Selama beberapa puluh tahun kebelakang masalah perbatasan masih belum mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah. Hal ini tercermin dari kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan kawasan perbatasan dan lebih mengarah kepada wilayah-wilayah yang pada penduduk, aksesnya mudah, dan potensial, sedangkan kebijakan pembangunan bagi daerah-daerah terpencil, terisolir dan tertinggal seperti kawasan perbatasan masih belum diprioritaskan.
Sejauh ini belum tersusun suatu kebijakan nasional yang memuat arah, pendekatan, dan strategi pengembangan kawasan perbatasan yang bersifat menyeluruh dan mengintegrasikan fungsi dan peran seluruh stakeholders kawasan perbatasan, baik di pusat maupun daerah, secara menyeluruh dan terpadu. Hal ini mengakibatkan penanganan kawasan perbatasan terkesan terabaikan dan bersifat parsial.
Berdasarkan pengamatan dilapangan beberapa waktu yang lalu, ada beberapa hal yang masih menjadi ganjalan untuk pengembangan wilayah perbatasan, diantaranya:
Paradigma ‘Kawasan Perbatasan Sebagai Halaman Belakang’
Paradigm pengelolaan kawasan perbatasan di masa lampau sebagai “halaman belakang” wilayah NKRI membawa inplikasi terhadap kondisi kawasan perbatasan saat ini yang terisolir dan tertinggal dari sisi social dan ekonomi. Munculnya paradigm ini, disebabkan oleh system politik ddimasa lampau yang sentralistik dan sangat menekankan stabilitas keamanan. Ddisamping itu secara historis, hubungan Indonesia dengan beberapa Negara tetangga pernah dilanda konflik, serta seringkali terjadinya pemberontakan-pemberontakan di dalam negeri.
Terjadinya Kesenjangan Pembangunan Dengan Negara Tetangga
Kehidupan masyarakat di kawasan perbatasan yang miskin infrastruktur dan tidak memiliki akeseibilitas yang baik, pada umumnya sangat dipengaruhi oleh kondisi social ekonomi ddi Negara tetangga. Kawasan perbatasan di Kalimantan dan Sulawesi utara misalnya, kehidupan social ekonomi masyarakat, pada umumnya berkiblat ke wilayah Negara tetangga. Hal ini disebabkan adanya infrastruktur yang lebih baik atau pengaruh social ekonomi yang lebih kuat dari wilayah Negara tetangga. Secara jangka panjang, adanya kesenjangan pembangunan dengan Negara tetangga tersebut berpotensi untuk mengundang kerawanan di bidang politik.
Sarana Dan Prasarana Masih Minim.
Ketersediaan prasarana dan sarana, baik sarana dan prasarana wilayah maupun fasilitas social ekonomi masih jauh dari memadai. Jaringan jalan dan angkutan perhubungan darat maupun laut masih sangat terbatas, yang menyebabkan sulit berkembangannya kawasan perbatasan, karena tidak memiliki keterkaitan social maupun ekonomi dengan wilayah lain.
Kondisi prasarana dan saran komunikasi seperti pemancar atau transmisi radio dan televise serta saran telepon di kawasan perbatasan umumnya masih relative minim. Terbatasnya sarana komunikasi dan informasi menyebabkan masyarakat perbatasan lebih mengetahui informasi tentang Negara tetangga daripadda informasi dan wawasan tentang Indonesia. Ketersediaan sarana dasar social dan ekonomi seperti pusat kesehatan masayarakat, sekolah, dan pasar juga sangat terbatas. Hal ini menyebabkan kawasan perbatasan sulit untuk berkembang dan bersaing dengan wilayah Negara tetangga.
Tingginya Angka Kemiskinan Dan Jumlah Keluarga Pra-Sejahtera.
Kemiskinan menjadi permasalahan yang terjadi disetiap kawasan perbatasan baik laut maupun ddarat. Hal ini dapat dilihat dari tingginya jumlah keluarga prasejahtera di kawasan perbatasan serta kesenjangan social ekonomi dengan masyarakat di wilayah perbatasan Negara tetangga. Hal ini disebabkan oleh akumulasu berbagai factor, seperti rendahnya mutu sumberdaya manusia, minimnya infrastruktur pendukung, rendahnya mutu sumberdaya manusia, minimnya infrastruktur pendukung, rendahnya produktifitas masyarakat dan belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam dikawasan perbatasan.
Implikasinya lebih lanjut dari kondisi kemiskinan masyarakat di kawasan perbatasanmendorong masyarakat terlibat dalam kegiatan-kegiatan ekonomi illegal guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini selain melanggar dan potensial menimbulkan kerawanan dan ketertiban jg sangat merugikan Negara. Selain kegiatan ekonomi illegal, kegiatan illegal lainnya yang terkait dengan aspek politik, ekonomi dan keamanan juga terjadi di kawasan perbatasan laut seperti penyelundupan senjata, amunisi dan bahan peledak. Kegiatan illegal ini terorganisir dengan baik sehingga perlu koordinasi dan kerjasama bilateral yang baik untuk menuntaskannya.
Terisolasinya Kawasan Perbatasan Akibat Rendahnya Aksesibilitas Menuju Kawasan Perbatasan
Kawasan perbatasan masih mengalami kesulitan aksesibilitas baik darat, laut, maupun udara menuju pusat-pusat pertumbuhan. Diwiliyah Kalimantan dan papua, sulitnya aksesilibitas memunculkan kecenderungan masyarakat untuk berinteraksi dengan masayarakat di wilayah Serawak dan PNG.
Minimnya aksesibilitas arid an keluar kawasan perbatasan wilayah merupakan salah satu factor yang turut mendorong orientasi masyarakat yang cenderung berkiblat aktivitas social ekonominya ke Negara tetangga yang secara jangka panjang dikhawatirkan akan memunculkan degradasi nasionalisme masyarakat perbatasan.
Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia
Sebagai dampak dari minimnya sarana dan prasarana dibidang pendidikan dan kesehatan, kualitas SDM masyarakat di sebagian besar kawasan perbatasan masih renah. Masyarakat belum memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan sebagaimana mestinya akibat jauhnya jarak dari pemukiman dengan fasilitas yang ada. Optimalisasi potensi sumber daya alam dan pengembangan ekonomi di kawasan perbatasan akan sulit dilakukan. Rendahnya tingkat pendidikan, keterampilan, serta kesehatan masyarakat merupakan salah satu factor utama yang menghambat pengembangan ekonomi kawasan perbatasan untuk dapat bersaing dengan wilayah Negara tetangga.
Adanya Aktivitas Pelintas Batas Tradisional
Adanya kesamaan budaya, adat dan keturunan (suku yang sama) di beberapa kawasan perbatasan seperti di Kalimantan (Dayak dan Melayu) dan Papua, menyebabkan adanya kegiatan pelintas batas tradisional yang illegal dan sulit dicegah. Persamaan budaya dan adat masyarakat dan kegiatan kegiatan pelintas batas tradisional ini merupakan isu sekaligus masalah perbatasan antar-negara yang telah ada sejak lama dan kini muncul kembali seiring dengan penanganan kawasan perbatasan darat di beberapa daerah seperti papua dan Kalimantan serta Timor Leste. Kegiatan lintas batas ini telah berlangsung lama namun sampai saat ini belum dapat diatasi oleh kedua pihak (Negara).
Adanya Tanah Adat/Ulayat Masyarakat
Di beberapa kawasan perbatasan terdapat tanah adat/ulayat yang berada di dua wilayah Negara. Tanah ulayat ini sebagian menjadi lading penghidupan yang diolah sehari-hari oleh masyarakat perbatasan, sehingga pelintasan batas antarnegara menjadi hal yang biasa dilakukan setiap hari. Keberadaan tanah ulayat yang terbagi dua oleh garis perbatasan, secara astronomis memerlukan pengaturan tersendiri serta dapat menjadi permasalahan di kemudian hari jika tidak ditangani secara serius.
Untuk itu, perlu ada upaya yang sinergi dalam pengembangan wilayah perbatasan, seperti melalui pendekatan kesejahteraan, keamanan dan pendekatan kelestarian alam. Diharapkan wilayah perbatasan menjadi beranda Negara yang membanggakan dan dapat menarik turis domestic dan dari luar.
05 Oktober 2010
16 Juni 2010
MEDIA SEBAGAI ALAT TRANSFORMASI SOSIAL
Memberdayakan komunitas merupakan sebuah perjalanan panjang atas bagaimana kita ditantang untuk mampu merefleksikan permasalahan dengan baik. Bagaimanapun, proses pemberdayaan seharusnya merupakan sebuah proses saling berbagi dan saling belajar antar mereka dengan lingkungan mereka. Beragamnya latar belakang personal dan kemasyarakatan yang dimiliki oleh komunitas, dan perbedaan nilai yang mereka miliki, sering kali membuat proses fasilitasi menjadi sebuah tantangan tersendiri.
Berangkat dari situ, beragam metode fasilitasi lahir dalam semangat pemberdayaan komunitas. Penggunaan media, merupakan salah satu metode yang dinilai mampu memberikan kekuatan pada komunitas dengan memberikan mereka proses untuk saling belajar dan berefleksi dengan permasalahan yang sedang mereka hadapi. Video partisipatoris, radio komunitas, photo story, penggunaan media tulis, musik dan lain sebagainya, merupakan beberapa contoh dari bentuk-bentuk media yang kerap digunakan sebagai alat dalam memfasilitasi komunitas. Media-media tersebut kemudian hadir sebagai sebuah implementasi dari kekuatan atas refleksi dan semangat saling belajar yang dimiliki oleh komunitas.
Setelah proses pemberdayaan dinilai telah mampu memberikan komunitas kekuatan untuk berdiri sendiri, terkadang andil dari pihak berwenang (pemerintah) dan swasta, tetap dibutuhkan. Pada kasus ini seringkali masalah utama yang timbul dalam upaya pemberdayaan bukan lagi bagaimana ‘mengeluarkan’ suara mereka, tapi bagaimana agar suara mereka didengar oleh pihak berwenang dan masyarakat luas. Bukan hanya sekedar mendengar, namun juga mengenal dan memahami secara mendalam urgensi permasalahan yang dialami komunitas. Disini penggunaan media lagi-lagi mampu berperan sebagai sebuah corong untuk menyuarakan permasalahan komunitas.
Berkaca dari kasus diatas, maka penggunaan media dalam upaya pemberdayaan komunitas perlu mendapat perhatian yang cukup besar. Hal ini berlaku tidak hanya lewat bagaimana menggunakan media sebagai alat dalam memfasilitasi, namun juga proses advokasi dalam upaya untuk ‘didengar’. Pada akhirnya, dibutuhkan pengembangan fungsi media bagi lembaga-lembaga swadaya masyarakat, khususnya di Indonesia. Baik sebagai alat advokasi, maupun sebagai alat untuk memfasilitasi. Lebih dari itu, perlu adanya sebuah forum yang memungkinkan untuk sesama lembaga pengguna media berkumpul dan membagi pengalamannya masing-masing, sebagai sebuah sarana untuk saling belajar tidak hanya antar partisipan, tapi juga narasumber dan seluruh warga yang terlibat.
Diharapkan memberikan ruang bagi para pengiat media untuk pemberdayaan masyarakat dan generasi muda untuk saling berbagi informasi dan mengeksplorasi isu bersama dengan para ahli, sehingga menjadi lebih kritis dalam menggunakan media sebagai alat untuk kampanye memerangi pemiskinan. Kemudian menyebarluaskan isu akan pentingnya remaja untuk didengar suaranya dan diikutsertakan dalam proses pemberdayaan sekaligus juga pengambilan keputusan dan semakin luasnya jaringan antar lembaga dalam menyebarkan atau membangun budaya damai di wilayahnya khususnya dan wilayah lainnya.
Berangkat dari situ, beragam metode fasilitasi lahir dalam semangat pemberdayaan komunitas. Penggunaan media, merupakan salah satu metode yang dinilai mampu memberikan kekuatan pada komunitas dengan memberikan mereka proses untuk saling belajar dan berefleksi dengan permasalahan yang sedang mereka hadapi. Video partisipatoris, radio komunitas, photo story, penggunaan media tulis, musik dan lain sebagainya, merupakan beberapa contoh dari bentuk-bentuk media yang kerap digunakan sebagai alat dalam memfasilitasi komunitas. Media-media tersebut kemudian hadir sebagai sebuah implementasi dari kekuatan atas refleksi dan semangat saling belajar yang dimiliki oleh komunitas.
Setelah proses pemberdayaan dinilai telah mampu memberikan komunitas kekuatan untuk berdiri sendiri, terkadang andil dari pihak berwenang (pemerintah) dan swasta, tetap dibutuhkan. Pada kasus ini seringkali masalah utama yang timbul dalam upaya pemberdayaan bukan lagi bagaimana ‘mengeluarkan’ suara mereka, tapi bagaimana agar suara mereka didengar oleh pihak berwenang dan masyarakat luas. Bukan hanya sekedar mendengar, namun juga mengenal dan memahami secara mendalam urgensi permasalahan yang dialami komunitas. Disini penggunaan media lagi-lagi mampu berperan sebagai sebuah corong untuk menyuarakan permasalahan komunitas.
Berkaca dari kasus diatas, maka penggunaan media dalam upaya pemberdayaan komunitas perlu mendapat perhatian yang cukup besar. Hal ini berlaku tidak hanya lewat bagaimana menggunakan media sebagai alat dalam memfasilitasi, namun juga proses advokasi dalam upaya untuk ‘didengar’. Pada akhirnya, dibutuhkan pengembangan fungsi media bagi lembaga-lembaga swadaya masyarakat, khususnya di Indonesia. Baik sebagai alat advokasi, maupun sebagai alat untuk memfasilitasi. Lebih dari itu, perlu adanya sebuah forum yang memungkinkan untuk sesama lembaga pengguna media berkumpul dan membagi pengalamannya masing-masing, sebagai sebuah sarana untuk saling belajar tidak hanya antar partisipan, tapi juga narasumber dan seluruh warga yang terlibat.
Diharapkan memberikan ruang bagi para pengiat media untuk pemberdayaan masyarakat dan generasi muda untuk saling berbagi informasi dan mengeksplorasi isu bersama dengan para ahli, sehingga menjadi lebih kritis dalam menggunakan media sebagai alat untuk kampanye memerangi pemiskinan. Kemudian menyebarluaskan isu akan pentingnya remaja untuk didengar suaranya dan diikutsertakan dalam proses pemberdayaan sekaligus juga pengambilan keputusan dan semakin luasnya jaringan antar lembaga dalam menyebarkan atau membangun budaya damai di wilayahnya khususnya dan wilayah lainnya.
26 April 2010
Pengembangan Hutan Produksi
Selama ini pengelolaan hutan hanya berorientasi pada produksi kayu, nilai manfaat sumberdaya hutan alam produksi tidak didayagunakan secara optimal. Di samping itu dengan semakin meningkatnya kebutuhan kayu baik secara lokal dan domestik, maka tekanan terhadap hutan alam semakin tinggi. Oleh karena itu pembinaan terhadap produksi hutan rakyat semakin penting untuk segera dilaksanakan.
Hutan mempunyai potensi untuk memberikan kontribusi dalam upaya ketahanan pangan. Untuk itu hutan produksi perlu dikelola sedemikian rupa agar dapat memberikan ruang bagi budidaya aneka tanaman perkebunan dan pertanian, maka kelangsungan produksi hasil hutan, pangan dan jasa hutan lainnya harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian, serta situasi social-ekonomi dan kehidupan masyarakat lokal serta lingkungan.
Berkaitan dengan kebutuhan yang diperlukan dalam pengembangan hutan produksi khususnya sekitar Bukit Samahung, ada beberapa hal yang diperlukan diantaranya:
Peningkatan Kesadaran dan wawasan masyarakat
Masyarakat sekitar bukit samahung sebenarnya sudah turun temurun mempraktekan model agro forestry yang sering disebut Kompokng atau Timawakng, dimana hutan yang ada tumbuh pohon-pohon besar dan diantaranya tumbuh tanaman lainnya yang bisa dimanfaatkan atau tanaman yang mempunyai nilai-nilai ekonomi dan ada kaitannya dengan budaya lokal, seperti: Air, sayur-sayuran, rotan, binatang, buah-buahan, aren, dll.
Namun keberadaan model ini mulai terancam keberadaannya, karena mulai kurang kesadaran dan kurangnya wawasan masyarakat mengelola hutan yang ada. Akibatnya kayu-kayu yang ada diambil untuk pembuatan rumah dan punyai nilai ekonomi yang tinggi apabila dijual keluar, kemudian terbatasnya sumber penghasilan masyarakat diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Jika dikaji lebih jauh lagi masih banyak sumber daya alam hutan bukan kayu yang mempunyai prospek ekonomi kalau dimanfaatkan secara optimal, upaya inilah yang perlu dilakukan agar masyarakat sadar dan tumbuh kemauan untuk mengelolanya dengan memperhatikan keberlanjutan hutan produksi atau hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dikelolanya.
Peningkatan kapasitas masyarakat
Kemampuan masyarakat mengelola hasil hutan bukan kayu memang masih kurang,
seringkali masyarakat tidak menyadari atau tahu tapi tidak ada kemauan untuk mengelolanya. Kadangkala pertanya yang muncul mulai darimana, seperti apa ? Dan kemana harus menjualnya? Ini dapat terlihat dengan salah satu produk aren.
Pohon aren mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, mulai dari akarnya untuk obat; batangnya untuk papan; plepah yang sudah tua untuk kayu bakar; lidinya dan ijuknya untuk penyapu; buah yang masih muda untuk kolangkaling (manisan); dan air niranya untuk gula merah. Namun yang terjadi, masyarakat hanya mengolah air niranya saja, sehingga pohon aren tidak dimanfaatkan secara optimal dan masyarakat beralih mengambil kayu hutan akibatnya hutan menjadi terancam.
Dengan kondisi yang ada peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat pengelola hasil hutan bukan kayu perlu dilakukan, agar pemanfaatan HHBK lebih optimal dan efisien. Kemudian diperlukan kemampuan akses pasar, agar produk yang dihasilkan dapat terjual, serta peningkatan kapasitas manajemen ekonomi keluarga dan kelompok. Harapannya sosial ekonomi masyarakat semakin lebih baik dan pengembangan hutan produksi dapat berjalan dengan baik dan tetap lestari.
Reboisasi lahan kritis dan pengayaan aneka tanaman hutan berbasis masyarakat
Keberlanjutan fungsi hutan sebagai sumber ketahanan pangan, perlu didukung dengan upaya-upaya perbaikan kondisi hutan baik itu pengayaan beraneka jenis tanaman untuk menggantikan pohon yang sudah tua, atau merebilitasi lahan-lahan kritis dengan tanaman yang mempunyai nilai-nilai ekonomi.
Partisipasi aktif masyarakat merupakan kunci utama, untuk menumbuhkan rasa memiliki terhadap aneka tumbuhan hutan yang ditanamnya sehingga kelestarian hutan tetap terjaga.
Pengembangan agroforestry sistem pertanian dan peternakan terpadu
Praktek agroforesty atau wanatani dilingkungan masyarakat, berhubungan erat dengan komponen pohon, semak, tanaman semusim, ternak dan penggembalaan. Agroforestri pada masyarakat sekitar bukit samahung berupa perpaduan beberapa jenis tanaman tahunan dan semusim. Jenis pohon yang ada mempunyai nilai ekonomi tinggi, seperti: kayu untuk pembuatan rumah, durian, langsat, aren, rotan, geminting, nangka, kopi, coklat, dll.
Pola pertanian dan peternakan yang ada selama ini pada masyarakat masih bersifat tradisional dengan sistem pertanian yang berpindah-pindah dan dilakukan setahun sekali. Sistem peternakan masyarakatpun belum tertata dengan baik, karena ternak yang ada dibiarkan berkeliaran atau tidak dikandang.
Untuk itu diperlukan upaya yang komprehensif menata pola pertanian dan peternakan masyarakat, seperti : Desiminisasi informasi tentang pengembangan pertanian dan peternakan terpadu yang dapat meningkatkan sosial dan ekonomi masyarakat. Contoh-contoh pengembangan sistem pertanian dan peternakan terpadu, misalnya: masyarakat menata peternakan dan bercocok tanam palawija ketika belum musim tanam dengan menggunakan teknologi tepat guna yakni penggunaan pupuk kompos yang ramah lingkungan. Apabila pola peternakan dapat tertata dengan baik, keuntungannya bisa banyak, misalnya: kotoran ternak yang ada bisa digunakan untuk pupuk tanaman palawija (pupuk kompos) dan kalau memang ada orang yang berpengalaman instalasi biogas maka kotoran ternak dan masyarakat bisa dijadikan energi terbarukan untuk masak. Kemudian air misalnya, kalau memang ada kemauan masyarakat sumber air yang ada bisa digunakan untuk budidaya ikan air tawar.
Langkah awal memang perlu desiminiasi informasi, kemudian melihat langsung kondisi masyarakat yang sudah melaksanakan sistem pertanian dan peternakan terpadu, dan dilanjutkan dengan ujicoba dimasyarakat. Sehingga adanya optimalisasi sumber daya yang diharapkan bisa mengembangkan hutan produksi yang ada.
Penggunaan Inovasi teknologi yang ramah lingkungan
Pengembangan inovasi teknologi pada masyarakat sekitar hutan perlu dilakukan dengan pemanfaatan sumber daya yang ada dan pengunaan teknologi yang efesiensi dan ramah lingkungan. Misalnya : Pengunaan energi terbarukan, penggunaan tungku hemat energi / kayu, penggunaan pupuk kompos, dll.
Masyarakat sekitar seringkali tertinggal dari kemajuan teknologi dan informasi, sehingga perlu optimalisasi sumber daya alam yang tersedia untuk kemajuan masyarakat dengan tidak merusak hutan.
Penguatan Kelompok-kelompok Masyarakat
Membangun kesadaran masyarakat diperlukan waktu jangka panjang, sehingga perlu kerja kelompok. Kelompok biasanya menjadi tempat yang baik untuk pembelajaran anggotanya, anggota yang mempunyai kemampuan akan membagikan ilmunya untuk anggotanya. Kemudian melalui kelompok juga partisipasi masyarakat dapat dengan mudah dilibatkan atau digerakkan, apalagi dalam lingkup pengelolaan pengembangan hutan produksi yang ada disekitar masyarakat itu sendiri, sehingga kelompok dipandang strategis di fasilitasi.
Namun yang terjadi dimasyarakat, bekerja bersama itu bisa tapi usaha-usaha berkelompok seringkali tidak bertahan lama. Untuk itu perlu adanya pendampingan yang baik dan selalu menanamkan nilai-nilai kekeluargaan antara anggota kelompok serta pentingnya transparansi dan pertanggunggugatan pengurus dengan baik.
Penguatan Aturan Kesepakatan Masyarakat
Agar hutan produksi tetap terjaga kelestariannya, memang memerlukan aturan kesepakatan antar masyarakat. Masyarakat di sekitar bukit Samahung sudah ada hukum adat sejak nenek moyang, bahkan ada kesepakatan yang diperbaharui pada tahun 1998 tentang tetap menjaga hutan bukit samahung. Namun aturan inipun seringkali dilanggar oleh masyarakat, sehingga Peraturan Adat atau hukum adat yang sudah ada belum cukup menaungi pengelolaan kawasan hutan, maka perlu pembaharuan aturan dengan kesepakatan bersama yang melahirkan peraturan baru, misalnya : Perdes untuk pemanfaatan HHBK dan kawasan konservasi.
Untuk itu, pengembangan hutan produksi perlu ada kesadaran dan kemauan masyarakat untuk belajar dan mencoba hal baru serta partisipasi aktif pihak luar untuk meningkatkan kesadaran, kapasitas, pengembangan teknologi ramah lingkungan dan jaringan pemasaran hasil hutan bukan kayu. Sehingga sosial ekonomi masyarakat dapat tumbuh lebih baik dan hutan yang ada tetap lestari.
Hutan mempunyai potensi untuk memberikan kontribusi dalam upaya ketahanan pangan. Untuk itu hutan produksi perlu dikelola sedemikian rupa agar dapat memberikan ruang bagi budidaya aneka tanaman perkebunan dan pertanian, maka kelangsungan produksi hasil hutan, pangan dan jasa hutan lainnya harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian, serta situasi social-ekonomi dan kehidupan masyarakat lokal serta lingkungan.
Berkaitan dengan kebutuhan yang diperlukan dalam pengembangan hutan produksi khususnya sekitar Bukit Samahung, ada beberapa hal yang diperlukan diantaranya:
Peningkatan Kesadaran dan wawasan masyarakat
Masyarakat sekitar bukit samahung sebenarnya sudah turun temurun mempraktekan model agro forestry yang sering disebut Kompokng atau Timawakng, dimana hutan yang ada tumbuh pohon-pohon besar dan diantaranya tumbuh tanaman lainnya yang bisa dimanfaatkan atau tanaman yang mempunyai nilai-nilai ekonomi dan ada kaitannya dengan budaya lokal, seperti: Air, sayur-sayuran, rotan, binatang, buah-buahan, aren, dll.
Namun keberadaan model ini mulai terancam keberadaannya, karena mulai kurang kesadaran dan kurangnya wawasan masyarakat mengelola hutan yang ada. Akibatnya kayu-kayu yang ada diambil untuk pembuatan rumah dan punyai nilai ekonomi yang tinggi apabila dijual keluar, kemudian terbatasnya sumber penghasilan masyarakat diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Jika dikaji lebih jauh lagi masih banyak sumber daya alam hutan bukan kayu yang mempunyai prospek ekonomi kalau dimanfaatkan secara optimal, upaya inilah yang perlu dilakukan agar masyarakat sadar dan tumbuh kemauan untuk mengelolanya dengan memperhatikan keberlanjutan hutan produksi atau hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dikelolanya.
Peningkatan kapasitas masyarakat
Kemampuan masyarakat mengelola hasil hutan bukan kayu memang masih kurang,
seringkali masyarakat tidak menyadari atau tahu tapi tidak ada kemauan untuk mengelolanya. Kadangkala pertanya yang muncul mulai darimana, seperti apa ? Dan kemana harus menjualnya? Ini dapat terlihat dengan salah satu produk aren.
Pohon aren mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, mulai dari akarnya untuk obat; batangnya untuk papan; plepah yang sudah tua untuk kayu bakar; lidinya dan ijuknya untuk penyapu; buah yang masih muda untuk kolangkaling (manisan); dan air niranya untuk gula merah. Namun yang terjadi, masyarakat hanya mengolah air niranya saja, sehingga pohon aren tidak dimanfaatkan secara optimal dan masyarakat beralih mengambil kayu hutan akibatnya hutan menjadi terancam.
Dengan kondisi yang ada peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat pengelola hasil hutan bukan kayu perlu dilakukan, agar pemanfaatan HHBK lebih optimal dan efisien. Kemudian diperlukan kemampuan akses pasar, agar produk yang dihasilkan dapat terjual, serta peningkatan kapasitas manajemen ekonomi keluarga dan kelompok. Harapannya sosial ekonomi masyarakat semakin lebih baik dan pengembangan hutan produksi dapat berjalan dengan baik dan tetap lestari.
Reboisasi lahan kritis dan pengayaan aneka tanaman hutan berbasis masyarakat
Keberlanjutan fungsi hutan sebagai sumber ketahanan pangan, perlu didukung dengan upaya-upaya perbaikan kondisi hutan baik itu pengayaan beraneka jenis tanaman untuk menggantikan pohon yang sudah tua, atau merebilitasi lahan-lahan kritis dengan tanaman yang mempunyai nilai-nilai ekonomi.
Partisipasi aktif masyarakat merupakan kunci utama, untuk menumbuhkan rasa memiliki terhadap aneka tumbuhan hutan yang ditanamnya sehingga kelestarian hutan tetap terjaga.
Pengembangan agroforestry sistem pertanian dan peternakan terpadu
Praktek agroforesty atau wanatani dilingkungan masyarakat, berhubungan erat dengan komponen pohon, semak, tanaman semusim, ternak dan penggembalaan. Agroforestri pada masyarakat sekitar bukit samahung berupa perpaduan beberapa jenis tanaman tahunan dan semusim. Jenis pohon yang ada mempunyai nilai ekonomi tinggi, seperti: kayu untuk pembuatan rumah, durian, langsat, aren, rotan, geminting, nangka, kopi, coklat, dll.
Pola pertanian dan peternakan yang ada selama ini pada masyarakat masih bersifat tradisional dengan sistem pertanian yang berpindah-pindah dan dilakukan setahun sekali. Sistem peternakan masyarakatpun belum tertata dengan baik, karena ternak yang ada dibiarkan berkeliaran atau tidak dikandang.
Untuk itu diperlukan upaya yang komprehensif menata pola pertanian dan peternakan masyarakat, seperti : Desiminisasi informasi tentang pengembangan pertanian dan peternakan terpadu yang dapat meningkatkan sosial dan ekonomi masyarakat. Contoh-contoh pengembangan sistem pertanian dan peternakan terpadu, misalnya: masyarakat menata peternakan dan bercocok tanam palawija ketika belum musim tanam dengan menggunakan teknologi tepat guna yakni penggunaan pupuk kompos yang ramah lingkungan. Apabila pola peternakan dapat tertata dengan baik, keuntungannya bisa banyak, misalnya: kotoran ternak yang ada bisa digunakan untuk pupuk tanaman palawija (pupuk kompos) dan kalau memang ada orang yang berpengalaman instalasi biogas maka kotoran ternak dan masyarakat bisa dijadikan energi terbarukan untuk masak. Kemudian air misalnya, kalau memang ada kemauan masyarakat sumber air yang ada bisa digunakan untuk budidaya ikan air tawar.
Langkah awal memang perlu desiminiasi informasi, kemudian melihat langsung kondisi masyarakat yang sudah melaksanakan sistem pertanian dan peternakan terpadu, dan dilanjutkan dengan ujicoba dimasyarakat. Sehingga adanya optimalisasi sumber daya yang diharapkan bisa mengembangkan hutan produksi yang ada.
Penggunaan Inovasi teknologi yang ramah lingkungan
Pengembangan inovasi teknologi pada masyarakat sekitar hutan perlu dilakukan dengan pemanfaatan sumber daya yang ada dan pengunaan teknologi yang efesiensi dan ramah lingkungan. Misalnya : Pengunaan energi terbarukan, penggunaan tungku hemat energi / kayu, penggunaan pupuk kompos, dll.
Masyarakat sekitar seringkali tertinggal dari kemajuan teknologi dan informasi, sehingga perlu optimalisasi sumber daya alam yang tersedia untuk kemajuan masyarakat dengan tidak merusak hutan.
Penguatan Kelompok-kelompok Masyarakat
Membangun kesadaran masyarakat diperlukan waktu jangka panjang, sehingga perlu kerja kelompok. Kelompok biasanya menjadi tempat yang baik untuk pembelajaran anggotanya, anggota yang mempunyai kemampuan akan membagikan ilmunya untuk anggotanya. Kemudian melalui kelompok juga partisipasi masyarakat dapat dengan mudah dilibatkan atau digerakkan, apalagi dalam lingkup pengelolaan pengembangan hutan produksi yang ada disekitar masyarakat itu sendiri, sehingga kelompok dipandang strategis di fasilitasi.
Namun yang terjadi dimasyarakat, bekerja bersama itu bisa tapi usaha-usaha berkelompok seringkali tidak bertahan lama. Untuk itu perlu adanya pendampingan yang baik dan selalu menanamkan nilai-nilai kekeluargaan antara anggota kelompok serta pentingnya transparansi dan pertanggunggugatan pengurus dengan baik.
Penguatan Aturan Kesepakatan Masyarakat
Agar hutan produksi tetap terjaga kelestariannya, memang memerlukan aturan kesepakatan antar masyarakat. Masyarakat di sekitar bukit Samahung sudah ada hukum adat sejak nenek moyang, bahkan ada kesepakatan yang diperbaharui pada tahun 1998 tentang tetap menjaga hutan bukit samahung. Namun aturan inipun seringkali dilanggar oleh masyarakat, sehingga Peraturan Adat atau hukum adat yang sudah ada belum cukup menaungi pengelolaan kawasan hutan, maka perlu pembaharuan aturan dengan kesepakatan bersama yang melahirkan peraturan baru, misalnya : Perdes untuk pemanfaatan HHBK dan kawasan konservasi.
Untuk itu, pengembangan hutan produksi perlu ada kesadaran dan kemauan masyarakat untuk belajar dan mencoba hal baru serta partisipasi aktif pihak luar untuk meningkatkan kesadaran, kapasitas, pengembangan teknologi ramah lingkungan dan jaringan pemasaran hasil hutan bukan kayu. Sehingga sosial ekonomi masyarakat dapat tumbuh lebih baik dan hutan yang ada tetap lestari.
27 Maret 2010
MENGEMBANGKAN BERPIKIR KRITIS
Berpikir kritis adalah suatu aktifitas kognitif yang berkaitab dengan penggunaan nalar. Belajar untuk berpikir kritis berarti menggunakan proses-proses mental, seperti memperhatikan, mengkategorikan, seleksi, dan menilai/memutuskan.
Kemampuan dalam berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam berpikir dan bekerja, dan membantu dalam menentukan keterkaitan sesuatu dengan yang lainnya dengan lebih akurat. Oleh sebab itu kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah / pencarian solusi, dan pengelolaan proyek.
Pengembangan kemampuan berpikir kritis merupakan integrasi beberapa bagian pengembangan kemampuan, seperti pengamatan (observasi), analisis, penalaran, penilaian, pengambilan keputusan, dan persuasi. Semakin baik pengembangan kemampuan-kemampuan ini, maka kita akan semakin dapat mengatasi masalah-masalah/proyek komplek dan dengan hasil yang memuaskan.
Berpikir kritis meliputi aktivitas-aktivitas:
1. Memperhatikan detil secara menyeluruh
2. Identifikasi kecenderungan dan pola, seperti memetakan informasi, identifikasi
kesamaan dan ketidaksamaan, dll
3. Mengulangi pengamatan untuk memastikan tidak ada yang terlewatkan
4. Melihat informasi yang didapat dari berbagai sudut pandang
5. Memilih solusi-solusi yang lebih disukai secara obyektif
6. Mempertimbangkan dampak dan konsekuensi jangka panjang dari solusi yang dipilih
Bagi pelajar, berpikir kritis dapat berarti:
1. Mencari dimana keberadaan bukti terbaik bagi subyek yang didiskusikan
2. Mengevaluasi kekuatan bukti untuk mendukung argumen-argumen yang berbeda
3. Menyimpulkan berdasarkan bukti-bukti yang telah ditentukan
4. Membangun penalaran yang dapat mengarahkan pendengar ke simpulan yang telah
ditetapkan berdasarkan pada bukti-bukti yang mendukungnya
5. Memilih contoh yang terbaik untuk lebih dapat menjelaskan makna dari argumen yang
akan disampaikan
6. Dan menyediakan bukti-bukti untuk mengilustrasikan argumen tersebut.
Untuk itu, seseorang yang berpikir kritis pasti selalu memahami : Kenapa…..? Sebab…….? dan Hanya……? Untuk menyelesaikan suatu persoalan yang terjadi.
Kemampuan dalam berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam berpikir dan bekerja, dan membantu dalam menentukan keterkaitan sesuatu dengan yang lainnya dengan lebih akurat. Oleh sebab itu kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah / pencarian solusi, dan pengelolaan proyek.
Pengembangan kemampuan berpikir kritis merupakan integrasi beberapa bagian pengembangan kemampuan, seperti pengamatan (observasi), analisis, penalaran, penilaian, pengambilan keputusan, dan persuasi. Semakin baik pengembangan kemampuan-kemampuan ini, maka kita akan semakin dapat mengatasi masalah-masalah/proyek komplek dan dengan hasil yang memuaskan.
Berpikir kritis meliputi aktivitas-aktivitas:
1. Memperhatikan detil secara menyeluruh
2. Identifikasi kecenderungan dan pola, seperti memetakan informasi, identifikasi
kesamaan dan ketidaksamaan, dll
3. Mengulangi pengamatan untuk memastikan tidak ada yang terlewatkan
4. Melihat informasi yang didapat dari berbagai sudut pandang
5. Memilih solusi-solusi yang lebih disukai secara obyektif
6. Mempertimbangkan dampak dan konsekuensi jangka panjang dari solusi yang dipilih
Bagi pelajar, berpikir kritis dapat berarti:
1. Mencari dimana keberadaan bukti terbaik bagi subyek yang didiskusikan
2. Mengevaluasi kekuatan bukti untuk mendukung argumen-argumen yang berbeda
3. Menyimpulkan berdasarkan bukti-bukti yang telah ditentukan
4. Membangun penalaran yang dapat mengarahkan pendengar ke simpulan yang telah
ditetapkan berdasarkan pada bukti-bukti yang mendukungnya
5. Memilih contoh yang terbaik untuk lebih dapat menjelaskan makna dari argumen yang
akan disampaikan
6. Dan menyediakan bukti-bukti untuk mengilustrasikan argumen tersebut.
Untuk itu, seseorang yang berpikir kritis pasti selalu memahami : Kenapa…..? Sebab…….? dan Hanya……? Untuk menyelesaikan suatu persoalan yang terjadi.
25 Maret 2010
STRATEGI MERAIH SUKSES
Dunia berubah dengan sangat cepat. Ada milyaran manusia di dunia ini. Ada ratusan buku yang terbit setiap hari. Ada jutaan fenomena yang kita temui atau kita alami. Ada banyak orang gagal di sekitar kita, namun tak sedikit juga yang menuai sukses.
Dalam dimensi yang luas, sukses adalah milik semua orang. Tetapi tidak semua orang tahu bagaimana mendapatkan atau meraih kesuksesan. Karena, meraih sukses bukanlah perkara gampang. Diperlukan kepercayaan diri yang tinggi, antusiasme, hasrat, ketekunan, kerja keras, motivasi, serta komitmen untuk terus memperbaiki diri.
Stephen R. Covey dalam bukunya “7 Habits of Highly Effective People” menguraikan tujuh kebiasaan untuk kesuksesan Anda. Kebiasaan adalah faktor yang kuat dalam hidup kita. Ia begitu konsisten dan seringkali merupakan pola yang tidak disadari, maka kebiasaan yang terus menerus dan setiap hari akan mengekspresikan karakter kita dan menghasilkan efektivitas atau ketidakefektifan kita.
Untuk menjadi efektif dan menang secara pribadi, Covey menganjurkan 3 kebiasaan pertama yang sangat efektif:
1. Jadilah Pro Aktif
Sebagai manusia, kita bertanggung jawab atas diri kita sendiri. Perilaku kita adalah fungsi keputusan kita, bukan kondisi kita. Jangan biarkan lingkungan mengontrol diri kita. Kita punya kebebasan berkehendak. Jangan sekali-sekali menyalahkan orang lain, dan jangan sekali-kali menyalahkan keadaan. Kitalah yang menciptakan keadaan tersebut sekaligus mengendalikannya.
2. Memulai dari akhir dalam pikiran
Mulailah dari titik paling akhir, niscaya akan terang tujuan Anda. Hal ini berarti mengetahui kemana Anda akan pergi sehingga Anda sebaiknya mengerti dimana Anda sekarang dan dengan begitu, Anda mengetahui langkah-langkah yang Anda ambil selalu berada pada arah yang benar, yaitu visi Anda.
3. Dahulukan yang utama
Kita seringkali disibukkan oleh persoalan remeh temeh dan tidak penting yang justru menghabiskan waktu efektif yang kita miliki. Anda harus membuat prioritas dalam aktivitas Anda sehari-hari.
Sedangkan untuk efektif dan menang secara publik, Covey menganjurkan 4 kebiasaan berikutnya:
1. Berpikir menang/menang
Keberhasilan seseorang tidak dicapai dengan mengorbankan/menyingkirkan keberhasilan orang lain. Menang/menang melihat kehidupan sebagai arena kooperatif bukan kompetitif. Kebanyakan orang cenderung berpikir dikotomi, kuat atau lemah, menang atau kalah, keras atau lunak. Padahal cara berpikir seperti itu cacat!
2. Berusaha mengerti dahulu baru dimengerti
Prinsip ini adalah kunci untuk komunikasi antar pribadi yang efektif. Kita biasanya lebih dahulu ingin dimengerti. Kebanyakan orang tidak mendengar dengan maksud untuk mengerti. Mereka mendengar dengan maksud untuk menjawab. Padahal bentuk tertinggi dari mendengarkan adalah mendengar dengan empatik.
3. Wujudkan Sinergi
Intisari dari sinergi adalah menghargai perbedaan, menghormati perbedaan, membangun kekuatan, mengimbangi kelemahan.
4. Asahlah gergaji
Covey dengan tegas menyatakan dimensi spiritual adalah pusat kita. Kebiasaan ke-7 ini menjadi dasar dan prasyarat agar kebiasaan-kebiasaan lain dapat efektif. Covey bercerita dalam bukunya:
Andaikan saja Anda bertemu seseorang yang sedang terburu-buru menebang sebatang pohon di hutan.
”Apa yang sedang Anda kerjakan?” Anda bertanya
”Tidak dapatkah Anda melihat?” demikian jawabnya dengan tidak sabar. ”Saya sedang menggergaji pohon ini.”
”Anda kelihatan letih!” Anda berseru. “Berapa lama Anda sudah mengerjakannya?”
“Lebih dari 5 jam,” jawabnya, “dan saya lelah!ini benar-benar kerja keras.”
“Nah, mengapa Anda tidak beristirahat dan mengasah gergaji itu? Saya yakin Anda dapat bekerja lebih cepat.
”Saya tidak punya waktu untuk mengasah gergaji,” orang tersebut berkata dengan tegas, ”Saya terlalu sibuk menggergaji.”
Banyak orang yang belajar dengan rajin tetapi hasilnya minim. Juga tidak sedikit yang bekerja keras banting tulang, namun hasilnya tidak optimal. Ini karena ”gergaji”nya belum diasah. Bahkan dia tidak menyadari bahwa gergaji tersebut memang perlu di asah.
Dalam dimensi yang luas, sukses adalah milik semua orang. Tetapi tidak semua orang tahu bagaimana mendapatkan atau meraih kesuksesan. Karena, meraih sukses bukanlah perkara gampang. Diperlukan kepercayaan diri yang tinggi, antusiasme, hasrat, ketekunan, kerja keras, motivasi, serta komitmen untuk terus memperbaiki diri.
Stephen R. Covey dalam bukunya “7 Habits of Highly Effective People” menguraikan tujuh kebiasaan untuk kesuksesan Anda. Kebiasaan adalah faktor yang kuat dalam hidup kita. Ia begitu konsisten dan seringkali merupakan pola yang tidak disadari, maka kebiasaan yang terus menerus dan setiap hari akan mengekspresikan karakter kita dan menghasilkan efektivitas atau ketidakefektifan kita.
Untuk menjadi efektif dan menang secara pribadi, Covey menganjurkan 3 kebiasaan pertama yang sangat efektif:
1. Jadilah Pro Aktif
Sebagai manusia, kita bertanggung jawab atas diri kita sendiri. Perilaku kita adalah fungsi keputusan kita, bukan kondisi kita. Jangan biarkan lingkungan mengontrol diri kita. Kita punya kebebasan berkehendak. Jangan sekali-sekali menyalahkan orang lain, dan jangan sekali-kali menyalahkan keadaan. Kitalah yang menciptakan keadaan tersebut sekaligus mengendalikannya.
2. Memulai dari akhir dalam pikiran
Mulailah dari titik paling akhir, niscaya akan terang tujuan Anda. Hal ini berarti mengetahui kemana Anda akan pergi sehingga Anda sebaiknya mengerti dimana Anda sekarang dan dengan begitu, Anda mengetahui langkah-langkah yang Anda ambil selalu berada pada arah yang benar, yaitu visi Anda.
3. Dahulukan yang utama
Kita seringkali disibukkan oleh persoalan remeh temeh dan tidak penting yang justru menghabiskan waktu efektif yang kita miliki. Anda harus membuat prioritas dalam aktivitas Anda sehari-hari.
Sedangkan untuk efektif dan menang secara publik, Covey menganjurkan 4 kebiasaan berikutnya:
1. Berpikir menang/menang
Keberhasilan seseorang tidak dicapai dengan mengorbankan/menyingkirkan keberhasilan orang lain. Menang/menang melihat kehidupan sebagai arena kooperatif bukan kompetitif. Kebanyakan orang cenderung berpikir dikotomi, kuat atau lemah, menang atau kalah, keras atau lunak. Padahal cara berpikir seperti itu cacat!
2. Berusaha mengerti dahulu baru dimengerti
Prinsip ini adalah kunci untuk komunikasi antar pribadi yang efektif. Kita biasanya lebih dahulu ingin dimengerti. Kebanyakan orang tidak mendengar dengan maksud untuk mengerti. Mereka mendengar dengan maksud untuk menjawab. Padahal bentuk tertinggi dari mendengarkan adalah mendengar dengan empatik.
3. Wujudkan Sinergi
Intisari dari sinergi adalah menghargai perbedaan, menghormati perbedaan, membangun kekuatan, mengimbangi kelemahan.
4. Asahlah gergaji
Covey dengan tegas menyatakan dimensi spiritual adalah pusat kita. Kebiasaan ke-7 ini menjadi dasar dan prasyarat agar kebiasaan-kebiasaan lain dapat efektif. Covey bercerita dalam bukunya:
Andaikan saja Anda bertemu seseorang yang sedang terburu-buru menebang sebatang pohon di hutan.
”Apa yang sedang Anda kerjakan?” Anda bertanya
”Tidak dapatkah Anda melihat?” demikian jawabnya dengan tidak sabar. ”Saya sedang menggergaji pohon ini.”
”Anda kelihatan letih!” Anda berseru. “Berapa lama Anda sudah mengerjakannya?”
“Lebih dari 5 jam,” jawabnya, “dan saya lelah!ini benar-benar kerja keras.”
“Nah, mengapa Anda tidak beristirahat dan mengasah gergaji itu? Saya yakin Anda dapat bekerja lebih cepat.
”Saya tidak punya waktu untuk mengasah gergaji,” orang tersebut berkata dengan tegas, ”Saya terlalu sibuk menggergaji.”
Banyak orang yang belajar dengan rajin tetapi hasilnya minim. Juga tidak sedikit yang bekerja keras banting tulang, namun hasilnya tidak optimal. Ini karena ”gergaji”nya belum diasah. Bahkan dia tidak menyadari bahwa gergaji tersebut memang perlu di asah.
17 Februari 2010
Makin Cerdas Dengan Menulis
Menulis itu sudah jelas merupakan salah satu cara meningkatkan kecerdasan. Setiap kali saya menyelesaikan sebuah tulisan, kecerdasan saya meningkat sekian derajat. Dan semakin sering saya menulis, maka kecerdasan dalam berbahasa, kecerdasan dalam aspek intrapersonal (tahu diri), interpersonal (tahu orang lain), kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan berbagai kecerdasan lainnya terus berkembang tanpa henti.
Bagaimana saya tahu bahwa kecerdasan saya berkembang dan meningkat? Sederhana saja. Ketika saya mulai menulis artikel dan buku-buku di tahun 90-an, saya banyak sekali melakukan kesalahan. Lalu saya menulis lagi dan melakukan kesalahan lagi. Lalu saya menulis lagi dan melakukan kesalahan lagi.
Kesalahannya masih tetap ada, bahkan sampai sekarang. Tetapi semakin jarang dan semakin jarang dan semakin jarang. Bukankah itu berarti saya semakin cerdas?
Jadi, ada kalanya saya memandang kawan-kawan yang enggan menulis sebagai orang-orang yang enggan meningkatkan kecerdasannya. Mereka senang bertahan dalam kubangan yang menggerogoti kecerdasannya. Saya sungguh khawatir bahwa pada suatu titik nanti mereka akan dianggap bodoh oleh lingkungannya, bahkan oleh cucu-cicit mereka sendiri.
Kalau ingin makin cerdas: menulislah!
By : Anderas Harefa
Bagaimana saya tahu bahwa kecerdasan saya berkembang dan meningkat? Sederhana saja. Ketika saya mulai menulis artikel dan buku-buku di tahun 90-an, saya banyak sekali melakukan kesalahan. Lalu saya menulis lagi dan melakukan kesalahan lagi. Lalu saya menulis lagi dan melakukan kesalahan lagi.
Kesalahannya masih tetap ada, bahkan sampai sekarang. Tetapi semakin jarang dan semakin jarang dan semakin jarang. Bukankah itu berarti saya semakin cerdas?
Jadi, ada kalanya saya memandang kawan-kawan yang enggan menulis sebagai orang-orang yang enggan meningkatkan kecerdasannya. Mereka senang bertahan dalam kubangan yang menggerogoti kecerdasannya. Saya sungguh khawatir bahwa pada suatu titik nanti mereka akan dianggap bodoh oleh lingkungannya, bahkan oleh cucu-cicit mereka sendiri.
Kalau ingin makin cerdas: menulislah!
By : Anderas Harefa
Langganan:
Postingan (Atom)