23 Maret 2008

FENOMENA PEREMPUAN

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi saat ini tanpa mengenal batas suku, bangsa dan negara. Kemajuan ini juga menuntut peran yang sama antara laki-laki dan perempuan, sehingga tidak perlu lagi ada pemihakan kepada laki-laki saja memperoleh atau menikmati kesempatan memperoleh pendidikan dan pekerjaan. Sangat berbeda dengan kondisi zaman dahulu dimana kemajuan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan informasi belum seperti sekarang, sehingga permasalahan kesenjangan gender dianggap belum menjadi persoalan yang begitu penting.

Dengan kondisi yang terjadi di komunitas, seperti kemiskinan dan kerusakan lingkungan setiap orang (termasuk perempuan) ”dipaksa” untuk terlibat dalam membangun dan memperbaiki sosial, ekonomi dan kelestarian lingkungan hidupnya. Untuk itu perempuan juga harus mampu bersaing secara intelektual, wawasan dan keterampilan serta berani mengeluarkan pendapat, memimpin dan mampu bekerjasama, di tingkat komunitas dan kabupaten.

Ironisnya yang terjadi di era reformasi sekarang ini, ketimpangan gender masih banyak terjadi di masyarakat-masyarakat pedesaan/pedalaman yang tinggal disekitar hutan. Kaum perempuan yang tinggal di pedalaman sering tidak ikut terlibat dalam setiap keputusan yang diambil oleh komunitasnya yang lebih dominan adalah kaum laki-laki. Hal ini dapat terlihat pada PEMILU 2004 Di Kabupaten Landak, tidak ada satupun anggota legislatif perempuan. Pada hal penduduk Kabupaten Landak 50% adalah perempuan.

Ada beberapa hal/faktor yang cukup berpengaruh terhadap perkembangan kaum perempuan di pedalaman, diantaranya adalah:
Rendahnya Tingkat Pendidikan Kaum Perempuan
Secara umun tingkat pendidikan di daerah pedalaman masih rendah, karena terbatasnya sarana dan prasaran serta jarak tempuh untuk menuju tempat sekolah yang jauh. Apalagi masih kentalnya pengaruh budaya paternalistic dan kurangnya kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anaknya, sehingga kaum perempuan yang bersekolah sampai perguruan tinggi jumlahnya belum melampui jumlah jari tangan. Tingkat pendidikan yang rendah ini membuat kemampuan untuk menjaring setiap informasi yang masuk tidak dapat maksimal, ditambah lagi kurangnya jaringan yang bisa membuka wawasan.

Keadaan ini membuat sektor pendidikan telah menjadi faktor utama yang paling berpengaruh terjadinya kesenjangan gender secara menyeluruh. Ditambah lagi pemahaman dan penjelasan tentang gender belum masuk dalam kurikulum sekolah. Akibatnya pandangan anak laki-laki terhadap anak perempuan cenderung seperti melihat ”mangsa”. Kondisi ini sangat merugikan anak-anak perempuan. Apalagi hampir pada semua sektor di masyarakat, seperti lapangan pekerjaan, jabatan peran di masyarakat dikepalai oleh kaum laki-laki yang tidak berpihak pada kaum perempuan.

Kurangnya Organisasi Perempuan
Hampir semua kaum perempuan pedesaan/pedalaman belum mengenal organisasi sebagai wadah untuk memperjuangkan berbagai kepentingannya secara bersama. Akses perempuan untuk memperolehan informasi dari luar selalu dibatasi oleh beban ganda dalam keluarga. Berbeda dengan kaum laki-laki, mereka sangat memonopoli segalanya. Pihak perempuan lebih banyak diperlakukan sebagai objek bukan subjek dari suatu perubahan. Mereka tidak dilibatkan maupun terlibat langsung dalam menentukan arah berbagai kebijakan dikomunitasnya, khususnya untuk pengelolaan sumberdaya alam dan perbaikan social dan ekonomi keluarga.

Keadaan ini berdampak pada lemahnya posisi tawar perempuan dikomunitasnya. Disamping itu juga, perempuan adalah pihak yg sering mendapatkan perlakuan yg tidak manusiawi ketika mereka mencari pekerjaan, misalnya menjadi pekerja keluar negeri.

Kerusakan dan Eksploitasi Sumber Daya Alam
Selama ini kebijakan pemerintah daerah yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam (PSDA) cenderung eksploitatif demi kepentingan sesaat. Ini terbukti dengan laju kerusakan hutan di Indonesia rata-rata mencapai 2 juta ha pertahunnya dan di Kalimantan Barat mencapai 1.8 ribu hektar. Laju kerusakan hutan ini mengakibatkan luas lahan kritis semakin bertambah, baik yang tersebar di kawasan hutan maupun di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS).

Sehingga mengakibatkan masyarakat pedalaman yang tinggal di sekitar hutan justru masyarakat semakin miskin dan terbelakang, baik dari segi ekonomi, pendidikan maupun kesehatan. Kemudian kaum perempun semakin jauh dari sumber daya air, dan tergusur dari keragaman peran produksi, religi, social dan budaya mereka serta terjadinya perubahan iklim global secara signifikan, berupa suhu yang begitu panas pada siang hari dan terjadinya bencana alam berupa banjir, kekeringan dan longsor dimana-mana.

Pada hal sumber daya alam, seperti hutan, merupakan sumber/tempat makanan, bahan kontruksi (bahan pembuatan rumah, kerajinan-kerajinan berupa anyaman), bahan bakar, sumber obat-obatan dan sumber penghasilan yang dapat dijual dan dapat menunjang kehidupan sosial, ekonomi dan ekologi masyarakat sekitarnya. Ditambah lagi hutan sebagai sumber resapan air baik pada musim penghujan maupun cadangan air pada musim kemarau yang perlu dijaga kelestariannya. Sangat dikhawatirkan berbagai pengetahuan/ keterampilan local perempuan akan hilang.

Berangkat dari kondisi yang ada, saya melihat perlunya memberdayakan kaum perempuan pedalaman secara intensif dan komperhensif. Karena merekalah yang menerima dampak langsung dari persoalan yang ada di komunitasnya.

Tidak ada komentar:

SILAHKAN DUKUNG BLOG INI

KE REKENING BCA 8855 1274 62 AN. ATENG