayat (1) menentukan, semua orang mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum. Sejak tahun 1945 prinsip kesetaraan pria dan wanita di depan hukum telah diakui. Dalam ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 tidak membedakan jenis kelamin di muka hukum.
Ketetapan-ketetapan MPR RI
TAP MPR RI, sejak tahun 1978-1999, mencantumkan secara tegas memberikan hak dan kewajiban yang sama antara pria dengan wanita dalam pembangunan di segala bidang, antara lain :
1). Ketetapan MPR RI No: IV/MPR/1978 (1983: 275), tentang Garis-Garis Besar Haluan negara, BAB IV Pola Umum Pelita ke tiga, huruf D. arah dan kebijaksanaan pembangunan umum, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang maha Esa, Sosial Budaya, angka 11 tentang peranan wanita dalam membangun dan pembinaan bangsa.
2). Ketetapan MPR RI No: II/MPR/1983 (1983: 110-111)tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, BAB IV : Pola Umum Pelita keempat, huruf D, tentang arah dan Kebijaksanaan Pembangunan Umum, Politik, Aparatur Pemerintah, Hukum, Penerbangan dan media Massa, Hubungan Luar Negeri, pada angka 10 tentang peranan wanita dalam pembangunan bangsa.
Tap MPR No. IV/1999 tentang GBHN 1999
Tap MPR No. IV/1999 mendukung bahwa untuk meningkatkan peran dan kedudukan perempuan perlu dikembangkan kebijakan nasional yang diemban oleh suatu lembaga yang mamapu mewujudkan kesetaraan dan keadilan jender (KKG) serta mampu meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan.
Inpres No. 5 tahun 1995
Apa yang dinyatakan presiden tersebut “pada hakekatnya wanita sebagai insan pembangunan mempunyai peran sejajar dengan pria” kemudian dikokohkan dengan Inpres No. 5 Tahun 1995. dengan demikian, maka semakin kokohnya upaya untuk meningkatkan peran yang setara dengan laki-laki, sekaligus bias jender yang dikenakan padanya, khususnya dalam kehidupan publik, dapat dieleminasi.
Propenas Tahun 2000
Propenas yang responsip jender juga terlihat dalam UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan nasional dijelaskan bahwa program peningkatan kualitas hidup perempuan memiliki sasaran yaitu meningkatnya kualitas dan peranan perempuan di berbagai bidang. Dalam bidang pendidikan sasaran program akan dicapai melalui berbagai kegiatan pokok yang tercantum dalam program pendidikan pra-sekolah , pendidikan menengah, program pendidikan tinggi, program pembinaan pendidikan luar sekolah.
Situasi sosial kehidupan masyarakat Indonesia dari hari ke hari kian memburuk. Hal ini terlihat dari makin maraknya tindak kejahatan, kekerasan sosial, amuk massa, main hakim sendiri, dan berbagai penyimpangan sosial yang tumbuh secara bervariasi.
Yang lebih mengerikan, makin banyak pengidap penyakit HIV/AIDS di negeri ini. Percepatan seperti deret ukur ini karena akumulasi banyak faktor, seperti akibat peningkatan kasus narkoba 10 kali lipat.
Yang juga memprihatinkan adalah kian mekarnya perilaku menyimpang di kalangan anak-anak dan remaja negeri ini. Di kalangan remaja, misalnya, fenomena hubungan seksual pra-nikah, yang meniadakan lembaga perkawinan yang luhur, sudah kian pesat perkembangannya belakangan ini. Dampaknya pun amat jauh dalam kehidupan sosial masyarakat manakala hubungan tanpa nikah dianggap wajar, bukan pelanggaran dan bukan tindak perzinahan bila dilakukan secara suka sama suka. Bahkan dalam kasus perkosaan pun, si pemerkosa bisa lepas dari jeratan hukum jika ia dapat berdalih dalam pembelaannya dengan mengatakan bahwa perbuatan tersebut dilakukan atas dasar "suka sama suka".
Fenomena lain yang memprihatinkan terkait dengan maraknya tindak pembunuhan yang melibatkan pelaku dan korban remaja serta anak-anak. Anak-anak belasan tahun dan masih bersekolah, seperti kerap diberitakan media massa, juga banyak terlibat dalam kasus perkosaan. Hal itu bahkan telah menjadi peristiwa sehari-hari yang lazim dan menjadi pola kehidupan masyarakat kita.
Berbagai kasus tindakan penyimpangan norma dan kriminalitas di atas tentu saja berkembang dalam situasi yang tidak vakum alias banyak faktor yang memengaruhinya. Tetapi, apa- pun penyebabnya dan seberapa- pun tingkat kejadian dan pelaku maupun korbannya, hasil akhirnya tetap mengindikasikan hal yang sama, yakni terganggunya dan bahkan rusaknya tatanan kehidupan masyarakat kita. Artinya, makin maraknya kasus-kasus di atas menunjukkan adanya gejala kuat bahwa nilai-nilai dan norma-norma kehidupan masyarakat kita mulai dilanggar dan telah menjadi sesuatu yang longgar. Ada pergeseran nilai dan norma-norma, yang sebetulnya merupakan perubahan perilaku masyarakat.
Kondisi ini tentu amat mencekam. Terutama, bila mengingat perubahan sosial yang berdimensi penyimpangan sosial dalam beragam bentuknya itu mengibas di kalangan remaja dan anak-anak kita, yang tiada lain merupakan tunas-tunas dan harapan bangsa Indonesia.
Di tengah keprihatinan ini, yang perlu dicermati adalah seberapa jauh perubahan perilaku disertai perubahan persepsi dan bahkan sikap hidup masyarakat tentang moral dan agama sebagai sendi mendasar dalam tatanan kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam? Ada kesan perubahan perilaku dan persepsi masyarakat mulai mengarah ke situasi netral nilai, bebas nilai, dan paham moral situasional yang hedonistis.
Hal rawan di atas bukan mustahil akan makin meluas memasuki era globalisasi dengan arus informasi berteknologi canggih yang kian membanjiri kehidupan masyarakat kita. Nilai-nilai pragmatisme, materialisme dan hedonisme yang diusungnya tak pelak akan memengaruhi kehidupan masyarakat. Inilah barangkali yang perlu direnungkan semua pihak, terutama oleh para tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Dhus, semua pihak perlu berpartisipasi aktif mengatasi 'penyakit' sosial di atas, terutama karena ia baru bisa disembuhkan melalui proses panjang dan mendasar. Di situlah, misalnya, fungsi agama sebagai faktor penyuci (sublimasi) dalam kehidupan masyarakat sangat diperlukan kehadirannya, selain faktor-faktor profetik lain.
Sebagai faktor penyuci, tulis Peter L Berger (1991), agama perlu dijadikan acuan bagi humanisasi kehidupan manusia, yang berarti sebagai peneguhan terhadap nilai-nilai yang fitri berupa proses pembersihan jiwa dari kotoran-kotoran nafsu dan perilaku hewaniah. Dalam konteks inilah pentingnya penanaman kepastian akan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan.
Dalam konteks agama, yang juga perlu direnungkan bersama, jangan-jangan selama ini kalangan umat beragama - terutama melalui cendekiawan atau pemuka agama - terlampau asyik dengan pengembangan pemikiran-pemikiran 'pembaharuan' yang bersifat transformasi pemikiran. Agama terlampau banyak diperbincangkan pada tataran pemikiran spekulatif dan serba rasional, demi memenuhi tuntutan zaman
modern.
Dampaknya lalu muncul pragmatisme dengan atas nama kontekstualisasi. Agama serba dituntut menjawab tantangan-tantangan struktural kehidupan modern sehingga menyisihkan tuntutan-tuntutan yang bersifat praktis.
Dampak lain dari wacana yang acap kali kontroversial itu, muncul berbagai pembongkaran (dekonstruksi) sedemikian rupa, yang kadangkala masih bersifat embrional tetapi disuarakan dengan nada amat nyaring. Pembongkaran penuh semangat ini membawa implikasi pengabaian fungsi agama sebagai pemberi kepastian makna dan sikap hidup. Akibatnya, sebagian pemeluk agama menjadi kehilangan kepastian, sebab semua nilai dibongkar dan serba diragukan. Bukan cuma agama, bahkan nabi dan Tuhan pun kadang disikapi secara kurang begitu hormat, demi 'pembaharuan'.
Karena itulah, dengan makin maraknya 'penyakit' sosial dan moral masyarakat kita sekarang ini, tak ada salahnya bila para tokoh dan pemikir agama, mulai merenungkan-ulang tentang semangat pembaharuan yang terlampau bersemangat dan gegap-gempita itu. Di depan mata kita, kini sudah bermunculan beragam panorama 'penyakit' sosial yang membutuhkan therapi yang relatif pasti dan praktis dari agama.
Konkretnya, marilah sirami masyarakat dengan nilai-nilai dan norma-norma yang jelas dan bisa dijadikan acuan untuk bertindak. Di sinilah pentingnya tuntunan-tuntunan praktis tentang kehidupan beragama, disertai proses sosialisasinya yang juga praktis.
Kreatif memang merupakan bakat dan anugrah, meski tidak semua orang memilikinya. Tapi bukan berarti anda tidak mengasah dan membentuknya. Apabila anda ingin menciptakan kreativitas sebaiknya simak beberapa langkah dibawah ini.
Setiap orang bisa menjadi kreatif.
Anda tidak perlu menjadi orang yang sangat spesifik atau unik, apalagi jenius untuk menjadi kreatif. Karena kreativitas bisa diekspresikan dalam berbagai pekerjaan dan aspek kehidupan. Hal ini berarti bahwa anda bisa menciptakan suatu hukum baru, atau cara baru dalam mengisi hidup. Anda bisa menciptakan hal-hal baru atau alternatif baru dalam memecahkan masalah-masalah klasik. Untuk memanfaatkan energi anda menjadi lebih kreatif sebaiknya ikuti langkah berikut ini.
Keluarkan jiwa kanak-kanak anda saat masih belia, yang pasti dibimbing oleh intuisi dan perkiraan. Tapi setelah dewasa, sudah lebih banyak apa yang harus dilakukan dan tidak. Beri pendekatan kekanakan pada setiap proyek, seperti kebebasan dan membuka pikiran.
Dalam berkarya, bagian otak yang logis dan dewasa sering menghalangi karena adanya faktor ketidakmungkinan. Sebaiknya anda abaikan hal itu, karena akan menekan ide-ide kreatif anda, jadi teruslah berkarya.
Izinkan diri melakukan kesalahan. Ada satu langkah dalam kehidupan yang 'menyuruh' orang berbuat salah. Seperti mencoba sesuatu yang tidak lazim, dengan tujuan menciptakan sesuatu yang baru. Itu bagus, karena anda akan belajar dari kesalahan itu, agar langkah selanjutnya akan lebih baik.
Isi pikiran kreatif. Memang kreativitas membutuhkan ide segar, jadi lihatlah yang ada disekitar anda. Mungkin anda bisa melihat film, mendatangi toko, museum atau apapun yang anda sukai. Pikiran anda akan menyerap pelbagai hal, yang mungkin bisa menjadi sumber ide.
Cobalah memiliki kegiatan rutin. Saat pikiran sedang buntu, cobalah istirahat sejenak dan kerjakan sesuatu yang sifatnya rutin. Dengan begitu, akan membuat pikiran pragmatis anda sibuk dan pikiran kekanak-kanakan akan muncul secara tiba-tiba.Setelah ide muncul, segeralah anda tuliskan dalam sebuah buku. Karena ide selalu muncul secara tiba-tiba, jadi anda harus siapkan kertas atau buku dan bolpoint agar ide tidak hilang begitu saja.
Tidak ada salahnya anda menulis apapun yang akan dilakukan setiap pagi. Diantara apa yang anda tuliskan, pasti akan menemukan ide baru. Karena dengan menulis akan merangsang munculnya suatu ide.
Yakin dan percaya bahwa anda mampu melakukannya. Jangan pernah ragu-ragu saat memulai sesuatu. Yang terpenting adalah anda percaya bahwa setiap orang pasti memiliki kekuatan untuk menjadi kreatif.
Sesekali berkhayal tidak ada salahnya, karena terkadang ide datang saat seseorang sedang berkhayal. Jadi apapun bisa anda lakukan agar ide muncul, karena memang kedatangannya tidak bisa diduga-duga.
Terkadang anda menemukan seseorang yang anda kenal, begitu menyenangkan sehingga membuat anda merasa nyaman dan merindukan kehadirannya. Sebenarnya orang tersebut memiliki daya tarik bagi orang yang ada di sekitarnya. Daya tarik merupakan kualitas istimewa yang ada pada seseorang dan mampu membuat orang yang didekatnya terpesona dengan dirinya.
Semua orang bisa menjadi seperti itu, yaitu dengan menumbuhkan daya tarik sehingga tercipta getaran positif. Sebuah aura positif yang dapat ditimbulkan dari perhatian, kasih sayang dan rasa hormat. Bila anda ingin menumbuhkan daya tarik, sebaiknya simak beberapa langkah berikut ini.
Berikan Kebaikan Tanpa Pernah Menghitungnya.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa lebih baik memberi daripada meminta. Jadikan berikan kebaikan dengan ketulusan. Terkadang dalam kehidupan sosial, orang cenderung memberi dan beramal hanya untuk memuaskan ego serta 'riya' atau pamer. Memberi sesuatu dengan keikhlasan dan ketulusan akan bisa menumbuhkan perasaan positif. Mulailah belajar memberi tanpa mengharapkan imbalan, perasaan yang datang dari hati akan menumbuhkan kepuasan dan kesenangan tersendiri lho.
Hidup dalam kerendahan Hati.
Hal ini merupakan perwujudan dari kebanggan hati, tapi pengganti dari membanggakan diri sendiri pada yang lainnya. Amal, toleransi dan kerendahan hati memiliki nilai yang tinggi. Memang kerendahan hati dan kedamaian saling berkaitan. Percayalah pada diri sendiri dan singkirkan keinginan untuk selalu membuktikan pada orang lain. Jika ingin memiliki sifat rendah hati maka anda harus menghentikan sikap egois karena itu merupakan suatu proses yang mutlak dan membangun.
Kemurnian.
Yakinkan diri anda bahwa anda bisa memiliki daya tarik. Keyakinan dan kesabaran merupakan kondisi awal dari sebuah ketertarikan atau daya tarik.
Penuh Minat.
Apa yang anda katakan pada diri sendiri, tentang kehidupan dan diri anda sendiri dari hari ke hari merupakan efek yang luar biasa. Sepanjang waktu, lihat dan pikirkan diri anda sebagai pribadi yang menarik. Pertahankan pemikiran tersebut dalam benak anda. Jadi mulailah menjadi orang yang ceria dan penuh harapan agar anda bisa memikat orang-orang disekitar anda.
Munculkan keceriaan di wajah setiap hari.
Dengan tertawa maka akan menyehatkan tubuh. Saat anda tersenyum maka otak akan bereaksi dan memproduksi endorphin (zat alami yang memindahkan rasa sakit). Sebuah senyuman juga akan membuat anda tenang dan senyuman juga bisa menebarkan kegembiraan pada orang lain. Tekankan dalam pikiran anda, saat bersama dengan orang lain bahwa senyuman mampu mempererat hubungan dengan orang lain.
Antusias dan hasrat.
Dua hal ini bisa mendatangkan uang, kekuatan dan pengaruh. Suatu pekerjaan besar tidak akan bisa diraih tanpa ada antusias dari orang yang menanganinya. Jadi keduanya sangat berkaitan sekali. Yakinlah pada apa yang anda kerjakan. Kerjakan setiap pekerjaan anda dengan penuh cinta. Masukan antusias dalam pribadi anda agar bisa menciptakan hasil yang memuaskan.
Tata Krama.
Tingkah laku, kesopanan dan kebaikan membuat orang lain percaya pada anda. Tata karma yang bagus membuat orang lain merasa nyaman berkomunikasi dengan anda. Tata karma merupakan sumber kesenangan, memberikan rasa aman dengan menunjukkan penghormatan pada orang lain. Bersikap penuh tata karma bukan hanya berlaku pada sebagian orang, tapi pada setiap orang yang anda kenal, tidak peduli status dan kedudukan mereka.
The world is facing a global food crisis with food commodity prices creeping up. Many believe this is a short term crisis but continuing evidence of higher international prices for food crops such as grains indicates these may be long-term trends.
Ecosystems and biodiversity provide the basic necessities of life, such as food, water and air, and offer protection from natural disasters and disease by regulating climate and preventing floods and pests. Biodiversity loss disrupts ecosystem functions, making ecosystems more vulnerable to shocks and disturbances, less resilient and less able to supply humans with what they need.
Conserving global biodiversity will maintain the essential life processes of the earth, and help meet essential human needs, maintaining an hospitable environment for human beings. Agriculture remains one of the major human activities having profound impacts on global biological diversity.
In the '90s, the Indonesian government converted more than 1 million hectares in Kalimantan (supposedly mostly peat-swamps, but including productive forests) into agricultural land, with very adverse environmental consequences, while trying to promote rice self-sufficiency.
The project failed to create the planned paddy fields, but become one of the biggest environmental disasters in Indonesian history. It devastated the biophysical and hydrological features of the peatlands as well as changing the area micro climate.
Apart from this project disaster the Indonesian Forum for the Environment (Walhi) records other conversions of biologically rich wetlands into agricultural land. Yet, conversions of forestlands into monocultural plantations (most notably palm oil) are still ongoing. Current food shortages suggest that conversions might take place at an even greater pace with more incentives to boost food production.
The latest example is a government regulation (PP N0.1/ 2007), which promotes investment, which might potentially lead to increased forest conversion.
This line of argument does not necessarily mean that forests and forestry should be completely protected from food security priorities. For centuries, forests and forestry have provided livelihoods for people living in the areas surrounding them.
In the last few decades access to forestlands and the resources within them has often been restricted to forest zone residents with attention focused instead on commercial production from scientific industrial forestry. It has been widely acknowledged, even by Jack Westoby, one of the main supporters of this strategy, that this has failed to promote sustainability or to result in "trickle down" benefits to local communities.
In Indonesia one of the main features of forestry programs is to provide local communities with spaces within forestlands to cultivate agricultural crops alongside the main forestry species.
Community forestry programs have massive potential in fighting hunger and alleviating poverty, particularly for the people living within and around the forest and when applied genuinely to the benefit of the poor.
The application of agroforestry systems in borneo's forests, which are mostly monocultural, will probably not lead to biodiversity degradation. Instead, it will improve diversity of species and even enhance the integrity of the ecosystem.
In addition, especially forests in the Outer Islands remain a vast pool of non-timber forest assets, which can be potentially extracted as food and beverage products. Sago palm, cassava, wild fruits, edible leaves are only a few examples of edible non timber products, which are abundantly available in forests.
Massive conversion of forests into agricultural land should be avoided. Instead, an appropriate combination of agricultural land cropping alongside forest species through agroforestry techniques can be seen as the priority option.